Pemerintah Terus Waspadai Dampak Pelambatan Ekonomi Cina
Sejumlah rilis data terbaru memperkuat bukti bahwa ekonomi Cina melambat. Ekspor Cina pada Juli anjlok 14,5% dibandingkan tahun lalu, penurunan terdalam sejak Februari 2020. Impor juga anjlok 12,4% yang merupakan penurunan terdalam sejak Mei 2020.
Harga-harga di tingkat konsumen pada Juli yang turun atau deflasi 0,3% dibandingkan tahun lalu. Ini merupakan penurunan harga pertama kalinya selama lebih dari dua tahun terakhir. Deflasi ini dapat menjadi sinyal konsumsi domestik Cina yang melemah. Selain itu, kinerja manufaktur Negeri Panda itu pun konsisten terkontraksi selama empat kuartal terakhir.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede melihat dampak perlambatan di Cina ke ekonomi Indonesia sudah mulai terlihat, terutama melalui neraca transaksi berjalan. Ia mencatat, impor Cina dari Indonesia cenderung turun dalam empat bulan terakhir.
Kenaikan ekspor Indonesia ke Cina selama lima bulan pertama tahun ini juga tidak setinggi kenaikan tahun lalu, hanya mencapai 12,2%. Josua menyebut, penurunan ekspor ke Cina menjadi penyebab surplus dagang kuartal kedua ini lebih rendah. Surplus kuartal dua sebesar US$ 7,83 miliar, lebih rendah dari kuartal pertama US$ 12,27 miliar maupun dibandingkan kuartal kedua tahun lalu US$ 15,55 miliar.
Di sisi lain, pelemahan ekonomi Cina bisa membuat masyarakatnya menahan diri untuk berlibur ke Indonesia. Dengan demikian, neraca jasa di yang merupakan komponen dalam neraca transaksi berjalan juga akan tertahan.
"Kedua dampak tersebut berakibat pada potensi penurunan transaksi berjalan pada paruh kedua 2023," kata Josua, Rabu (9/8).