Berikut detail tarif tebusan pada program Tax Amnesty 2016-2017:

Tarif Tebusan Pengampunan Pajak
Tarif Tebusan Pengampunan Pajak (Katadata)

Sementara itu, Direktur Riset Center Of Reform on Economics Piter Abdullah Redjalam menilai, pelaksanaan tax amnesty jilid II tidak akan efektif. Pelaksanaan amnesti pajak 2016-2017  memuat ancaman hukum bagi mereka yang tidak mengikuti program tersebut dan terbukti menggelapkan pajak. Hal ini, menurut dia, akan membuat pemerintah berlaku tidak adil bagi mereka yang patuh pajak. 

"Kredibilitas pemerintah jadi taruhannya," ujar Piter.

Piter menilai, pemerintah saat ini seharusnya menegakkan hukum secara tegas atas implementasi tax amnesty pada 2016. "Mereka yang tidak mengikuti tax amnesty dan terbukti melanggar pajak harus diproses lebih lanjut, bukan diberikan tax amnesty lanjutan," katanya.

Pemerintah hingga kini belum memberikan penjelasan yang gamblang terkait rencana tax amnesty jilid II. Sri Mulyani pada awal pekan ini mengatakan, kebijakan tax amnesty akan didiskusikan dalam forum pembahasan RUU KUP. “Mengenai nama tax amnesty, sunset policy dan lain-lain, nanti kita bahas di (revisi) KUP,” kata Sri Mulyani.

Menurut dia, pemerintah saat ini bakal berfokus untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak yang menjadi peserta tax amnesty jilid I. Hal tersebut dilakukan salah satunya berbekal data AEoI sejak 2018. Pemerintah juga akan memberikan kesempatan bagi wajib pajak yang belum patuh untuk mengikuti program pengungkapan aset sukarela dengan tarif pajak PPh final. Ini sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2017.

“Kami akan lebih berfokus bagaimana meningkatkan compliance tanpa menciptakan perasaan ketidakadilan. Kami akan terus jaga, baik dalam kerangka tax amnesty maupun dari sisi compliance facility yang kami berikan,” katanya.

Bersambung ke halaman berikut: Urgensi Tambal Penerimaan Negara dan Peta Dukungan DPR


Urgensi Tambal Penerimaan Negara dan Peta Dukungan DPR

Rencana kebijakan Tax Amnesty jilid kedua juga menuai pro dan kontra di DPR. Ada fraksi yang mendukung, tetapi ada pula yang menolak. Penolakan antara lain datang dari Anggota DPR Fraksi Partai Demokrat Irwan. Ia mengatakan, pemerintah perlu mengkaji ulang secara mendalam sebelum berencana menyelenggarakan lagi tax amnesy. "Tujuannya agar risiko dan dampaknya terhadap perekonomian bisa lebih diperhatikan," kata Irwan dalam Rapat Paripurna DPR, Selasa (25/5).

Senada, Anggota DPR Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Syamsurizal menilai kebijakan reformasi perpajakan melalui tax amnesty  harus mempertimbangkan situasi pemulihan daya beli masyarakat dan prinsip keadilan. Ia pun menyarankan solusi untuk meningkatkan rasio pajak selain tax amnesty, yakni dengan meningkatkan kepatuhan wajib pajak, khususnya perusahaan digital yang beroperasi di Tanah Air.

Sebaliknya, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Fraksi Golongan Karya Misbakhun mendukung inisiatif tax amnesty jilid II. "Saya punya keyakinan akan memberikan dampak yang sangat bagus untuk pemulihan dunia usaha selama menghadapi pandemi," ujar Misbakhun kepada Katadata.co.id, Kamis (27/5).

Program ini, menurut dia, juga akan menambah penerimaan negara yang cenderung mengalami shortfall setiap tahunnya. Apalagi di masa pandemi saat ini. Meski demikian, ia menekankan, pelaksanaan tax amnesty jilid II memerlukan persiapan yang lebih baik dan belajar dari evaluasi pelaksanaan sebelumnya.

Misbakhun menilai, salah satu hal penting yang harus dituntaskan dalam program tax amnesty jilid II adalah masalah piutang pajak yang sangat besar tetapi tidak dapat ditagih. "Ini harus dibuatkan konsep program penyelesaiannya lewat saluran di program pengampunan pajak selanjutnya," kata dia.

Kendati begitu, ia mengaku belum membaca dan menerima draf RUU KUP yang akan berisi rencana tax amnesty jilid II.

Hal senada disampaikan Anggota DPR Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Hendrawan Supratikno. Hendrawan belum memperoleh draf RUU KUP sehingga belum membacanya secara utuh. Menurut dia, terdapat banyak RUU KUP yang beredar tetapi tidak resmi.

Meski belum membaca isi draf RUU, ia mendukung rencana tax amnesty jilid II oleh pemerintah. "Sekarang kondisi serba susah dan APBN butuh suntikan pemasukan. Apa ada alternatif lain yang lebih bisa diandalkan?," kata Hendrawan kepada Katadata.co.id, Kamis (27/5).

Menurut dia, pengampunan pajak lebih menyasar kelompok masyarakat kaya yang memiliki banyak aset dan belum dilaporkan. Dengan payung hukum yang lebih diperkuat, diperkirakan banyak masyarakat menengah ke atas yang bersedia melapor dalam tax amnesty jilid II. Hal tersebut dinilai ia lebih efektif ketimbang meningkatkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) yang bisa memukul seluruh lapisan masyarakat.

Pemerintah menargetkan rasio pajak dapat kembali berada di bawah 3% pada 2023. Dengan target pertumbuhan ekonomi yang diharapkan mampu mencapai di atas 6% ke depan, belanja negara tak mungkin dipangkas besar-besaran sehingga penerimaan negara perlu didongkrak. Salah satunya lewat pajak.

Namun, penerimaan negara hingga April 2021 masih minus 0,46% dibanding April 2020 menjadi Rp 374,9 triliun. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, pertumbuhan negatif penerimaan pajak bulan lalu terjadi karena belum semua sektor ekonomi sudah pulih dari pandemi.

Meski masih minus dibanding tahun lalu, Sri Mulyani menilai perkembangan penerimaan pajak masih lebih baik dibanding April 2020 yang negatif 3%. Penurunan penerimaan pajak yang membaik terjadi karena terdapat beberapa sektor yang mulai pulih. 

Namun, ia mengakui target pajak tahun ini cukup berat di tengah proses pemulihan ekonomi yang masih dini. Pemerintah pun masih terus mencari keseimbangan antara pemulihan ekonomi dan kesehatan masyarakat. Namun, penerimaan pajak tetap harus dikejar mengingat rasio pajak atau tax ratio sudah berada di bawah 9% pada tahun lalu. "Pola tax ratio harus kita ubah terus ke atas," kata dia

Pemerintah tak memasang target yang muluk pada tahun ini yakni sebesar Rp 1.229,6 triliun, hanya naik 2,6% dibandingkan target tahun lalu. Namun, penerimaan pajak pada tahun lalu anjlok hampir 20% dibandingkan 2019 dan hanya mencapai 89,25% dari target.

Halaman:
Reporter: Agatha Olivia Victoria
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement