“Keadilan iklim sangat penting karena mereka yang paling sedikit berkontribusi terhadap perubahan iklim terkena dampak secara tidak proporsional,” kata Aditi Mukherji, salah satu dari 93 penulis Laporan Sintesis ini.

 

Menghitung Dampak dari Generasi ke Generasi 

Laporan terbaru dari IPCC memberikan gambaran dampak pemanasan global dari generasi ke generasi. Setiap generasi yang lahir akan terpapar suhu yang lebih tinggi dari generasi sebelumnya, dengan paparan risiko yang lebih tinggi pula dari generasi sebelumnya.

Alex Ruane, ilmuwan iklim dari NASA yang tergabung dalam ilmuwan di balik laporan ini dalam twitternya menyebutkan kebijakan yang diterapkan saat ini oleh seluruh negara di dunia tak  cukup ampuh mencegah bumi menjadi lebih panas. Konsekuensinya akan diterima oleh generasi secara berbeda-beda.

Paparan dan konsekuensi pada tiap generasi dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

IPCC Figure 1
IPCC Figure 1 (IPCC AR6 Synthesis Report)

Ada beberapa model atau skenario yang digunakan dalam visualisasi itu berdasarkan laporan IPCC. Skenario itu menunjukkan paparan kenaikan suhu pada seorang individu sesuai dengan aksi iklim yang dijalani saat ini.

Semakin lamban aksi iklim untuk menekan laju kenaikan suhu di bawah 1,5°C saat ini, semakin ekstrem dampak kenaikan suhu yang akan diterima generasi yang terlahir pada tahun 2020 ketika mereka menjalani masa tua kelak. Artinya, semakin buruk aksi iklim saat ini, bumi akan semakin panas.

Laporan ini menggambarkannya lewat visualisasi masa hidup individu hingga berusia 70 tahun. Individu berusia 70 tahun yang terlahir di tahun 1950 terpapar risiko yang lebih rendah daripada individu berusia 70 tahun yang terlahir di tahun 2020, bahkan dengan skenario aksi iklim terbaik sekalipun. 

Ruane menjelaskan visualisasi ini menggarisbawahi masa depan generasi kelak ditentukan oleh aksi iklim yang dilakukan oleh generasi saat ini. "Kita harus mengubah jalur pembangunan dengan mengintegrasikan kebijakan pembangunan dan strategi aksi iklim menciptakan pembangunan berkelanjutan rendah emisi."


Katastrofe Mengintai

Dalam laporan setebal 800 halaman, IPCC mengingatkan kenaikan setiap kenaikan suhu global sebesar 0,5°C akan menyebabkan peningkatan frekuensi dan tingkat cuaca ekstrem dan kekeringan regional. Kenaikan itu juga menyebabkan gelombang panas akan terjadi 4,1 kali lebih sering dengan intensitas yang ikut meningkat 1,9°C-5,1°C.

Jika pemanasan mencapai 2°C dan 3°C lapisan es Antartika dan Greenland akan mencair sepenuhnya dan tidak dapat dipulihkan selama ribuan tahun. Ini akan mengakibatkan permukaan air laut naik beberapa meter yang menyebabkan tenggelamnya beberapa daratan.

Dengan skenario kenaikan suhu 1,5°C, jumlah penduduk dunia yang terpapar banjir akan meningkat 24%. Artinya, setiap kenaikan suhu akan membawa risiko bencana.

Indonesia tak luput dari intaian bencana ini. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat sepanjang 2022 terdapat 3.544 peristiwa bencana alam di Indonesia. Bencana hidrometeorologi mendominasi peristiwa bencana yang terjadi.

Dalam catatan BNPB itu, banjir mendominasi kejadian bencana dengan porsi 43,2% dari total kejadian bencana nasional. Jumlahnya tercatat sebesar 1.531 kejadian. Tanah longsor berada di peringkat ketiga dengan jumlah 634 kejadian.

Karhutla di peringkat keempat dengan 252 kejadian dan gelombang pasang dan abrasi menempati peringkat kelima dengan 26 kejadian. Sementara itu, cuaca ekstrem mendominasi kejadian di peringkat kedua dengan jumlah 1.068 kejadian.

BNPB juga mencatat adanya bencana kekeringan sebanyak 4 kejadian di sepanjang 2022 lalu. Akibat seluruh bencana yang terjadi sepanjang 2022, sebanyak 858 jiwa meninggal dunia, 6,2 juta penduduk menderita dan mengungsi sementara 37 jiwa masih dinyatakan hilang.

Ancaman tenggelamnya daratan dan pesisir juga mengintai Indonesia. Pada 2021, Badan Riset dan Inovasi Nasional memprediksi 115 pulau di Indonesia akan tenggelam pada tahun 2100 akibat kenaikan muka air laut dan penurunan muka tanah. Sementara itu Kementerian Kelautan dan Perikanan memperkirakan akan ada ribuan pulau tak berpenghuni yang akan tenggelam pada 2030 akibat kenaikan muka air laut.

Direktur Eksekutif WALHI Jakarta Suci Fitriah Tanjung menyebut enam pulau kecil berukuran kurang dari 3 hektar di Kabupaten Kepulauan Seribu, DKI Jakarta telah tenggelam akibat krisis iklim. Kondisi ini juga mengancam 23 pulau lainnya.

Ia mengatakan jika tak ada upaya serius untuk menahan laju peningkatan suhu, akan semakin banyak pulau kecil yang tenggelam, salah satunya Pulau Pari yang dihuni sekitar seribu jiwa. "Pemerintah harus segera bertindak untuk mencegah tenggelamnya pulau-pulau ini."

 

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement