Dewan Perwakilan Rakyat sekata dengan Teten. Anggota Komisi VI DPR RI Achmad Baidowi mengatakan sejauh ini pemerintah belum melindungi UMKM lokal dari serbuan produk impor. Padahal, bisnis ritel daring sudah menjamur. 

Awi, sapaan akrabnya, melihat produk impor kerap masuk ke Indonesia tanpa proses seleksi yang ketat. Sedangkan produk dalam negeri yang ingin diekspor, harus melalui proses yang ketat, mulai dari label SNI hingga label halal.

Menurut dia, hal itu tidak adil. “Bukan berarti kita anti impor atau ritel daring ya. Ini lebih kepada pemerintah harus melindungi UMKM kita agar bisa bersaing,” katanya pada Katadata.co.id, Jumat (14/7).

Di tengah kecaman ini, Sekretaris Jenderal Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) Edy Misero memiliki pandangan lain. Pelaku usaha, menurut dia, tidak perlu panik menghadapi isu tersebut. Ia melihat ini sebagai suatu tantangan untuk meningkatkan kualitas produk, baik jasa dan barang.

Di saat bersamaan, masyarakat sebaiknya lebih memilih produk lokal di tengah gempuran produk-produk impor. Dengan begitu, UMKM lokal dapat tetap bertahan di kondisi sulit ini. Di sisi lain, ia berharap pemerintah mendukung UMKM dengan perbaikan regulasi dan penambahan modal kerja.

“Memang sejauh ini pemerintah belum melakukan mediasi dengan UMKM. Kami resah juga sebab dari dulu regulasi tentang barang impor tidak diberlakukan dengan baik,” kata Edy. 

Ilustrasi UMKM promosi batik di TikTok. Dok/TikTok Indonesia.
Ilustrasi UMKM promosi batik di TikTok. Dok/TikTok Indonesia. (TikTok Indonesia)
 

Abu-Abu Regulasi Perdagangan Impor dan Penurunan Pajak

Direktur Center of Economic and Law Studies Bhima Yudistira menilai polemik Project S muncul karena social commerce layaknya TikTok tidak diatur secara spesifik oleh Kementerian Perdagangan. Ia berargumen social commerce harusnya juga mematuhi aturan Perdagangan Melalui Sistem Elektronik dalam Permendag Nomor 50 Tahun 2020. 

Efek lain dari ruang kosong regulasi ini, menurut Bhima, adalah barang yang dijual di TikTok tidak mengikuti skema harga eceran tertinggi yang ditetapkan pemerintah. Bila ini dibiarkan, bisa jadi nanti penjual sekadar menawarkan barang impor dibanding barang produksi lokal.

“Ada juga kemungkinan penjual yang biasa berdagang di platform resmi bakal pindah ke social commerce karena tidak diberlakukan pajak. Bakal liar sekali, jadi butuh pengawasan sebelum volume transaksi di TikTok semakin besar,” katanya.

Senada dengan Bhima, peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Eisha Rachbini menggarisbawahi komisi yang diberlakukan TikTok pada penjual. Bila Project S memiliki data barang yang sedang ramai dibahas di TikTok, kemudian memproduksi sendiri, maka ada kemungkinan komisinya akan lebih rendah. 

Dalam catatan Katadata.co.id, TikTok Shop sudah menetapkan biaya komisi yang berbeda untuk tiap kategori produk sejak 1 Juni lalu. Komisi paling tinggi, yakni 4,3% dikenakan untuk aksesori elektronik, buku, musik, kecantikan, hingga produk fesyen.

Di bawah itu, komisi 3,6% dikenakan untuk otomotif, perangkat keras, alat kesehatan, perlengkapan rumah, dapur, hingga tekstil. Sebelumnya, TikTokShop hanya mengenakan biaya 1% dari nilai produk dan biaya tetap Rp 2 ribu untuk tiap transaksi. Biaya komisi ini dibebankan pada pedagang. 

“Kalau sisi persaingan, memang komisi yang paling berat. Kalau sudah jauh beda dan tidak bisa bersaing, otomatis pembeli pilih produk yang lebih murah,” kata Eisha. “Bisa jadi nanti ada yang exit market, UMKM nggak mau jualan lagi karena tidak sanggup bersaing.”

Dari sisi penerimaan negara, Eisha menjelaskan kurangnya pemasukan dari UMKM ini bisa berdampak pada penerimaan pajak dalam jangka panjang. Bila UMKM tertekan dengan adanya produk impor, maka penjualan mereka akan berkurang, sehingga pajak yang diterima negara pun berkurang. 

Teten pernah menyatakan UMKM berkontribusi hingga 60% dari PDB. keberadaannya juga mampu menyerap banyak tenaga kerja, hingga 97%. 

Halaman:
Reporter: Amelia Yesidora
Editor: Sorta Tobing
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement