DPR Diminta Tolak Perppu Cipta Kerja karena Mengabaikan Publik
Pertama, memposisikan publik sebagai pihak yang berhadapan dengan pemerintah dalam proses legislasi. Kedua, menempatkan pemangku kepentingan dalam posisi tidak seimbang dalam perencanaan, penyusunan dan pembahasan produk hukum. Ketiga, kerancuan dalam skala prioritas materi muatan legisasi.
“Argumentasi kepentingan ekonomi dalam penerbitan Perppu Cipta Kerja ini juga memberikan kode yang membingungkan bagi publik. Apabila ada kebutuhan pengencangan anggaran karena potensi ekonomi yang memburuk, mengapa justru ada pengeluaran uang dengan skala massif, misalnya untuk membangun IKN dan memaksakan pembentukan UU IKN,” katanya.
Bahkan, menurutnya penerbitan Perppu Ciptaker semakin menegaskan bahwa publik tidak ada artinya bagi Pemerintah dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan.
Keharusan untuk menghadirkan partisipasi bermakna justru direspon dengan semakin mendangkalkan saluran-saluran partisipasi masyarakat. Hal tersebut terlihat dari dua Perppu yang baru saja terbit pada tahun 2022, yakni Perppu Pemilu dan Perppu Ciptaker.
“Di samping banyaknya pertanyaan dan polemik yang ditimbulkan dari penerbitan Perppu Ciptaker, celakanya sampai dengan rilis ini disusun dokumen Perppu Ciptaker belum dapat diakses. Hal itu menguatkan kesan bahwa pemerintah semakin menarik proses pembentukan peraturan perundang-undangan ke ruang gelap. Padahal prinsip transparansi adalah prasyarat terbukanya ruang partisipasi yang bermakna,” kata Nur.