Kemenkeu Tebar Insentif Kepabeanan Rp 10,6 Triliun pada April 2024
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat realisasi penyaluran insentif kepabeanan sebesar Rp 10,6 triliun hingga April 2024. Nilai itu meningkat 13,6% secara tahunan atau year on year (yo).
Kepala Subdirektorat Humas dan Penyuluhan Bea Cukai, Encep Dudi Ginanjar mengatakan, peningkatan insetif kepabeanan itu dipengaruhi pertumbuhan insentif untuk fasilitas bea masuk kawasan berikat, penanaman modal, dan keperluan pertahanan dan keamanan.
"Kawasan berikat sendiri telah memberikan dampak nilai ekonomi berupa ekspor sebesar US$ 29,9 miliar dan nilai investasi US$ 1.121,3 juta per April 2024," kata Encep dalam keterangan resmi, dikutip Senin (3/6).
Bea Cukai juga mencatat peningkatan jumlah penindakan yang mencapai 11.195 penindakan dengan komoditas utama berupa hasil tembakau, minuman mengandung etil alkohol (MMEA), narkotika, psikotropika, dan prekursor (NPP), obat, dan tekstil.
Jumlah penindakan tersebut meningkat 12,7% yoy pada April 2024. Penindakan itu masih didominasi oleh penindakan terhadap hasil tembakau, MMEA, NPP, tekstil, dan besi baja.
"Capaian positif ini sejalan dengan optimalisasi pelaksanaan tugas dan fungsi Bea Cukai baik sebagai revenue collector, industrial assistance, trade facilitator, maupun community protector," kata dia.
Namun penerimaan kepabeanan dan cukai hanya tumbuh 1,3% menjadi Rp 95,7 triliun atau mencapai 29,8% dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Menurut Encep, pertumbuhan tersebut didorong oleh penerimaan bea keluar yang tumbuh signifikan. Tercatat realisasi bea masuk mencapai Rp 15,7 triliun (27,4% dari target), bea keluar sebesar Rp 5,8 triliun (33,0% dari target), dan cukai sebesar Rp 74,2 triliun (30,2% dari target).
Sedangkan bea masuk turun tipis sebesar 0,5% karena penurunan rata-rata tarif efektif bea masuk dan penerimaan dari komoditas utama, seperti kendaraan roda empat, suku cadang kendaraan, dan gas alam dan buatan.
Sementara pertumbuhan bea keluar mencapai 40,6% dari tahun lalu, disumbang dari kebijakan relaksasi ekspor komoditas mineral. Kemudian untuk cukai, terdapat penurunan sebesar 0,5% yoy karena produksi hasil tembakau yang tumbuh ada di golongan tarif rendah yaitu golongan tiga.