Inflasi Juni Sudah di Bawah 4%, Saatnya BI Pangkas Suku Bunga?

Abdul Azis Said
3 Juli 2023, 14:19
inflasi, suku bunga, bank Indonesia
ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha
Ilustrasi. BPS mencatat inflasi tahunan pada Juni 2023 sebesar 3,64%.

Kenaikan harga-harga semakin terkendali tercermin pada inflasi tahunan yang sudah turun di bawah target batas atas 4% pada Juni 2023. Namun, Bank Indonesia kemungkinan belum akan memangkas suku bunganya hingga akhir tahun ini di tengah arah kebijakan moneter bank sentral AS, The Federal Reserve yang masih hawkish.

Hawkish biasa muncul sebagai respons untuk menggambarkan kebijakan moneter yang cenderung kontraktif, seperti menaikkan suku bunga atau mengurangi neraca bank sentral. Sebaliknya, dovish biasanya diterjemahkan pasar ketika bank sentral berbicara tentang penurunan suku bunga atau meningkatkan pelonggaran kuantitatif untuk merangsang ekonomi.

Adapun Badan Pusat Statistik  mencatat inflasi Juni sebesar 3,52% dibandingkan tahun lalu, di bawah perkiraan pasar sebesar 3,64%. Realisasi ini juga merupakan rekor terendah dalam 14 bulan terakhir, serta melanjutkan tren penurunan dalam empat bulan terakhir.

"Semua komponen inflasi (inti, harga diatur pemerintah dan volatile food) menunjukkan tren penurunan sejak Maret 2023, terutama penurunan terdalam pada volatile food atau harga pangan bergejolak," kata Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (3/7).

Inflasi tahunan telah menanjak melampaui target bank sentral 2-4% sejak Juni tahun lalu. Inflasi semakin menjulang karena pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi jenis Pertalite dan Solar pada September 2022 sehingga mendorong inflasi mencapai 5,95%. Namun, harga berangsur terkendali  memasuki 2023 seiring penurunan pada harga pangan bergejolak.

Ekonom Bank Danamon Irman Faiz menilai, proses disinflasi pada harga-harga pangan berlangsung lebih cepat dari perkiraan sementra inflasi komponen inti relatif stabil. Ia memperkirakan inflasi masih berada di kisaran 3,5% sampai akhir tahun karena harga pangan masih berpotensi naik pada paruh kedua seiring musim kemarau.

Meski inflasi turun lebih cepat, Irman tak melihat peluang bagi Bank Indonesia untuk memangkas suku bunga acuannya. Ia memperkirakan suku bunga acuan akan dipertahankan sebesar 5,75% sampai akhir tahun. Alih-aling peluang penurunan, ia menyebut justru ada ruang bagi bank sentral untuk menaikkan bunga satu kali lagi 25 bps di sisa tahun ini jika rupiah semakin tertekan oleh kebijakan moneter yang hawkish dari The Fed.

"Kami meyakini BI akan memprioritaskan pencegahan risiko eksternal yang mempengaruhi rupiah, mengingat inflasi inti yang terkendali," kata Irman dalam catatannya.

Sementara itu, Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede melihat terdapat ruang pelonggaran moneter seiring dengan inflasi yang tetap terjaga di kisaran 3% dan inflasi secara umum yang berada di kisaran 4%. Namun di sisi lain, menurut dia, Bank Indonesia perlu menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dengan mempertimbangkan bahwa The Fed berpotensi untuk kembali menaikkan suku bunga FFR sekitar 25-50 bps pada Juli dan/atau September ke level 5,5%-5,75%.

Selain itu, Josua jugs melihat terdapat potensi peningkatan inflasi pangan/harga bergejolak terutama dengan kemungkinan El Nino yang juga akan menimbulkan kekeringan dan menganggu produktivitas tanaman pangan. Oleh sebab itu, ia memperkirakan BI tetap akan mempertahankan suku bunga acuan hingga akhir tahun demi menjangkar ekspektasi inflasi. 

Tekanan terhadap rupiah telah meningkat beberapa pekan terakhir setelah sinyal hawkish soal suku bunga The Fed. Bank sentral terbesar dunia itu kemungkinan masih akan menaikkan suku bunga acuannya dua kali lagi tahun ini setelah bulan lalu memutuskan untuk menjeda kenaikannya.

Mayoritas anggota komite pembuat kebijakan The Fed melihat perlunya kenaikan suku bunga 50 bps lagi atau 0,5% sampai akhir tahun untuk membawa inflasi ke bawah target 2%. Bank Indonesia juga telah menganalisis kemungkinan kenaikan 25 bps oleh The Fed akan dilakukan pada pertemuan bulan ini.

Namun, BI memberi sinyal tekanan rupiah tersebut tak serta merta akan mendorong bank sentral merespons dengan kenaikan suku bunga juga. Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers pada bulan lalu menyebut BI akan fokus pada "obat yang langsung menjaga stabilitas rupiah".

Obat yang dimaksudnya yakni stabilisasi melalui triple intervention ke pasar spot, DNDF dan surat berharga. Selain itu, BI akan menggunakan operation twist, yakni menjual surat berharga pemerintah jangka pendek dan membeli di tenor panjang. 

"Oleh karena itu, makanya suku bunga masih bisa diarahkan untuk inflasi dan pertumbuhan ekonomi," kata Perry dalam konferensi pers hasil RDG, Kamis (22/6).

Reporter: Abdul Azis Said
Editor: Agustiyanti

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...