AidData Ungkap Indonesia Punya 'Utang Tersembunyi' Rp 246 T ke Cina

Abdul Azis Said
4 Oktober 2021, 17:58
cina, utang, utang tersembunyi, proyek infrastruktur
ANTARA FOTO/M Ibnu Chazar/hp.
Ilustrasi. Kereta Cepat Jakarta-Bandung adalah salah satu proyek infrastruktur yang dibiayai dari pinjaman Cina.

Riset AidData mengungkapkan ambisi Cina untuk membuat jalur sutera baru yang dikenal Belt and Road Initiative (BRI) mendorong puluhan negara menumpuk 'utang tersembunyi' mencapai US$ 385 miliar. Salah satunya adalah Indonesia yang memiliki utang tersembunyi sebesar US$ 17,28 miliar atau setara Rp 266 triliun.

Berdasarkan laporan AidData yang dirilis akhir bulan lalu, utang tersembunyi Tiongkok ke Indonesia diberikan sepanjang 2000-2017. Nilainya setara 1,6% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). 

Namun, Indonesia bukanlah negara yang memiliki porsi utang tersembunyi terhadap PDB ke Tiongkok paling besar. Laos diketahui memiliki utang mencapai 35% terhadap PDBnya, Angloa dan Namibia masing-masing 12%, Brunei Darussalam 14%, Kazakhstan 16%, Papua New Guinea 11%, Tonga 21% hingga Turkmenistan 23%.

Di luar dari utang tersembunyi tersebut ini, Indonesia juga diketahui telah menerima pinjaman senilai US$ 4,42 miliar  atau setara Rp 63 triliun pada periode yang sama melalui skema Official Development Assistance (ODA), serta pinjaman melalui skema Other Official Flows (OOF) sebesar US$ 29,96 miliar atau setara Rp 427 triliun. Indonesia termasuk 10 negara penerima pinjaman terbesar dari Tiongkok melalui dua skema tersebut.

AidData merupakan laboratorium penelitian pengembangan internasional yang berbasis di Virginia's College of William & Mary. Lembaga ini menganalisis 13.427 proyek pembangunan Tiongkok senilai total U$ 843 miliar di 165 negara selama periode 18 tahun hingga akhir 2017 untuk mengungkap besaran utang tersembunyi dari proyek BRI.

AidData mendefinisikan utang tersembunyi sebagai utang yang diberikan oleh Tiongkok kepada negara berkembang bukan melalui pemerintahan negara peminjam, melainkan melalui perusahaan negara (BUMN), bank milik negara, Special Purpose Vehicle (SPV), perusahaan patungan dan lembaga sektor wasta.

Mayoritas dari utang tersebut biasanya tidak akan muncul dalam neraca utang pemerintah. Dengan demikian, utang ini tidak akan masuk dalam sistem pelaporan utang yang dibuat oleh lembaga keuangan dunia seperti Bank Dunia maupun Dana Moneter Internasional (IMF). Kendati demikian, utang ini dapat menjadi beban pemerintah apabila terjadi wanprestasi.

AidData melaporkan 70% pinjaman Tiongkok mengalir ke lima jenis debitur tersebut. Padahal, mayoritas pinjaman Tiongkok mengalir langsung ke pemerintahan  sebelum adanya proyek BRI. 

Laporan tersebut juga menemukan bahwa ada 42 negara yang  saat ini memiliki tingkat eksposur utang publik ke Cina lebih dari 10% PDB. Mereka juga menemukan bahwa utang-utang ini secara sistematis tidak dilaporkan ke sistem pencatatan utang milik Bank Dunia Debtor Reporting System (DRS). Hal ini karena mayoritas pemerintah pusat di negara-negara tidak melihatnya sebagai pinjaman utama yang harus segera dilunasi.

AidData juga menemukan sebagian utang yang diberikan lewat pendanaan proyek infrastruktur tersebut tidak menguntungkan bagi negara debitur. Catatan lembaga ini, ada sekitar 7% dari proyek BRI Tiongkok sejak 2000-2017 yang menghadapi skandal, kontroversi hingga pelanggaran hukum.

Indonesia, Pakistan, Malaysia, Vietnam dan kenya diketahui lima negara teratas yang memiliki proyek BRI bermasalah selama periode tersebut. 

"Masih harus dilihat apakah penyesalan para debitur atas proyek bermasalah tapi utang menggunung ini akan merusak keberlanjutan jangka panjang ambisi BRI Tiongkok. Tetapi jelas Beijing perlu mengatasi kekhawatiran negara-negara debitur untuk mempertahankan dukungan terhadap BRI,” kata salah satu penulis laporan tersebut Brooke Russell seperti dikutip oleh Katadata.co.id, Senin (4/10).

Tiongkok juga diketahui mulai mengungguli AS dalam hal ambisi menyalurkan pinjaman pembangunan infrastruktur di luar negaranya. AidData mencatat Tiongkok mengeluarkan anggaran US$ 85 miliar per tahun untuk program pembangunan di luar negeri, ini dua kali lebih banyak dari capaian Amerika sebesar US$ 37 miliar.

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, utang pemerintah per Agustus 2021 mencapai Rp 6.625,43 triliun atau setara dengan 40,85% terhadap produk domestik bruto (PDB).

Reporter: Abdul Azis Said
Editor: Agustiyanti

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...