Apakah Amerika Sudah Resesi atau Belum?

Aryo Widhy Wicaksono
29 Juli 2022, 18:19
Menteri Keuangan Amerika Serikat (AS) Janet Yellen memberikan keterangan pers di Nusa Dua, Bali, Kamis (14//7/2022).
ANTARA FOTO/Made Nagi
Menteri Keuangan Amerika Serikat (AS) Janet Yellen memberikan keterangan pers di Nusa Dua, Bali, Kamis (14//7/2022).

Raksasa kartu kredit Discover (DFS) dan Capital One (COF) pada Kamis (21/7) pekan lalu, mencatatkan pendapatan kuartalan yang lebih rendah dari ekspektasi analis. Saham mereka jatuh karena berita tersebut.

Tingkat tunggakan naik sedikit, dan kedua bank juga meningkatkan cadangan mereka untuk kerugian kredit di masa depan. Sebuah langkah peringatan yang menunjukkan kekhawatiran tentang arah ekonomi selama beberapa bulan ke depan.

Perusahaan telekomunikasi AT&T juga mengatakan dalam laporan pendapatannya bahwa banyak pelanggan pascabayar yang membayar tagihan bulanan mereka lebih lambat. "Kami melihat peningkatan kredit macet menjadi sedikit lebih tinggi dari tingkat pra-pandemi," kata CEO AT&T John Stankey pada panggilan konferensi dengan para analis pekan lalu.

Kondisi Ekonomi Dunia

Dana Moneter Internasional atau IMF melihat kondisi global yang lebih suram dan memperingatkan lonjakan inflasi serta dampak perang Ukraina dapat mendorong ekonomi dunia jatuh ke jurang resesi jika tak ditangani dengan tepat.

Mengutip Reuters, IMF dalam outlook terbarunya yang dirilis Selasa (26/7) memangkas perkiraan pertumbuhan ekonomi global dari ramalan April sebesar 3,6% menjadi 3,2%. Proyeksi ekonomi global tahun depan juga dipangkas dari 3,6% menjadi 2,9%.

"Prospek telah menjadi gelap secara signifikan sejak April. Dunia mungkin saat ada di tepi resesi, hanya dua tahun setelah yang terakhir," kata Kepala Ekonom IMF Pierre-Olivier Gourinchas dalam sebuah pernyataan.

IMF mengatakan perkiraan terbarunya "sangat tidak pasti" dan menyebut masih ada risiko penurunan ekonomi akibat perang Rusia di Ukraina yang meningkatkan harga energi dan pangan lebih tinggi.

Kenaikan harga akibat perang memperburuk inflasi dan menanamkan ekspektasi inflasi jangka panjang yang akan mendorong pengetatan kebijakan moneter lebih lanjut.

"Pertumbuhan global telah jatuh di bawah 2% hanya lima kali sejak 1970, termasuk resesi Covid-19 pada 2020," kata IMF.

Secara singkat, disrupsi perekonomian dunia terjadi akibat Covid-19, dan gangguan ini berlangsung dengan cara yang belum pernah terjadi sebelumnya. Ditambah lagi dengan adanya perang di daerah penghasil komoditas penting, pertumbuhan ekonomi yang melambat, dan Fed yang secara agresif memperketat pasokan uang setelah bertahun-tahun suku bunga rendah.

Halaman:

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...