Jokowi Minta Realisasi Belanja Kementerian Dikebut, Total Rp 1.000 T
Presiden Joko Widodo meminta kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu) agar realisasi belanja kementerian/lembaga (K/L) bisa di atas 95% hingga akhir tahun 2023.
Dengan demikian, diharapkan K/L memperhatikan serapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) saat ini. Adapun per Oktober 2023, realisasi belanja K/L mencapai Rp 768,67 triliun atau 76,8% dari pagu Rp 1.000,84 triliun.
“Kami melihat bahwa itu masih sangat dimungkinkan kalau kita bisa memanfaatkan seluruh dua minggu sampai tiga minggu ke depan secara optimal," ujar Wamenkeu Suahasil Nazara dikutip dari Antara, Selasa (12/12).
Terkait dengan tahun 2024, Suahasil mengatakan bahwa Jokowi menekankan pentingnya melihat stabilisasi harga dan memastikan kesiapan memasuki tahun 2024 dalam pelaksanaan APBN. Untuk itu, K/L turut diarahkan agar bisa mulai melaksanakan APBN sedini mungkin sejak bulan Januari.
Mengenai penyaluran transfer ke daerah, Kemenkeu mempercepat pelaksanaannya pada akhir tahun 2023, yang diharapkan bisa melengkapi kesiapan pemerintah daerah (Pemda) untuk memaksimalkan penyerapan anggaran pada tahun ini agar mendapatkan efek maksimal terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.
Sementara terkait kondisi ekonomi global dan negara maju, dirinya mengungkapkan indikator ekonomi Amerika Serikat (AS) sudah mulai mengalami moderasi, baik dari sisi tenaga kerja, pertumbuhan ekonomi maupun inflasi.
Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi China lebih baik dari estimasi beberapa bulan yang lalu meskipun masih lemah, sedangkan pertumbuhan ekonomi Eropa masih cukup berat dan negatif.
“Semoga ini bisa segera selesai sehingga kita akan menutup tahun 2023. Estimasi Kemenkeu, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih di sekitar angka 5%,” kata Wamenkeu.
Dari sisi inflasi domestik, tercatat masih cukup terkendali di level 2,9%. Namun demikian, Suahasil mengingatkan untuk memberi perhatian khusus pada inflasi harga pangan, terutama menuju akhir Desember saat perayaan Natal 2023 dan Tahun Baru 2024 yang akan meningkatkan permintaan atas beberapa produk pangan.
Secara khusus, pemerintah telah memperhatikan beberapa harga produk yang telah dilaporkan, serta kesiapan stok beras, jagung dan berbagai komoditas lainnya.
Anggaran Penanganan Perubahan Iklim
Suahasil mengatakan, APBN untu mendanai proyek mitigasi dampak perubahan iklim dengan menggunakan "budget tagging" khusus.
“Dalam APBN, telah dialokasikan anggaran untuk menangani perubahan iklim secara rutin, yang penggunaannya dapat dilihat pada laporan Budget Tagging on Climate Change,” kata Suahasil.
Ia menyebut, anggaran tersebut disalurkan kepada berbagai kementerian dan lembaga yang sama-sama berupaya agar Indonesia dapat mencapai target emisi karbon nol di 2060.
“Kemenkeu juga bekerjasama dengan berbagai Kementerian atau Lembaga untuk memetakan budget yang digunakan untuk mitigasi dan adaptasi perubahan iklim,” katanya.
Namun demikian, ia memandang pendanaan untuk memitigasi dampak perubahan iklim tak cukup hanya ditopang oleh APBN. Oleh karena itu, pemerintah perlu bekerjasama dengan pelaku usaha swasta baik di dalam maupun di luar negeri, pemerintah negara lain, serta organisasi internasional untuk mendanai proyek untuk menurunkan emisi karbon.
“Kita bisa melihat bahwa Indonesia juga aktif dalam forum internasional, seperti Conference of the Parties (COP) dan menjadi chair dari koalisi Menteri Keuangan terhadap pendanaan perubahan iklim,” ujarnya.
Peluncuran ETM dan JET-P
Di sisi lain, Wamenkeu mengatakan bahwa mengatasi perubahan iklim juga membutuhkan pendanaan inovatif sehingga Indonesia meluncurkan Energy Transition Mechanism (ETM) dan aktif dalam Just Energy Transition Partnership (JET-P).
Kedua platform internasional tersebut menjadi saluran untuk membantu negara berkembang, termasuk Indonesia, untuk mendanai perubahan iklim yang berkontribusi kepada penurunan emisi. Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) yang mengatur penurunan emisi karbon dengan penyelenggaraan pasar karbon juga disahkan pada tahun ini.
Menurut Wamenkeu, keseluruhan upaya tersebut merupakan agenda besar Indonesia dalam ekosistem penurunan emisi karbon dan perubahan iklim.
“Karena di dalam janji kita ingin mewujudkan net zero emission, dalam janji kita mewujudkan NDC (Nationally Determined Contribution) untuk mengurangi emisi karbon, peran dari sektor keuangan itu luar biasa besar. Tidak akan mungkin tanpa partisipasi sektor keuangan,” ujar Wamenkeu.