Tersebab Salah Sasaran, Subsidi Energi Perlu Dievaluasi

Shabrina Paramacitra
2 September 2022, 17:34
Subsidi energi yang rutin digelontorkan pemerintah tiap tahunnya justru diterima oleh masyarakat dari kalangan yang mampu. Subsidi ini pun dinilai tak tepat sasaran. Apa pasal?
Ilustrator: Lambok E. Martin Hutabarat | Katadata

Subsidi bahan bakar minyak (BBM) belum tepat sasaran. Sebagian besar dana subsidi tersebut justru dinikmati oleh orang-orang mampu.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu memaparkan, alokasi subsidi Pertalite tercatat sebesar Rp93,5 triliun. Dari jumlah itu, 86% atau Rp80,4 triliun dinikmati oleh rumah tangga. Selebihnya, 14% atau Rp 13,1 triliun dinikmati kalangan dunia usaha.

Dari Rp 80,4 triliun subsidi yang dinikmati rumah tangga, 80% di antaranya atau Rp64,3 triliun dinikmati oleh rumah tangga mampu. Selebihnya, Rp16,1 triliun dinikmati masyarakat miskin hingga rentan miskin. “Hanya 20% atau Rp16,1 triliun (subsidi Pertalite) dinikmati (warga) miskin dan rentan,” kata Febrio, sebagaimana diwartakan Katadata.co.id pada Selasa (30/8).

Sementara itu, untuk subsidi BBM solar, total subsidinya mencapai Rp143,4 triliun. Dari jumlah tersebut, 89% di antaranya atau Rp127,6 triliun dinikmati oleh dunia usaha. Sisanya, Rp15,8 triliun atau setara 11% dinikmati oleh rumah tangga. Dan, dari jumlah tersebut, Rp15 triliun di antaranya dinikmati masyarakat mampu. Jumlah itu mencakup 95% dari total subsidi Pertalite untuk rumah tangga.

Hanya 5% atau Rp79 miliar dana subsidi yang dinikmati warga miskin. Febrio menyimpulkan, kondisi ini menunjukkan pemberian subsidi yang tidak tepat sasaran.

Tahun ini pemerintah menganggarkan Rp208,9 triliun untuk subsidi energi. Namun, dengan berbagai pertimbangan, baik kondisi geopolitik, kurs rupiah, harga minyak mentah dunia dan Indonesia (Indonesian crude price/ICP), tingkat konsumsi BBM dan lain-lain, terjadi peningkatan kebutuhan subsidi energi.

Hal itu membuat kemungkinan pembengkakan subsidi dan kompensasi di sektor energi menjadi Rp502,4 triliun. Itu setara dengan biaya pembangunan 3.333 rumah sakit skala menengah, atau 227.886 sekolah dasar.

Untuk itu, Febrio menilai pentingnya pengkajian ulang terkait subsidi dan kompensasi energi. “Betapa kita memang harus memikirkan dan menghitung ulang subsidi tersebut,” ujarnya.

Jumlah subsidi dan kompensasi energi senilai Rp502,4 triliun itu pun, menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani, masih tidak cukup. Sebab, kuota volume BBM yang disubsidi terus menipis, sehingga memerlukan adanya penambahan kuota.

Sri Mulyani mengungkapkan, jika tren kenaikan harga minyak dunia, pelemahan kurs, serta volume konsumsi BBM terus melampaui kuota, maka anggaran subsidi dan kompensasi harus ditambah lagi sebesar Rp195,6 triliun.

Total dana subsidi dan kompensasi yang dibutuhkan pun bakal mencapai Rp698 triliun. Hal ini membuat pemerintah memilih opsi menaikkan harga BBM.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...