Pemerintah Rombak Tarif PPN karena Kinerja Pajak RI Rendah di Asia

Agatha Olivia Victoria
11 Juni 2021, 19:20
tarif PPN, pajak, kenaikan tarif ppn, kenaikan tarif pajak
ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra/foc.
Ilustrasi. Pemerintah berencana menaikkan tarif PPN dari saat ini 10% menjadi 12%.

Wacana peningkatan tarif PPN menuai kritik dari berbagai pihak. Direktur Eksekutif Institute for Development on Economics and Finance Tauhid Ahmad mengatakan, rencana kenaikan tarif PPN sebaiknya diurungkan.

Ia menyebutkan, kenaikan ini akan menjadi beban masyarakat karena harga barang/jasa akan semakin mahal. Sementara, daya beli masyarakat masih lemah akibat pandemi Covid-19. “Kalau PPN dinaikkan, maka bukan hanya masyarakat yang terbebani, pengusaha juga akan dirugikan karena menurunnya konsumsi masyarakat yang mengakibatkan volume penjualan juga turun,” kata Tauhid kepada Katadata.co.id, awal Mei 2021.

Tauhid mengatakan, daya beli masyarakat saat ini belum sepenuhnya pulih. Apalagi, ekonomi Indonesia saat ini masih dalam pemulihan di tengah pandemi. “Justru aneh, di tengah pemulihan kok malah PPN dinaikkan. Kalau begini, pajak bukan lagi berfungsi untuk meningkatkan perekonomian, tapi akan menjadi beban,” kata dia.

Dia menambahkan, jika memang ada kenaikkan, harus mempertimbangkan kemampuan konsumen dan dampaknya bagi pengusaha. Pemerintah harus mempertimbangkan dampak jangka pendek dan menengah dari kebijakan ini.

Dalam draf RUU KUP yang diperoleh Katadata.co.id, tarif PPN akan naik dari saat ini 10% menjadi 12%. Namun, tarif dapat diubah menjadi paling rendah 5% dan paling tinggi 15%. Perubahan tarif diatur dengan peraturan pemerintah setelah disampaikan kepada DPR untuk dibahas dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Pemerintah juga dapat mengenakan tarif PPN berbeda dari tarif tersebut atas penyerahan barang dan/atau jasa kena pajak tertentu, impor barang kena pajak tertentu, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa kena pajak tertentu dari luar daerah pabean dan dalam daerah pabean. Tarif berbeda dikenakan paling rendah 5% dan paling tinggi 25%.

Namun, pemerintah berencana menghapus beberapa jenis barang dan yang tidak dikenai pajak, yakni barang hasil pertambangan dan pengeboran, serta kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan rakyat banyak. Selain itu, terdapat beberapa jenis jasa yang juga dihapus dari daftar yang tidak dikenai PPN, antara lain jasa pelayanan kesehatan medik, pelayanan sosial, keuangan, asuransi, dan pendidikan.

Halaman:
Reporter: Agatha Olivia Victoria
Editor: Agustiyanti
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...