Di sisi lain, Indonesia memiliki banyak potensi, namun ada ganjalan dari birokrasi. Oleh karena itu, masalah tersebut harus diselesaikan guna menarik investasi, terutama relokasi investasi dari Tiongkok.

(Baca: Gejolak Politik Mereda, Investasi Industri Diprediksi Naik Kuartal II)

Sementara itu, Sekertaris Jendral Kementerian Perindustrian Haris Munandar mengakui di tengah potensi dan daya tarik investasi Indonesia, masih ada beberapa hal yang menjadi perhatian investor. Salah satunya mengenai masalah perburuhan dan sumber daya manusia (SDM) daya saing Indonesia dengan negara lain.

"Jika dulu concern  investor dari luar terkait masalah kenyamanan berusaha, saat ini adalah terkait persoalan perburuhan dan pengupahan," katanya kepada katadata.co.id melalui sambungan telepon, beberapa waktu lalu.

Karenanya, pemerintah berencana merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan dan  Undang-Undang (UU) Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 serta mencari formulasi yang tepat untuk penetapan upah sektoral.

Kemudian, untuk mengimbangi masuknya investasi serta berkembangnya teknologi, pemerintah juga akan mulai berfokus pada pengembangan kompetensi SDM melalui pendidikan vokasi, program link and match pendidikan dengan keterampilan kerja. Sehingga investor yang akan masuk tidak perlu lagi mendatangkan pekerja dari negara asalnya.

Oleh sebab itu, pemerintah berupaya menarik minat swasta melalui pemberian insentif super deduction tax untuk program inovasi, riset dan pengembangan (RND).

(Baca: Pemilu Usai, Sejumlah Investor Bersiap Masuk RI)

Aturan mengenai insentif super deduction tax akan diterbitkan pada tahun ini. Insentif tersebut  akan memberikan keringanan pajak maksimal sebesar 200% bagi industri yang menyelenggarakan pendidikan vokasi. Adapun keringanan pajak maksimal 300% akan diberikan bagi industri yang terlibat dalam riset dan pengembangan inovasi dari berbagai industri.

Selain itu, tantangan lain yang harus diselesaikan pemerintah yaitu dengan mengatasi hambatan bahan baku dan bahan penolong ke depan agar tidak memberatkan neraca perdagangan. Hal itu menurutnya sudah dimulai melalui masuknya investasi Lotte Chemical Indonesia berupa pembangunan kompleks pabrik petrokimia senilai US$  3,5 miliar atau sekitar Rp53 triliun di Cilegon, Banten.

Pabrik--yang pembangunannya sempat tertunda ini-- menempati area seluas 100 hektare dan total kapasitas produksi naphta cracker sebanyak 2 juta ton per tahun.

Investasi di sektor industri petrokimia memang sudah lama dinanti. Pasalnya, petrokimia bisa disebut sebagai salah satu industri bahan baku untuk aneka industri, seperti industri kemasan, tekstil, alat rumah tangga, hingga komponen otomotif dan produk elektronika.

"Industri petrokimia sama seperti industri baja sebagai mother of industry. Sehingga iklim usahanya harus kita jaga agar bisa berkontribusi terhadap perekonomian," kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto dalam keterangan resmi.

Dengan percepatan pembangunan komplek petrokimia tersebut, dia berharap ke depan bisa membantu mengurangi impor petrokimia minimal 50%.

Adapun seiring berakhirnya Pemilihan Umum (Pemilu) 2019, investasi sektor industri diharapkan terus meningkat. “Banyak investasi yang mau masuk ke dalam negeri,” kata Deputi Kerjasama Penanaman Modal BKPM Wisnu Wijaya Soedibjo kepada katadata.co.id, Selasa (29/5).

Adapun, investasi yang akan masuk meliputi perluasan smelter nikel di Morowali dan Konawe, smelter besi (special steel), serta kereta api cepat Tiongkok. Selain itu, ada pula proyek properti seperti kota industri.

(Baca: Jokowi Menang Pilpres, Pelaku Usaha Berharap Ekonomi Kondusif)

Industri manufaktur merupakan salah satu sektor penyumbang investasi di Indonesia. Pada triwulan pertama 2019, industri pengolahan nonmigas berkontribusi sebesar 18,5% atau Rp16,1 triliun terhadap realisasi penanaman modal dalam negeri (PMDN).

Tiga sektor yang menunjang paling besar pada total PMDN tersebut di tiga bulan pertama tahun ini adalah industri makanan dengan investasi mencapai Rp7,1 triliun, disusul industri logam dasar Rp2,6 triliun dan industri pengolahan tembakau Rp1,2 triliun.

Selanjutnya, industri manufaktur juga menyetor hingga 26% atau US$ 1,9 miliar terhadap realisasi penanaman modal asing (PMA). Tiga sektor yang menopangnya, yaitu industri logam dasar sebesar US$ 593 juta, diikuti industri makanan US$ 376 juta serta industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia US$ 217 juta.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement