Tersebab Salah Sasaran, Subsidi Energi Perlu Dievaluasi
Salah satu faktor pendorong kebijakan ini adalah tidak tepatnya penyaluran subsidi energi. Sri Mulyani menyebutkan, 98% konsumsi Pertamax dinikmati rumah tangga, di mana 86% di antaranya merupakan kelompok masyarakat mampu. Di luar itu, subsidi LPG 3 kilogram (kg) pun tak tepat penyalurannya. Pasalnya, 68% subsidi tabung gas melon dinikmati oleh rumah tangga mampu.
“Subsidi ratusan triliun yang kita berikan justru dinikmati oleh masyarakat kelompok mampu,” ucapnya, Jumat (26/8).
Terpisah, Ketua Badan Anggaran DPR Said Abdullah menyarankan agar harga BBM dinaikkan. Alasannya, anggaran jumbo yang digelontorkan selama ini memang tidak tepat sasaran.
“Apakah surplus ratusan triliun APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) saat ini juga akan ditambal ke subsidi lagi? Padahal subsidi BBM dan LPG 3 kg tidak tepat sasaran,” kata Said saat ditemui di Kompleks Parlemen, Kamis (16/8)
”Apakah itu akan diteruskan? Ini kepentingan siapa sebetulnya yang mempertahankan subsidi bentuk begini,” kata Said melanjutkan.
Sementara itu, pada Senin (29/8), ekonom Faisal Basri menuturkan bahwa anjloknya kuota BBM bersubsidi disebabkan pemerintah memberikan subsidi kepada masyarakat kelas menengah yang mayoritas memiliki kendaraan roda empat. Kurun waktu semester I 2022, penjualan mobil telah naik 20% dibanding periode yang sama tahun 2021.
“Adanya konsep kuota karena ada pengaturan harga. Jadi, yang bikin langka itu ya pemerintah sendiri,” kata Faisal.
Alokasi subsidi energi yang besar, sambung dia, bisa dipindah ke sektor yang lebih produktif dan tepat sasaran.
Misalnya, pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN) selama senam bulan kepada para pengemudi yang membeli suku cadang kendaraan. Atau, pemberian diskon tarif tol. “Itu lebih efektif,” ungkapnya.
(Tim Riset Katadata)