Menakar Untung Rugi RI Gabung dengan BRICS, Peluang Ekonomi atau Tantangan Baru?

Rahayu Subekti
25 Oktober 2024, 18:42
BRICS
123RF.com
BRICS, sebuah platform utama untuk pasar negara berkembang dan negara-negara berkembang, menyambut lima anggota baru: Mesir, Iran, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Etiopia.
Button AI SummarizeBuat ringkasan dengan AI

Pemerintah Indonesia resmi mengumumkan keanggotaanya dengan BRICS. BRICS merupakan blok ekonomi yang beranggotakan negara-negara berkembang seperti Brasil, Rusia, India, Cina, dan Afrika Selatan.

Secara bersamaan, Indonesia juga tengah merampungkan proses aksesi keanggotaan Organisation for Economic Co-Operation and Development (OECD). OECD merupakan organisasi intergovernmental atau antar pemerintah negara-negara maju di dunia yang memiliki misi untuk mewujudkan perekonomian global, bersih, dan berkeadilan.

Kondisi ini cenderung berisiko jika Indonesia juga menjalani proses sebagai anggota BRICS. “Ada risiko bahwa kebijakan investasi yang tidak konsisten yang dapat mengganggu stabilitas dan kepastian hukum yang dibutuhkan oleh investor,” kata Direktur Kebijakan Publik Center of Economic and Law Studies (Celios) Media Wahyudi Askar kepada Katadata.co.id, Jumat (25/10). 

Jika tidak dimitigasi langkah untuk bergabung dengan BRICS, maka berpotensi menimbulkan ketegangan dengan OECD. Hal itu bisa berujung pada kebijakan proteksionisme yang tidak adil.  “Ini mengingat kedua organisasi tersebut memiliki pendekatan dan nilai-nilai yang berbeda,” ujar Media. 

Untuk itu, ketegangan itu perlu direspons dengan baik demi menjaga hubungan baik dan tidak merugikan pelaku usaha serta industri.  Meski begitu, Indonesia bisa tetap mendapat keuntungan dan tantangan jika bergabung dengan BRICS serta OECD, terutama dalam hal investasi di dalam negeri.

Misalnya, keanggotaan BRICS bisa memberikan Indonesia akses yang lebih luas ke negara-negara berkembang dengan potensi pasar yang besar. “Ini dapat menciptakan peluang investasi di sektor-sektor strategis seperti infrastruktur, energi, dan teknologi,” kata Media. 

Makin Banyak Barang Murah Cina Masuk RI

Direktur Eksekutif Celios Bhima Yushistira menilai bergabungnya Indonesia ke BRICS akan memperkuat hubungan dengan Cina. Namun itu bisa berdampak negatif jika terjadi dalam jangka waktu yang cukup lama. 

“Akan banyak barang-barang murah dari Cina, karena kelebihan kapasitas produksi yang dikirim ke Indonesia,” kata Bhima. 

Selain itu, kinerja ekspor ke Cina juga berpotensi melemah karena permintaan domestik di Negara Tirai Bambu ini juga tengah kesulitan. Risiko itu menjadi implikasi yang kontradiksi dengan tujuan Indonesia dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. 

Hal tersebut juga tidak sejalan proses aksesi OECD yang tengah dijalani Indonesia. “Jadi kita harus memilih mana sebenarnya yang lebih strategis, bergabung dengan OECD atau BRICS,” ujar Bhima. 

Jika terlalu banyak forum-forum yang sifatnya multilateral, justru akan membuat energi Indonesia habis dan tidak fokus. Sementara di OECD, perlu ada penyesuaian regulasi di Indonesia. 

“Itu membutuhkan waktu yang tidak sedikit, serta membuang-buang energi dan biaya karena membutuhkan koordinasi dengan sekretariat BRICS. Daya tahan APBN juga akan terganggu,” kata Bhima. 

Keuntungan RI Masuk BRICS 

Ekonom Celios lainnya, Nailul Huda menilai tetap ada peluang positif atau keuntungan jika Indonesia bergabung dengan BRICS. Terlebih gerakan diplomasi Indonesia merupakan gerakan nonblok sehinga BRICS dan OECD bisa menjadi pilihan.

Data menunjukkan, proporsi ekonomi negara BRICS mengalami peningkatan yang cukup tajam. Pada 1990, proporsi ekonomi negara BRICS hanya 15,66% namun pada 2022 meningkat menjadi 32%. 

Meskipun ekonomi Cina diprediksi bakal tumbuh melambat, tapi tetap akan menjadi pesaing bagi AS ke depan. “Bergabung dengan BRICS, akan memberikan keuntungan bagi Indonesia untuk bisa lepas dari pasar tradisional seperti AS dan Eropa,” kata Huda. 

Anggota BRICS saat ini juga tidak hanya terdiri dari lima negara saja, tapi negara Timur Tengah sudah mulai masuk ke koalisi BRICS. Hal ini sejalan dengan keinginan pemerintah untuk masuk ke pasar Timur Tengah. “Jadi sebenarnya keuntungan masuk BRICS cukup besar,” ujar Huda. 

Namun koalisi BRICS juga memunculkan risiko bentrokan kepentingan dengan negara adidaya lain seperti Amerika Serikat (AS). Salah satunya terkait dengan fasilitas perdagangan dengan AS yang bisa dicabut atau bahkan dikurangi. 

“Terlebih, ada potensi perang dagang AS dan Cina jika Donald Trump menang. Ada potensi ekonomi global akan melambat dan berdampak pada negara koalisi. Ini yang harus diwaspadai,” kata Huda. 

Reporter: Rahayu Subekti

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...