Penambahan Kuota Dinilai Tak Selesaikan Kelangkaan Solar Subsidi

Muhamad Fajar Riyandanu
30 Maret 2022, 18:08
solar langka, bbm, pertamina
ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra

Pertamina mengajukan permintaan untuk menambah kuota solar bersubsidi sebesar 2 juta kilo liter (KL) menjadi 17 KL saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR pada Selasa (29 /3). Permintaan tersebut mendapat dukungan untuk selanjutnya dibahas bersama Kementerian ESDM.

Wakil Ketua Komis VII DPR, Eddy Soeparno mengatakan penambahan kuota solar ini dibutuhkan untuk menjaga pasokan. “Komisi VII mendukung agar keberlangsungan Pertamina sebagai entitas yang memegang peran vital dalam menyediakan BBM untuk seluruh negeri ini bisa dilaksanakan,” ujarnya.

Advertisement

Meski demikian penambahan kuota dinilai tidak akan menyelesaikan kelangkaan solar bersubsidi di lapangan. Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan, mengatakan penambahan kuota hanya menyelesaikan masalah kelangkaan solar bersubsisi secara sementara.

“Berapapun kuota yang ditetapkan oleh Pemerintah pada akhirnya pasti diakhir tahun ada cerita yang namanya kelangkaan” kata Mamit saat dihubungi lewat sambungan telepon pada Rabu (23/3), siang.

Mamit menambahkan, akar masalah dari kelangkaan solar subsidi di sejumlah SPBU disebabkan oleh minimnya pengawasan dan lebarnya disparitas antara harga solar bersubsidi dengan solar non subsidi. Adapun harga solar non subsidi seperti Dexlite dijual di harga Rp 12.950 per liter. Sementara solar subsidi dilego Rp 5.150 per liter.

“Karena dispartitas harganya jauh, gimana orang tidak tergiur untuk menyelundupkan, curang. Mereka beli Rp 5.000 per liter lalu jual saja Rp 8.000 per liter pasti banyak yang beli,” sambung Mamit.

Ketimbang menambah kuota solar bersubsidi, Mamit berharap pemerintah dan Pertamina terus meningkatkan pengawasan dan aturan yang jelas mengenai siapa saja yang berhak untuk mendapatkan solar subsidi.

Selain itu, Mamit juga sepakat dengan ususlan DPR yang mengharuskan adanya koordinasi antara Kementerian ESDM, Pertamina, BPH MIgas, dan aparat penegak hukum untuk mengawasi distribusi maupun penyaluran solar bersubsidi.

“Sehingga benar-benar ada distribusi yang tepat sasaran. Dan yang paling penting harus ada edukasi dari pemerintah kepada masyarakat terkait siapa saja yang berhak atas solar subsidi,” ujarnya.

Mamit menjelaskan, Rujukkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 Tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak dinilai tidak memberikan kriteria rigit yang berdampak pada implementasi distribusi yang buruk.

“Karena tidak ada ketegasan dari pemerintah yang menyatakan bahwa siapa yang berhak menggunakan solar subsidi, implementasinya ini tidak detail," ujarnya.

Halaman:
Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement