Penerimaan Pajak Ditargetkan Rp 1.263 T, Ada Sumbangan Tax Amnesty?

Abdul Azis Said
16 Agustus 2021, 14:41
penerimaan pajak, pajak, pidato jokowi, rapbn 2022
Donang Wahyu|KATADATA
Penerimaan perpajakan pada tahun ini ditargetkan mencapai Rp 1.506,9 triliun.
  1. Memperbaiki proses perencanaan dan pelaporan PNBP dengan menggunakan teknologi informasi yang terintegrasi.
  2. Memperkuat tata kelola dan pengawasan PNBP.
  3. Mengoptimalkan pengelolaan aset. Keempat, mengintensifkan penagihan dan penyelesaian piutang PNBP.
  4. Mendorong inovasi layanan dengan tetap menjaga kualitas dan keterjangkauan layanan.

Pemerintah bersaman dengan DPR saat ini tengah membahas Revisi Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan. Dalam Revisi UU tersebut, salah satu sulan pemerintah adalah  program peningkatan kepatuhan wajib pajak berupa pengungkapan aset yang tidak dilaporkan dalam kegiatan pengampunan pajak atau tax amnesty pada 2016. Program ini dikenal dengan tax amnesty jilid II. 

Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo menjelaskan terdapat dua kebijakan pengungkapan aset dalam RUU KUP. Pertama, pengungkapan aset per tanggal 31 Desember 2015 yang belum dilaporkan pada saat tax amnesty. "Jadi ada kesempatan, mungkin setengah tahun dalam periode 2022 atau 2021 ini," ujar Suryo dalam Rapat Panitia Kerja KUP bersama Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat, Senin (5/7).

Menurut dia, pengungkap aset akan dikenakan pajak penghasilan (PPh) final sebesar 15% dari nilai aset. Namun, tarif akan diberikan sebesar 12,5% jika aset tersebut diinvestasikan ke surat berharga negara (SBN) yang ditentukan pemerintah. Kemudian, WP akan diberikan fasilitas penghapusan sanksi.

Suryo menjelaskan, bagi WP yang gagal berinvestasi dalam SBN terdapat konsekuensi pembayaran 3,5% dari nilai aset jika mengungkapkan sendiri kegagalan investasi atau 5% dari nilai aset apabila kerugian ditetapkan oleh Ditjen Pajak. "Latar belakangnya masih banyak peserta pengampunan pajak yang belum mendeklarasikan. Apabila ditemukan oleh kami, membayar pajaknya 30% final ditambah sanksinya 200%," kata dia.

Kedua, pengungkapan aset WP orang pribadi yang diperoleh pada 2016-2019 dan masih dimiliki namun belum dilaporkan dalam surat pemberitahuan (SPT) 2019. Dengan demikian, akan dikenakan PPh final 30% dari nilai aset atau 20% dari nilai aset jika diinvestasikan dalam SBN yang ditentukan pemerintah.

WP dalam skema ini juga dibebaskan dari sanksi denda administrasi. Bagi WP yang gagal berinvestasi dalam SBN, diwajibkan membayar 12,5% dari nilai aset jika mengungkapkan sendiri kegagalan investas. Sedangkan, bagi yang diungkap oleh Ditjen Pajak, membayar 15%.

Sebelumnya, Ekonom Senior Center of Reform on Economics Yusuf Rendy Manilet menilai, tax amnesty yang digelar pada 2016 tak juga meningkatkan kinerja penerimaan negara dan rasio pajak. “Setelah program tax amnesty jilid I, saya belum melihat peningkatan kinerja perpajakan yang dijanjikan pemerintah. Kita bisa lihat rasio pajak terhadap PDB yang dalam beberapa tahun terakhir itu sebenarnya masih relatif rendah,” kata Yusuf ketika dihubungi Katadata.co.id pada akhir bulan Mei 2021.

Menurut dia, memang terdapat kenaikan dari sisi kepatuhan pajak pasca program tax amnesty.  Namun, besarannya masih di bawah target pemerintah maupun standar yang dipatok Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) sebesar 85%.

Berkaca dari kinerja sektor perpajakan tersebut, Yusuf menyarakan pemerintah perlu mempertimbangkan ulang rencana tax amnesty jilid II karena akan berpotensi menemui kegagalan yang sama. Hal ini mengingat psikologi pembayar pajak akan terganggu lantaran kebijakan tersebut belum lama dilakukan.

Halaman:
Reporter: Abdul Azis Said
Editor: Agustiyanti
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...