Ada Pemilu dan Bansos, Konsumsi Warga RI Diprediksi Naik di 2024

Ferrika Lukmana Sari
7 Februari 2024, 06:26
Bansos
ANTARA FOTO/Zul Kifly/ap/rwa.
Calon presiden nomor urut 1 Anies Rasyid Baswedan menghadiri kampanye akbar Partai Nasdem di Pare Pare, Sulawesi Selatan, Selasa (6/2/2024). Anies Baswedan mengajak masyarakat setempat memanfaatkan pemilu presiden dan wakil presiden pada 14 Februari 2024 untuk mewujudkan perubahan menuju Indonesia yang adil dan makmur untuk semua.
Button AI SummarizeBuat ringkasan dengan AI

Gelaran Pemilu 2024 dan penyaluran bantuan sosial (bansos) diperkirakan akan mengerek konsumsi rumah tangga pada tahun ini. Meski demikian, Indonesia masih akan dibayangi oleh pelemahan harga komoditas sehingga memberi efek terhadap konsumsi masyarakat.

Ekonom Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) Teuku Riefky mengatakan, pertumbuhan konsumsi didorong oleh Pemilu dan aktivitas-aktivitas lain seperti kampanye.

“Banyak aktivitas yang dilakukan yang mampu mendorong perputaran uang dan diharapkan konsumsi akan lebih tinggi lagi, ditambah ini Pemilu pertama yang dilakukan serentak di level nasional dan kabupaten serta kota, dampak multiplier akan cukup besar untuk peningkatan,” ujar Teuku kepada Katadata.co.id, Selasa (6/2).

Sementara itu, Ekonom Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Nailul Huda menilai, program bansos pemerintah dapat menjaga daya beli masyarakat, khususnya masyarakat kelas menengah ke bawah.

“Mereka sangat terhimpit dengan kenaikan harga barang secara umum, namun pendapatan tidak meningkat. Bansos dapat menjadi penyelamat bagi mereka,” ujarnya.

Senada, Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Yusuf Rendy Manilet juga memperkirakan, peningkatan anggaran bansos dan sejumlah insentif fiskal pemerintah akan sedikit menyumbang pertumbuhan konsumsi.

Meski demikian, konsumsi rumah tangga akan relatif stabil dan cenderung melemah secara marginal. Efek pendapatan rumah tangga dari kenaikan harga komoditas pada 2022 dan awal tahun 2023 diperkirakan akan hilang pada tahun depan.

“Konsumsi barang-barang tahan lama yang mengandalkan kredit, seperti kendaraan dan properti, juga akan sedikit tertekan oleh dampak pengetatan moneter Bank Indonesia (BI) pada kuartal terakhir tahun ini,” ujarnya.

Dibayangi Pelemahan Harga Komoditas Global

Yusuf mengungkapkan, ada beberapa faktor yang menahan pertumbuhan konsumsi swasta pada tahun ini, seperti pelemahan harga komoditas global dan kenaikan suku bunga akibat kebijakan moneter yang mengetat

Selain itu, dipengaruhi rencana perluasan basis pajak, dan pertumbuhan upah sektor riil yang lebih rendah dibandingkan inflasi. Bahkan pelemahan harga komoditas berpotensi melemahkan pertumbuhan konsumsi swasta pada 2024.

Per tahun ini saja, pertumbuhan upah riil sektor pertambangan sudah terkontraksi 2% dibandingkan tahun sebelumnya. Sektor pertambangan sendiri menyerap 1,2% dari 52,69 juta pekerja dengan status buruh/karyawan/pegawai.

Meski persentase pekerja sektor pertambangan relatif sedikit, penurunan upah pada sektor ini perlu diperhatikan, mengingat posisinya sebagai tiga besar sektor dengan gaji tertinggi di Indonesia.

Selaras dengan hal tersebut, sektor jasa keuangan, asuransi dan sektor informasi dan komunikasi juga mengalami penurunan rata-rata upah riil masing-masing sebesar 4% dan 8%

“Berkontraksinya pertumbuhan upah ketiga sektor ini perlu diwaspadai mengingat kelompok menengah atas adalah penggerak utama konsumsi swasta, dimana 60% penduduk berpengeluaran sedang dan tinggi berkontribusi terhadap 81,94% konsumsi masyarakat,” ujarnya.

Konsumsi Rumah Tangga Melambat di 2023

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatatkan tingkat konsumsi rumah tangga pada kuartal IV 2023 cenderung melambat dan hanya tumbuh 4,47% secara tahunan (yoy). Sementara pada kuartal III 2023 tumbuh 5,05% yoy, dan kuartal IV 2022 naik sebesar 4,5% yoy.

Ketua Plt BPS, Amalia Adininggar mengatakan, perlambatan konsumsi rumah tangga berasal dari pengeluaran kelompok menengah atas yang turun. Hal ini tercermin dari indikator perlambatan pertumbuhan pajak pertambahan nilai atas barang mewah (PPnBM).

“Jumlah penumpang angkutan udara melambat, serta penjualan mobil penumpang yang tidak setinggi tahun lalu tak menyumbang sebanyak tahun lalu,” ujar Amalia dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (5/2).

Namun terdapat peningkatan dari sisi investasi finansial. Seperti simpanan berjangka yang mengalami penguatan. Dengan begitu, ada pergeseran pola konsumsi ke investasi.

Reporter: Zahwa Madjid

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...