Tepatkah Kebijakan Pemerintah Daerah Mengubah Harga LPG Bersubsidi?

Komaidi Notonegoro
Oleh Komaidi Notonegoro
11 Agustus 2022, 07:30
Komaidi Notonegoro
Ilustrator: Joshua Siringoringo | Katadata
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute dan Pengajar Program Magister Ilmu Ekonomi Universitas Trisakti

Karena itu, ketika sejumlah pemerintah daerah menyesuaikan HET LPG 3 kilogram, pemerintah pusat tidak dapat melarang dan/atau membatalkan kebijakan tersebut. Termasuk ketika kebijakan yang diambil oleh sejumlah pemerintah daerah tidak sejalan dengan kebijakan pemerintah pusat.

Selain ketentuan Permen ESDM, penyesuaian HET LPG oleh pemerintah daerah juga merujuk pada Surat Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Nomor 4567/15/DJM.0/2019 tentang Pelaksanaan Pembinaan dan Pengawasan LPG tabung 3 kilogram di wilayah provinsi dan kabupaten/kota.

Ketika pemerintah pusat menetapkan tidak menyesuaikan harga jual LPG 3 kilogram untuk mendukung kebijakan pemulihan ekonomi nasional (PEN), pemerintah daerah justru dapat melakukan kebijakan berbeda. Regulasi yang ada memberikan ruang tersebut.

Dalam konteks pemulihan ekonomi, keputusan pemerintah pusat yang tidak menyesuaikan harga LPG 3 kilogram dapat dipahami mengingat porsi konsumsi dalam struktur PDB Indonesia sekitar 55 % - 60 %. Daya beli dan tingkat konsumsi masyarakat menjadi penentu program pemulihan dan pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Berdasarkan review, penyesuaian HET yang dilakukan pemerintah daerah dilatarbelakangi dan memiliki tujuan tertentu. Salah satunya untuk menjamin ketersediaan, distribusi, kelancaran, dan menjaga stabilitas harga LPG 3 kilogram untuk rumah tangga dan usaha mikro.

Untuk wilayah Tangerang Selatan, kebijakan tersebut juga merupakan tindak lanjut dari Surat Dewan Pimpinan Cabang Tangerang Himpunan Wiraswasta Minyak dan Gas Bumi Tangerang Nomor: 072/HET/PEM.TANGSEL/DPC.TNG/2021 tanggal 20 Desember 2021 perihal Usulan Penyesuaian Harga Eceran Tertinggi LPG 3 kilogram Tahun 2022.

Permasalahan yang ada tersebut pada dasarnya merupakan autokritik untuk para stakeholder pengambil kebijakan agar konsisten dengan regulasi yang telah ditetapkan. Terutama mengenai pentingnya konsistensi regulasi baik secara vertikal maupun horizontal termasuk dalam kaitannya dengan koordinasi dan pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

UU Nomor 22/1999 yang diubah dengan UU Nomor 32/2004 dan UU Nomor 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah tegas menyebutkan bahwa kebijakan pengaturan LPG subsidi adalah urusan fiskal nasional yang termasuk dalam urusan pemerintahan absolut yang sepenuhnya menjadi kewenangan pemerintah pusat. Karena itu, inkonsistensi kebijakan justru terjadi ketika Permen ESDM No.26/2009 jo Permen ESDM No.28/2021 memberikan kewenangan daerah untuk dapat melakukan penyesuaian HET LPG 3 kilogram.

Salah satu dampak dari inkonsistensi regulasi tersebut adalah penambahan alokasi anggaran subsidi LPG 3 kilogram dari Rp 66,30 triliun pada APBN 2022 menjadi Rp 134,70 pada APBNP 2022 menjadi relatif kurang bermakna. Tujuan pemerintah pusat menambah alokasi subsidi untuk menjaga daya beli masyarakat berpotensi tidak tercapai jika di sisi yang lain pemerintah daerah justru melaksanakan kebijakan yang bertolak belakang.

Halaman:
Komaidi Notonegoro
Komaidi Notonegoro
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke [email protected] disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...