Senasib Nikel, Hilirisasi Bauksit Berpotensi Didominasi Investor Cina

Muhamad Fajar Riyandanu
30 Desember 2022, 16:24
hilirisasi, bauksit, larangan ekspor bauksit, smelter
123RF
Foto ilustrasi ekstraksi bauksit dengan metode terbuka di tambang perusahaan penambangan dan pengolahan.

Asosiasi Pengusaha Bauksit dan Bijih Besi Indonesia (APB3I) menyampaikan bahwa Cina berpotensi kembali menjadi investor terbesar di proyek hilirisasi bauksit di dalam negeri sebagaimana yang pernah mereka dilakukan pada program hilirisasi bijih nikel.

Pelaksana Harian Ketua Umum APB3I, Ronald Sulistyanto, mengatakan bahwa asosiasi kerap menjalin komunikasi dengan calon mitra investor ihwal penanaman modal asing di sektor industri bauksit. Namun dalam waktu dua tahun terakhir, hanya Cina yang menanggapi ajakan tersebut dengan positif.

Satu diantaranya adalah Aluminum Corporation of China Limited atau Chalco. "Gak ada investor lain selain Cina, khususnya untuk nikel dan bauksit. Kami cari dan temui mereka selama dua tahun untuk masuk Indonesia," kata Ronald kepada Katadata.co.id melalui sambungan telepon pada Jumat (30/12).

Ronald menyebut, Cina merupakan negara yang menjadi penanam uang terbesar di dalam perjalanan investasi pertambangan di Indonesia, khususnya pada komoditas tambang mineral nikel dan bauksit.

Pasalnya, bauksit dan nikel merupakan komoditas penting bagi Cina yang sebagaian besar dimanfaatkan untuk menjadi produk antara atau bahan baku yang sudah melalui proses pengolahan dan digunakan dalam proses produksi.

"Di dua sektor itu, Cina masih punya peran penting karena nikel dan bauksit itu produk antara-nya mereka," ujarnya.

Dia juga menyebutkan bahwa tidak ada satu pun perusahaan domestik yang sanggup untuk menjalankan industri pengolahan bijih bauksit di dalam negeri tanpa ada bantuan dari investasi Cina.

Hal ini berangkat dari besaran rata-rata belanja modal hingga US$ 1,2 miliar atau setara Rp 18,6 triliun untuk pembagunan satu unit smelter yang mampu mengolah 6 juta ton bijih bauksit menjadi 2 juta ton alumina per tahun.

"Kalau biaya sendiri gak sanggup, tapi kalau dibantu oleh pemerintah dengan penyertaan modal saham sekira 25% mungkin masih sanggup," kata Ronald.

Lebih lanjut, Ronald mengatakan bahwa sumber pendanaan atau suntikan modal dari lembaga keuangan di Tanah Air kian sulit untuk menyalurkan pinjaman kepada pelaku usaha industri bauksit. Menurutnya, inilah yang membuat perusahaan bauksit di dalam negeri harus mencari tambahan investasi dari Cina.

Halaman:
Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...