Lana menyoroti keresahan yang kini berkembang di masyarakat. Contohnya, para pensiunan yang harus membayar tebusan tax amnesty lantaran belum memasukkan seluruh hartanya dalam SPT. Padahal, bisa jadi hartanya bukanlah harta produktif, melainkan hanya rumah yang ditinggali dan sudah dibayarkan pajak bumi dan bangunannya (PBB). (Baca: Ini yang Banyak Ditanyakan ke Sri Mulyani tentang Tax Amnesty).

Sebagai salah satu solusi atas karut-marut program ini, dia menyarankan pemerintah menerbitkan Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perpu) untuk memperpanjang program tax amnesty sehingga bisa disosialisasikan lebih baik. “Perlu dipikirkan juga, apakah tarifnya tepat untuk masyarakat dalam negeri, dua persen itu kemahalan,” kata Lana.

Dia pun mengusulkan periode pertama amnesti pajak diperpanjang hingga Maret tahun depan karena masyarakat membutuhkan penjelasan perpajakan yang baik. Selain itu, masyarakat dapat mempersiapkan uang untuk membayar tebusan.

Tarif Tebusan Pengampunan Pajak
Tarif Tebusan Pengampunan Pajak (Katadata)

Seperti diketahui, program tax amnesty terbagi atas tiga triwulan yaitu Juli - September 2016, Oktober - Desember 2016, dan Januari - Maret 2017. Tarif tebusan dipatok berbeda sesuai periode. Khusus repatriasi dan deklarasi dalam negeri, pada periode pertama sebesar dua persen dari harta bersih yang diungkap. Kemudian tarifnya naik menjadi tiga persen pada periode kedua, dan pada periode terakhir sebesar lima persen. 

Bila Lana mengusulkan pembentukan Perpu, PP Muhammadiyah malah menyatakan tidak setuju dengan Undang-Undang Pengampunan Pajak. Mereka berencana mengajukan judicial review atau uji materi ke Mahkamah Konstitusi.

Ketua PP Muhammadiyah Bidang Hukum dan HAM, Busyro Muqoddas, sebagaimana dikutip detik.com, mengatakan situasi pelaksanaan amnesti pajak saat ini malah menjadi blunder. “Tapi blunder itu kita harus ikut mencari solusi. Jika akhirnya kita mengajukan judicial review, itu komitmen Muhammadiyah untuk mengatasi blunder,” ujarnya, Minggu, 28 Agustus 2016.

Menurut Busyro, karakter tax amnesty yang diterapkan saat ini tidak jelas, sasarannya pun tak tepat. “Nyasar-nyasar ke masyarakat yang tidak pernah punya masalah dan berurusan sebagaimana yang dialami kelompok yang sangat kecil jumlahnya,” kata Busyro. (Baca: Sri Mulyani: Jumlah Besar Dana Tax Amnesty Akan Masuk September).

Ketika Rancangan Undang-Undang Pengampunan Pajak masih dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat, Bambang Brodjonegoro, Menteri Keuangan ketika itu, memang berkali-kali menyatakan bahwa tujuan utama tax amnesty adalah repatriasi, menarik dana dari luar negeri yang diperkirakan mencapai ribuan triliun rupiah. Dana itu diharapkan dapat menggerakkan roda ekonomi.

Menjaring Dana Via Amnesti Pajak
Menjaring Dana Via Amnesti Pajak (Katadata)

Target kedua yakni memperluas basis pajak. Dengan melaporkan harta yang selama ini “disembunyikan” secara otomatis akan memunculkan wajib pajak baru. Tujuan terkahir adalah menambah pemasukan negara melalui tarif tebusan. Posisi ini yang kemudian dinilai terbalik sehingga mengganggu masyarakat. Kini, keresahan itu ditandai dengan ramainya seruan menolak membayar pajak di media sosial yang ditandai melalui tagar #stopbayarpajak.

Atas keruwetan ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan bahwa pangkal awalnya pada reformasi di bidang perpajakan, yang semestinya dilakukan terlebih dahulu sebelum masuk kepada pengampunan pajak. Hal ini yang kemudian terlihat kesan bahwa tax amnesty dilakukan terlalu cepat.

Karenanya, yang bisa dilakukan adalah tetap bekerja keras mencapai target dan di sisi lain tetap melakukan reformasi sistem perpajakan. “Pemikiran kami, reformasi perpajakan didahulukan baru tax amnesty, tapi sudah terjadi,” kata Sri. (Lihat pula: Mayoritas WNI di Singapura Tak Bawa Pulang Dana ke Indonesia).

Sri Mulyani
Sri Mulyani
(Arief Kamaludin | Katadata)

Pelaksanaan kilat itu pula yang membuat pegawai pajak kewalahan dalam mengimplementasikannya. Sebab, kata Sri Mulyani, jeda dari penerbitan hingga pelaksanaan undang-undang terlalu mepet sehingga waktu pegawai pajak untuk memahami payung hukumnya begitu singkat.

Menurut mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini, pegawai pajak seperti mendapat dua tugas tambahan: harus memahami Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 Tentang Pengampunan Pajak dan beberapa petunjuk teknis berupa Peraturan Menteri Keuangan (PMK).

Karena itu, dalam waktu dekat dia akan bertemu dengan beberapa Kepala Kantor Wilayah Pajak Besar untuk menanyakan apakah tetap berkomitmen untuk mengejar target pajak dari kebijakan tersebut. “Ini tugas yang sangat menantang. Saya tidak bilang ini mudah,” katanya.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement