Medco Andalkan Panas Bumi dan Surya untuk Bisnis Energi Bersih di RI
Perusahaan listrik swasta PT Medco Power Indonesia telah mengoperasikan sejumlah pembangkit listrik energi baru dan terbarukan (EBT) untuk dijual ke PLN.
Direktur Utama Medco Power Indonesia, Eka Satria mengatakan perusahaannya telah mengopersikan dan beberapa pembangkit listrik energi bersih seperti pemanfaatan solar panel sebagai pembangkit listrik yang menggunakan sel surya Solar Photovoltaic (PV) di Sumbawa, Nusa Tenggara Barat berkapasitas 26 megawatt (MW).
Satria menjelaskan, bisnis energi bersih di Indonesia memiliki potensi cerah. Sebab Indonesia memiliki potensi EBT mencapai 3.600 gigawatt (GW). Angka ini menurutnya jauh lebih tinggi dari konsumsi tahunan listrik nasional di angka rata-ratta 60 GW per tahun.
Selain itu, bisnis EBT dinilai punya potensi cemerlang seiring dengan meningkatnya kegiatan ekonomi tiap tahunnya. Meningkatnya aktivitas ekonomi sejajar dengan kebutuhan energi. Satria menyebut, kebutuhan energi di Indonesia pada 2025 bisa menembus 100 GW.
"Potensi EBT yang besar menjadi peluang ketahanan energi nasional dan bisa menjadi sumber devisa negara," kata Satria dalam webinar Sustainability Action For The Future Economy (SAFE) 2022 atau Katadata SAFE 2022 dengan tema "Recover Stronger Recover Sustainable", Selasa (23/8).
Selain Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Sumabawa, Medco Energi juga mengembangkan listrik dari tenaga panas bumi yang berasal dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Sarulla di Sumatera Utara dengan kapasitas 330 MW.
"Kami juga investasi di mini hidro di Jawa Barat, geothermal di Ijen dan bekerja sama dengan PLN mengembangkan PLTS Bali 2 x 25 MW," sambungnya.
Guna mempercepat transisi energi, Medco Energi memita pemerintah untuk membuat sejumlah regulasi dan insentif kepada para pelaku usaha energi agar harga listrik yang dihasilkan dari sumber EBT bisa terjangkau dan suplai energi terus berkelanjutan.
"Mengingat sebagaian energi EBT itu intermitten, itu PR bersama. Dan bagaimana bisnis dan operasinya bisa berkelanjutan, ini butuh insentif bersama," ujar Satria. "Bisnis menuju energi rendah karbon dari energi fosil ke EBT harus smooth."
Pada kesempatan tersebut, Satria menyebutkan bahwa sumber energi dari panas bumi, hidro, dan biomassa merupakan sumber energi yang punya potensi besar untuk dijadikan dasar atau tumpuan dalam memperbesar bauran energi baru dan terbarukan di Tanah Air.
Dia juga menyoroti besarnya potensi energi surya yang mencapai 207,8 GW. Akan tetapi, pemanfaatan energi surya harus dilengkapi dengan baterai yang difungsikan sebagai penyimpan energi saat malam hari.
Lebih lanjut, Satria mengatakan tarif listrik yang dihasilkan dari sumber EBT intermiten seperti tenaga surya harus dibedakan dengan sumber energi yang diperoleh dari sumber energi yang terus berjalan seperti hidro dan panas bumi.
"Energi surya potensinya luar biasa, permasalahannya adalah ini intermintten, mangkanya ini perlu di mix dengan sumber lain misalnya dari panas bumi. Harganya juga harus dibedakan dengan energi surya yang intermiten yang harus membutuhkan baterai karena tiap EBT punya nilai keekonomian yang berbeda," tukasnya.