Asosiasi TV Swasta Dukung Gugatan UU Penyiaran Soal YouTube & NetFlix

Cindy Mutia Annur
30 Juni 2020, 19:55
netflix, youtube, uu penyiaran, judicial review rcti inews
KATADATA/Arief Kamaludin
Ilustrasi YouTube.

Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) mengungkapkan bahwa judicial review yang diajukan RCTI dan iNews terkait layanan Netflix dan YouTube merupakan 'suara hati' para anggotanya terhadap perlakuan yang tidak setara antara industri penyiaran dalam negeri dengan layanan over the top (OTT) asing.

RCTI dan iNews mengajukan judicial review kepada Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Netflix-YouTube agar layanan streaming film dan video on demand (VoD) tunduk pada Undang-undang (UU) Penyiaran.

"Definisi UU Penyiaran masih dalam kategori abu-abu khususnya terhadap OTT, inilah yang diajukan ke MK dan judicial review itu menyuarakan mayoritas anggota kami," ujar Ketua ATVSI Syafril Nasution dalam video conference, Selasa (30/6).

Perlu diketahui, permohonan itu ditandatangani oleh Direktur Utama iNews TV David Fernando Audy dan Direktur RCTI Jarod Suwahjo. Mereka mengajukan judicial review Pasal 1 ayat 2 UU Penyiaran. Pasalnya definisi penyiaran dalam pasal itu belum mencakup penyiaran menggunakan internet, sehingga aturan itu menjadi 'abu-abu' bagi perusahaan OTT.

(Baca: UU Penyiaran Belum Atur YouTube-Netflix, RCTI & iNews Gugat ke MK )

Syafril mengatakan, asosiasi mencatat setidaknya ada tiga dampak yang terjadi akibat ketidakjelasan regulasi itu. Pertama, yakni membuat iklim kompetisi industri menjadi tidak sehat karena adanya diskriminasi antar para pemain.

Kedua, mengancam kedaulatan ekonomi bangsa karena terjadinya aliran sumber daya keuangan ke luar negeri yang tidak terkendali (capital outflow). Ketiga, mengancam ketahan budaya dan moralitas bangsa akibat guyuran konten yang tidak melalui mekanisme sensor dan kesesuaian dengan budaya nasional.

"Oleh karena itu, penyaluran konten penyiaran kepada masyarakat dalam bentuk apapun perlu diatur, diawasi, dan dikendalikan dengan regulasi yang setara," ujar Syafril.

Senada dengan Syafril, Wakil Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Abdul Kharis Almasyhari mengatakan bahwa regulasi penyiaran yang berlaku saat ini menimbulkan kesan adanya diskriminasi antarpara pemain di industri. Dia mengatakan, pemerintah masih tengah merevisi UU Penyiaran yang lebih relevan dengan situasi saat ini.

(Baca: Buka Blokir Netflix di Telkomsel & Indihome, Ini Tiga Syarat Telkom)

Halaman:
Reporter: Cindy Mutia Annur
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...