Utang Pemerintah Capai Rp 8.353 Triliun pada Mei 2024, Terbesar di SBN

Ferrika Lukmana Sari
4 Juli 2024, 06:49
utang
Instagram/Menteri Keuangan Sri Mulyani
Menteri Keuangan Sri Mulyani
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Jumlah utang pemerintah terus menggunung, bahkan menunjukkan kenaikan signifikan baik secara bulanan maupun tahunan. Utang tersebut paling banyak dari penerbitan surat berharga negara (SBN), terutama SBN domestik.

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat posisi utang pemerintah mencapai Rp 8.353,02 triliun hingga Mei 2024. Nilai ini naik Rp 565 triliun dari posisi Mei 2023 dan naik 14,59 triliun dari posisi April 2024.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut rasio utang tersebut mencapai 38,71% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Nilai dinilai masih di bawah batas aman 60% PDB sesuai Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Keuangan Negara.

Secara rinci, utang pemerintah yang berasal dari SBN sebesar Rp 7.347,50 triliun. Terdiri dari SBN domestik sebesar Rp 5.904,64 triliun, dan SBN valas sebesar Rp 1.442,85 triliun.

Diikuti utang pemerintah dari pinjaman sebesar Rp 1.005,52 triliun. Terdiri atas pinjaman dalam negeri sebesar Rp 36,42 triliun, dan pinjaman luar negeri sebesar Rp 969,10 triliun.

"Selaras dengan kebijakan umum pembiayaan utang untuk mengoptimalkan sumber pembiayaan dalam negeri dan utang luar negeri sebagai pelengkap, mayoritas utang pemerintah berasal dari dalam negeri dengan proporsi 71,12%," kata Sri Mulyani dalam Buku APBN KiTa dikutip Kamis (4/7).

Alasan Memilih Utang dari SBN

Sri Mulyani bilang, komposisi utang pemerintah sebagian besar dari SBN yang mencapai 87,96%. Karena, pasar SBN yang efisien dapat meningkatkan daya tahan sistem keuangan Indonesia terhadap guncangan ekonomi dan pasar keuangan.

"Dengan aktivitas pembiayaan utang melalui penerbitan SBN, pemerintah turut mendukung pengembangan dan pendalaman pasar keuangan domestik," kata Sri Mulyani.

Selain itu, menurut Sri Mulyani, SBN turut menyediakan referensi untuk menentukan harga instrumen pasar keuangan lainnya dan digunakan oleh para pelaku pasar untuk mengelola risiko suku bunga.

Untuk itu, pemerintah terus berupaya mewujudkan pasar SBN domestik yang dalam, aktif, dan likuid. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi pengelolaan utang dalam jangka panjang, pemerintah

Salah satu strateginya adalah melalui pengembangan berbagai instrumen SBN, termasuk pula pengembangan SBN tematik berbasis lingkungan (Green Sukuk) dan SDGs (SDG Bond dan Blue Bond).

Bahkan, pemerintah turut mendorong transformasi digital dalam proses penerbitan dan penjualan SBN yang didukung dengan sistem online. Hal ini mampu membuat pengadaan utang melalui SBN menjadi semakin efektif dan efisien, serta kredibel.

Rasio Utang Pemerintah Turun

Menurut dia, pengelolaan portofolio utang berperan besar dalam menjaga kesinambungan fiskal secara keseluruhan. Pemerintah pun secara konsisten mengelola utang secara cermat dan terukur dengan menjaga risiko suku bunga, mata uang, likuiditas, dan jatuh tempo yang optimal.

Hal ini tercermin dari rasio utang mencapai 38,71% terhadap PDB pada Mei 2024, atau tetap konsisten terjaga di bawah batas aman 60% PDB sesuai UU Nomor 17/2003 tentang Keuangan Negara.

"Rasio ini terus menunjukkan tren penurunan dari angka rasio utang terhadap PDB 2021 yang tercatat 40,74%, 2022 di 39,70% dan 2023 di 39,21% dan lebih baik dari yang ditetapkan," ujarnya.

Pihaknya fokus melakukan Strategi Pengelolaan Utang Jangka Menengah 2024-2027 di kisaran 40%, serta mengutamakan pengadaan utang dengan jangka waktu menengah-panjang dan melakukan pengelolaan portofolio utang secara aktif.

Per akhir Mei 2024, profil jatuh tempo utang pemerintah terhitung cukup aman dengan ratarata tertimbang jatuh tempo (average time maturity/ATM) di 8 tahun. Hal ini dibarengi pengelolaan utang pemerintah yang diisiplin turut menopang hasil asesmen lembaga pemeringkat kredit (S&P, Fitch, Moody’s, R&I, dan JCR). 

"Hingga saat ini Indonesia tetap mempertahankan rating sovereign Indonesia pada level investment grade di tengah dinamika perekonomian global dan volatilitas pasar keuangan," ujarnya.

Reporter: Ferrika Lukmana Sari

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...