Pembangkit tenaga gas biayanya mencapai 12 sen dolar per kilowatt jam (kWh) atau dua kali lipat lebih mahal dibandingkan pembangkit batu bara yang hanya 6 sen dolar per kWh. Makanya, kata Rizal, pembangkit gas di barat dimatikan dan kebutuhan listriknya dipasok dari timur yang lebih murah. 

Menurutnya upaya seperti ini bisa saja dilakukan sebagai upaya efisiensi. Namun, tidak bisa semua pembangkitnya dimatikan. Karena perlu ada cadangan sebagai antisipasi jika ada gangguan dalam pengiriman listrik dari timur. Beberapa pembangkit harus tetap dinyalakan agar bisa cepat memulihkan sistem ketika ada masalah.

Sebenarnya PLN juga telah memiliki skema proteksi yang bisa menjaga sistem kelistrikan apabila terjadi hal yang tidak normal pada operasi, atau yang biasa disebut defense scheme. Skema ini bisa meminimalkan dampak akibat gangguan pada sistem, mengatasi kondisi N-1 tidak terpenuhi, dan mengantisipasi adanya kenaikan beban. "Masalahnya, apakah defense scheme ini dijalankan atau tidak?" kata sumber katadata.co.id yang pernah menjadi petinggi PLN.

Sama halnya dengan kritikan Rizal Ramli, sumber ini menyinggung pimpinan PLN sebelumnya yang dipegang oleh orang yang berlatar belakang industri keuangan. Menurutnya, PLN merupakan perusahaan yang bertugas melayani dan memastikan ketersediaan listrik seluruh masyarakat. 

Dalam operasionalnya, defense scheme memang memakan biaya yang besar. Banyak pembangkit yang harus hidup sebagai cadangan (back up). Karena butuh waktu yang lama untuk bisa menghidupkan pembangkit tersebut ketika dibutuhkan seketika.  

(Baca: Evaluasi Listrik Mati, Luhut Minta Direksi PLN Dijabat Orang Teknis)

Bagi orang yang berlatar keuangan, mungkin merasa perusahaan yang baik adalah yang operasionalnya efisien dengan kinerja keuangan yang positif. Menghidupkan pembangkit yang tidak diperlukan mungkin dianggap pemborosan. Apalagi PLN terlilit utang yang besar dan butuh dana besar untuk modal membangun infrastruktur baru di wilayah yang belum terjangkau listrik.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan pun menyadari hal ini. Menurutnya Direksi PLN seharusnya diisi oleh orang-orang yang mengerti teknis kelistrikan, bukan diisi oleh orang-orang yang hanya mengerti masalah keuangan. Dengan begitu, kondisi kelistrikan Indonesia bisa lebih kondusif. "Saya pikir peran PLN tidak hanya diisi oleh orang-orang yang mengerti masalah finance saja. Jadi harus balik lagi ke major-nya, masalah teknis kelistrikan," ujarnya dalam acara dengan tajuk 'Tea Time With Wartawan' di kantor Kementrian Kemaritiman, Jakarta, pada Senin (5/8). 

PLN Bantah Efisiensi Penyebab Listrik Padam

Sripeni membantah upaya penghematan yang dilakukan PLN telah mengabaikan keamanan sistem kelistrikan. Dalam Forum Indonesia Lawyers Club (ILC) di TVOne pekan lalu, dia mengatakan PLN tidak bisa sembarangan melakukan efisiensi, karena ada aturan yang tidak boleh dilanggar. Dia memastikan operasi yang dilakukan PLN sudah sesuai standar prosedur (SOP) dan aspek keamanan sistem kelistrikan.

Saat melakukan pemeliharaan, upaya mitigasi pun sudah dijalankan. Sripeni memastikan PLN telah melakukan mitigasi dengan skema n-1. Artinya, sistem kelistrikan masih bisa berjalan normal ketika satu sirkuit transmisi terganggu. Masalahnya, gangguan yang terjadi adalah n-2, gangguannya ada pada dua sirkuit transmisi.

(Baca: Infografik: Ragam Masalah Menerpa BUMN, dari Sistem Eror hingga Listrik Padam)

Meski begitu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tetap mengkritik lemahnya sistem mitigasi PT PLN dalam mencegah terjadinya listrik mati massal. Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana mengatakan seharusnya PLN memiliki rencana yang sistematis dalam menanggulangi gangguan listrik agar tak meluas. "Harusnya bisa diminimalisir. Kalau plan A tidak bekerja, ada perencanaan apalagi, kenapa ini tidak bisa bekerja," kata Rida dalam konferensi pers, Senin (5/8).

PLN
PLN (Katadata)

Masalah lainnya, terkait koordinasi dan siapa yang bertanggung jawab terhadap kelistrikan Jawa-Bali. Sistem kelistrikan Jawa-Bali adalah satu kesatuan yang dikendalikan oleh Pusat Pengaturan Beban (P2B). Petugasnya merupakan tenaga terdidik dan  bersertifikat. Mantan Direktur Utama PLN Dahlan pernah mengistimewakan para petugas P2B yang dijuluki 'kopasusnya PLN'. Namun, dengan padamnya listrik kemarin, dia mempertanyakan keberadaan pasukan tersebut.

Dalam jajaran direksi PLN sekarang terbagi menjadi beberapa regional. Penanggung jawab sistem kelistrikan Jawa-Bali yang seharusnya berada dalam satu kesatuan, malah terpecah di bawah tiga direksi, yakni Direktur Bisnis Regional Jawa Bagian Barat, Direktur Bisnis Regional Jawa Bagian Tengah, dan Direktur Bisnis Regional Jawa Bagian Timur, Bali dan Nusa Tenggara.

Menurutnya, P2B itu perlu terus berkoordinasi, rapat setiap tiga bulan untuk mengevaluasi perkembangan sistem di Jawa. "Rapat-rapat P2B tidak boleh dianggap rapat biasa, yang bisa dihapus demi penghematan demi laba," kata Dahlan.

(Baca: Peristiwa Listrik Mati Terparah di Dunia Setelah Tahun 2000)

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement