Defisit APBN Terancam Membengkak Imbas Pelemahan Rupiah

Ringkasan
- Lomba 17-an dapat menjadi cara untuk mempererat hubungan dan memeriahkan semangat kemerdekaan.
- Ide lomba untuk semua usia antara lain balap bakiak dengan bakiak dimodifikasi, lomba menghias tumpeng sebagai ajang berkumpul warga, dan lomba menangkap belut untuk mengasah keterampilan peserta.
- Ide lomba lainnya seperti memindahkan air menggunakan spons, mengumpulkan bola berdasarkan warna, estafet tepung dan air, jepit balon, bawa kelereng, dan tisu angin juga dapat menambah keseruan perayaan Hari Kemerdekaan.

Rupiah kini terus melemah hingga hampir tembus Rp 17.000 per dolar AS. Pada penutupan perdagangan kemarin, rupiah ditutup menguat namun masih menyentuh level Rp 16.872 per dolar AS.
Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, mengungkapkan pelemahan rupiah ini akan berdampak kepada anggaran pendapatan dan belanja negara atau APBN. “Kebijakan fiskal ekspansif di tengah depresiasi rupiah dan menurunnya penerimaan negara menciptakan tekanan besar pada struktur APBN,” kata Hidayat, Kamis (10/4).
Hidayat menjelaskan defisit anggaran yang semula dipatok pada 2,29% dari produk domestic bruto atau PDB berpotensi melebar menjadi di atas 3%. Hal ini bisa terjadi jika tren penerimaan pajak terus turun dan harga komoditas global tidak membaik.
“Dalam kondisi seperti ini, ruang fiskal pemerintah menjadi makin sempit, sementara kebutuhan pembiayaan membengkak,” ujar Hidayat.
Belum lagi, pemerintah dipaksa meningkatkan utang melalui penerbitan Surat Utang Negara (SUN). Menurut Hidayat, hal ini akan menambah beban bunga dan mempersempit ruang fiskal di masa depan.
“Dengan kurs rupiah yang makin tertekan, pembayaran utang luar negeri dalam dolar AS menjadi makin mahal. Ketergantungan pada pembiayaan eksternal membuat stabilitas fiskal Indonesia rentan terhadap gejolak global dan penarikan modal oleh investor asing,” kata Hidayat.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sempat mengatakan bahwa APBN akan menjadi jangkar utama menghadapi tekanan global. Pemerintah meningkatkan alokasi untuk bantuan sosial dan subsidi, serta memperluas insentif fiskal untuk menjaga konsumsi dan investasi.
Namun, Hidayat mengatakan terdapat masalah utama yaitu asal dana tersebut. Pembiayaan global bond tidak memadai karena selain lebih mahal dan harus menawarkan yield lebih tinggi.
"Kebijakan Trump juga menjadikan investor tidak tertarik ke negara berkembang,” ujar Hidayat.
Efek Perang Dagang
Pengamat mata uang, Ibrahim Assuaibi mengungkapkan pergerakan mata uang rupiah saat ini juga dipengaruhi beberapa faktor internal. Pemerintah saat ini mengakui perang dagang berpotensi meningkatkan harga barang impor.
“Meski tidak banyak komponen produk yang dibuat di Amerika dan diekspor ke negara lain sebagai bahan baku lanjutan harganya bisa naik. Kenaikan harga barang impor, berpotensi menekan inflasi,” kata Ibrahim.
Selain itu, perang dagang ini juga berdampak pada penurunan perdagangan internasional karena tarif tinggi membuat barang impor lebih mahal. Negara-negara di kawasan seperti ASEAN yang bergantung pada ekspor ke negara-negara besar dapat mengalami penurunan keuntungan dalam berdagang, sehingga bisa berpotensi berpengaruh pada kawasan ASEAN.
Ibrahim menyebut perusahaan yang terdampak perang dagang akan menyesuaikan rantai pasokan mereka, salah satunya mengalihkan produksi dari China ke negara lain guna menghindar dari tarif tinggi. Kemudian pemindahan produksi akan menciptakan peluang baru bagi negara ASEAN, namun juga menimbulkan tantangan baru seperti kesiapan infrastruktur dan kebijakan perdagangan.