Wakil ketua umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Shinta Kamdani mengatakan bahwa waktu yang diberikan oleh UE untuk mematuhi regulasi antideforestasi tersebut terlalu cepat. 

Menurutnya, perusahaan-perusahaan besar yang terdampak langsung oleh regulasi tersebut diperkirakan telah mengambil langkah untuk menindaklanjuti aturan tersebut.  Namun, asosiasi perusahaan perlu melakukan konsultasi, termasuk dengan pemerintah.

“Ini memang masih ditelaah lebih dalam lagi apa yang harus dilakukan secara bersama-sama,” kata Shinta kepada awak media di sela-sela diskusi Trade Outlook 2023 pada 20 Desember 2022 di Jakarta Pusat.

Sementara itu, Eddy Martono, sekretaris jenderal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) mengatakan khusus minyak kelapa sawit, para pengekspor masih mengandalkan program sertifikasi keberlanjutan seperti Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) dan Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO). Ini bisa menjadi persiapan untuk mematuhi regulasi antideforestasi UE.

“Ya kemungkinan akan berdampak [ke daya saing] kalau nanti macam-macam kriteria lagi yang mesti dipenuhi,” kata Eddy kepada Katadata pada Kamis (22/12/2022). “Makanya kita berharap bersama pemerintah memperjuangkan ini, jangan sampai ekspor kita benar-benar terganggu.”

Secara keseluruhan, UE merupakan salah satu pasar ekspor utama bagi Indonesia. Data Badan Pusat Statistik (BPS) pada November 2022 menunjukkan nilai ekspor selain minyak dan gas (atau nonmigas) mencapai US$ 1,55 miliar. Ini setara dengan 6,73% dari total nilai ekspor.

Komoditas Berkelanjutan

Organisasi lingkungan Greenpeace Indonesia melihat regulasi produk bebas deforestasi UE sebagai saat yang tepat bagi pemerintah Indonesia untuk memperbaiki transparansi dan pengelolaan komoditas berkelanjutan.

Juru kampanye Senior Hutan Greenpeace Indonesia Syahrul Fitra mengatakan program sertifikasi yang sudah berjalan, seperti ISPO, belum efektif dalam menghentikan penggundulan hutan.

“Kehadiran (regulasi) ini tidak semestinya menjadi hambatan bagi Indonesia, apalagi Indonesia sedang menerapkan beberapa kebijakan yang sebenarnya sudah sejalan dengan arah UE menghentikan deforestasi,” kata dalam siaran pers yang dirilis pada 16 Desember 2022.

Greenpeace Indonesia menambahkan para perusahaan seharusnya tidak perlu membabat hutan lagi untuk menambah luas kebun. Ini karena sudah ada lebih dari 16 juta hektare (ha) kebun dan deforestasi yang dimaksud dalam regulasi UE diukur mulai 31 Desember 2020.

Kontribusi perkebunan kelapa sawit terhadap deforestasi sebetulnya telah menunjukkan tren menurun. Kontribusinya diperkirakan memuncak di 38,25% pada 2008, berdasarkan data dari lembaga riset Our World in Data. Pada 2016, kontribusinya telah turun ke kurang dari 4,71%.

Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) telah menyatakan bahwa peraturan antideforestasi UE dapat memberikan keuntungan kepada jutaan petani dengan menyediakan produk yang bisa ditelusuri. Ketertelusuran (traceability) yang ketat merupakan bagian dari inti regulasi tersebut.

UE menulis bahwa perusahaan-perusahaan akan diwajibkan untuk memberikan informasi geografis yang tepat terkait lahan pertanian yang menjadi tempat komoditas mereka tumbuh. Ini untuk pengecekan kepatuhan terhadap regulasinya.

Sekretaris jenderal SPKS Mansuetus Darto mengatakan bahwa petani akan membutuhkan dukungan dari pemerintah Indonesia dan UE, serta perusahaan, untuk memenuhi persyaratan-persyaratan yang diminta oleh regulasi tersebut, termasuk soal ketertelusuran.



Halaman:
Reporter: Dzulfiqar Fathur Rahman
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement