Duduk Perkara Beda Klaim Mahfud-Kemenkeu soal Cuci Uang Emas Rp 189 T
Sementara soal Mahfud yang mengaitkannya dengan impor, menurut Yustinus, ini karena PT Q ternyata juga sempat mengajukan permohonan pembebasan pajak penghasilan (PPh) pasal 22 impor pada 2015. Namun, permohonan itu ditolak karena perusahaan tidak dapat memberikan data yang menunjukkan atas impor tersebut menghasilkan emas perhiasan tujuan ekspor.
Prastowo menyebut modus PT Q adalah mengaku sebagai produsen emas perhiasan tujuan ekspor untuk memperoleh pembebasan PPh pasal 22 impor.
"Sehingga jelas kenapa kegiatan ekspor disebut dalam klarifikasi kami. Karena ekspor lah yang menjadi indikasi awal adanya tindak pidana di bidang kepabeanaan oleh PT Q," tulis PRastowo dalam cuitannya 2 April lalu.
Prastowo juga menanggapi terkait pengalihan pemeriksaan dari semula temuan kepabeanan kemudian menjadi pajak. Hal ini tidak lepas dari putusan Mahkamah Agung alias MA yang menyatakan bahwa PT Q tidak melakukan tindak pidana.
Pada februari 2017, PN Tangerang memutuskan PT Q tidak melakukan tindak pidana kepabeanan. Kantor bea cukai kemudian mengajukan kasasi dengan hasil PT Q dinyatakan melakukan pidana. Namun, PT Q melawan balik dengan mengajukan peninjauan kembali atau PK. hasil PK itu kemudian keluar pada Juli 2019 yang kembali menyatakan PT Q tidak melakukan tindakan pidana.
"Mengenai apa yg disampaikan Pak Mahfud, bahwa ada LHP PPATK yg diserahkan 2017 dan diterima DJBC dan Itjen. Bukan tidak ditindaklanjuti. Justru sedang berproses maka dilakukan kegiatan intelijen untuk memperkuat ini. Apalagi 2019 ternyata PK memenangkan terdakwa," kata Prastowo.
Modus PT Q kembali terendus, karena itu PPATK kemudian kembali mengirimkan laporan pada 2020. Prastowo membenarkan bahwa Bea Cukai telah menerima by hand laporan PPATK itu dalam SR-205/PR.01/V/2020. Laporan itu terkait grup perusahaan yang bergerak di bidang emas yang terdiri atas 14 entitas, yakni sembilan badan dan empat orang pribadi. Transaksi 14 entitas ini lah yang mencapai Rp 189,7 triliun.
Bea Cukai, kata Prastowo, kemudian menindaklanuti laporan PPATK 2020 itu lewat analisis kepabeanan. Namun belum ditemukan adanya indikasi pelanggaran pidana di bidang kepabeanan.
Ia menyebut pemeriksaan kasus ini kemudian bergeser ke aspek pemeriksaan atas kepatuhann pajaknya karena pertimbangan tidan adanya unsur pidana dan putusan PK 2019 pada kasus PT Q. Setelah itu, PPATK mengirimkan surat pemeriksaan bernomor SR-595/PR.01/X/2020 yang disampaikan ke Ditjen Pajak.
Ditjen Pajak diketahui melakukan pemeriksaan bukti permulaan terhadap PT Q. Hasilnya, perusahaan mengakui adanya kurang bayar sehingga pemerintah memperoleh pembayaran sebesar Rp 1,25 miliar. Ditjen Pajak juga mencegah restitusi lebih bayar SPT tahunan 2016 yang sebelumnya dilakukan PT Q sebesar Rp 1,58 miliar.
"Sehingga menjadi jelas bahwa Kemenkeu tidak mendiamkan apalagi menutup-nutupi data PPATK ke Bu Menteri. Semua dapat dijabarkan dengan akuntabel, transparan, bahkan digunakan untuk optimalisasi penerimaan," kata Prastowo.