- Kompetisi di industri otomotif semakin ketat dengan munculnya tiga pemain baru.
- Angka penjualan mobil tidak pernah jauh dari satu juta unit per tahun sejak 2013.
- Pemerintah berharap pada mobil listrik untuk mendongkrak penjualan.
Wajah baru muncul pada pameran otomotif tahunan Indonesia International Motor Show atau IIMS 2024 di JI-Expo Kemayoran, Jakarta. Merek VinFast, asal Vietnam, hadir dan mengenalkan rangkaian mobil listrik setir kanan perdananya.
Ada enam model yang perusahaan tampilkan, yaitu VF 5, VF e34, VF 6, VF 7, VF 8, dan VF 9. “Suatu kebanggaan bagi kami dapat berpartisipasi dalam IIMS 2024 dan memperkenalkan kendaraan cerdas dan ramah lingkungan,” ujar CEO VinFast Indonesia Tran Quoc Huy, Kamis (15/2).
Perusahaan sebelumnya mengumumkan akan membangun pabrik manufaktur kendaraan listrik (EV) di Indonesia. Proyeksi kapasitas produksinya mencapai 50 ribu mobil per tahun. Pabrik ini akan menjadi penghubung utama dalam rantai pasokan EV global VinFast.
Presiden Joko Widodo yang hadir dalam pembukaan acara IIMS 2024 menyebut pemerintah akan terus mendorong peningkatan produksi kendaraan listrik. “Saya kira masa depan otomotif Indonesia ada di mobil listrik,” ucapnya.
Salah satu insentif yang pemerintah berikan adalah pengurangan pajak pertambahan nilai atau PPN. Harapannya, penjualan kendaraan listrik akan naik dan mendorong produksi di pabrik-pabrik.
“Semuanya kami dorong. Tujuannya agar semua berproduksi di Indonesia karena kita mempunyai kekuatan di baterai kendaraan listrik,” kata Jokowi.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut ada tiga perusahaan yang akan berinvestasi EV di Indonesia. Ketiganya adalah Cherry, BYD, dan VinFast. Dua yang pertama berasal dari Cina dan tahun ini perdana menghadirkan mobil listriknya di Indonesia.
Pemerintah sedang menyusun aturan untuk memberikan PPN ditanggung pemerintah (DTP). Rencananya, kendaraan listrik berbasis baterai roda empat dan bus dengan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) lebih 40% akan menerima PPN DTP sebesar 10%.
Dengan begitu, perusahaan hanya membayar PPN sebesar 1%. “Sekarang sedang dalam proses penerbitan peraturan menteri keuangan (PMK). Ini akan sangat membantu (meningkatkan pembelian kendaraan listrik),” ujar Airlangga.
Ia menargetkan angka penjualan mobil tahun ini dapat mencapai 1,1 juta unit dari sebelumnya 1 juta unit. Untuk mobil listrik prediksinya dapat mencapai 15% hingga 18% dari total penjualan tersebut.
Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mencatat, realisasi penjualan mobil pada 2023 mencapai 1.005.802 unit secara wholesale (dari pabrik ke dealer). Jumlah ini turun 4% dibanding 2022 yang tercatat 1.048.040 unit.
Penjualan secara retail (dari dealer ke konsumen) sepanjang 2023 mencapai 998.059 unit. Angkanya turun 1,5% dibanding tahun sebelumnya yang mencapai 1.013.582 unit.
Realisasi tahun lalu berada di bawah target Gaikindo, yang sebesar 1,05 juta unit. Ketua I Gaikindo Jongkie D Sugiarto dalam siaran persnya pada 10 Januari lalu menyebut, angka penjualan mobil yang meleset dari target terjadi karena perlambatan pasar otomotif pada paruh kedua 2023.
Kondisi itu terjadi karena pertumbuhan ekonomi yang melambat dan kenaikan suku bunga Bank Indonesia. “Akibatnya penjualan kendaraan bermotor juga melambat,” katanya.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2023 meleset dari target pemerintah di 5,3%. Realisasinya di 5,05%, turun dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 5,31%.
Angka Penjualan Mobil Mandek
Kegagalan pada 2023 untuk mencapai target menambah catatan panjang mandeknya angka penjualan mobil domestik. Dalam sepuluh tahun terakhir, penjualan tertinggi pada 2013 sebesar 1,23 juta unit.
Angka satu juta unit per tahun seolah sulit bergerak. Menanggapi hal itu, Airlangga menyebut penyebabnya karena pandemi Covid-19. “Sekarang sudah kembali ke (angka) pra-Covid-19, tapi ada lonjakan ekspor mobil di atas 400 ribu unit,” ucapnya pada 5 Februari 2024.
Kegagalan pada tahun lalu sebenarnya juga tak berhasil melampaui level pra-pademi, seperti di 2022. Toyota Kijang Innova menjadi mobil terlaris pada 2023. Di bawahnya adalah Honda Brio dan Daihatsu Sigra.
Tren pelemahan penjualan mobil berlanjut pada tahun ini. Angkanya turun dua digit. Pada Januari 2024, menurut data Gaikindo, penurunannya mencapai 18,4% secara bulanan dan 26,1% secara tahunan ke level 69.619 unit. Hampir seluruh merek mengalami pelemahan.
PT Astra International Tbk mencatat penjualan wholesales turun 20,3% secara bulanan dan 25,2% secara tahunan menjadi 37.984 unti. Pangsa pasarnya sedikit turun dari 55,9% pada akhir tahun lalu menjadi 54,6%.
Jongki menyebut kondisi stagnannya penjualan mobil akibat pertumbuhan ekonomi yang juga mandek di angka 5% setiap tahun. “Suku bunga leasing atau kredit juga cenderung naik dan pendapatan per kapita masyarakat masih di kisaran US$ 5 ribu per tahun,” ucapnya kepada Katadata.co.id.
Marketing Director PT Toyota Astra Motor Anton Jimmi Suwandy pun menyebut pemerataan pembangunan, rasio pajak, regulasi, pertumbuhan ekonomi, dan daya beli masyarakat menjadi faktor yang sangat mempengaruhi.
Di ASEAN hanya Indonesia yang dapat konsisten mencatat angka penjualan di atas 1 juta unit selama 10 tahun terakhir. “Sehingga kita tidak benar-benar memiliki role model dalam hal volume penjualan di kawasan Asia Tenggara,” ucap Anton.
Ia melihat persaingan industri otomotif akan semakin ketat apabila pasarnya tak bergerak di level satu juta sedangkan pemainnya bertambah. “Tapi lebih jauh dari itu, sangat mungkin rasio kepemilikan mobil di Indonesia juga akan stuck,” ucapnya.
Dengan jumlah penduduk sekitar 270 jiwa, rasio kepemilikan mobil di Indonesia hanya 99 unit per seribu orang. Sebagai perbandingan, Thailand rasionya 275 mobil per seribu orang, lalu Malaysia 400 mobil per seribu orang.
Meskipun penjualan mobil Tanah Air yang paling banyak di kawasan Asia Tenggara, secara produksi angkanya masih jauh dibandingkan Thailand. Negeri Gajah Putih telah lama menjadi produsen mobil terbesar di ASEAN dengan fokus pangsa pasar ekspor.
Melihat angka itu sebenarnya potensi industri otomotif domestik masih sangat besar. Apalagi saat ini berbagai infrastruktur jalan semakin banyak dibangun. Namun, apabila tidak didukung regulasi dan daya beli, akan sangat sulit menembus angka lebih dari satu juta unit per tahun.
“Sehingga perlu adanya kolaborasi dari seluruh pemain industri otomotif serta stakeholder untuk mendorong market tumbuh positif dan mencapai target 2030 seperti dicanangkan pemerintah,” kata Anton.
Pemain Baru Kendaraan Listrik
Di tengah angka penjualan yang mandek, kompetisi di sektor otomotif semakin ketat dengan munculnya pemain baru. Seperti disebutkan di atas, tahun ini ada VinFast, Chery, dan BYD yang menghadirkan mobil listrik di Tanah Air.
Chery menghadirkan mobil sport utility vehicle atau SUV listrik Omoda E5. Harganya sekitar Rp 488 juta. PT Chery Sales Indonesia (CSI) berkomitmen memakai bahan baku nikel untuk baterai mobil listriknya.
Langkah tersebut sejalan dengan proyek hilirisasi nikel pemerintah Indonesia. Pengembangan nikel tidak hanya menjadi bahan tambang tapi diolah menjadi baterai. “Kami berkomitmen membawa lebih banyak peluang dan pengembangan ke negara ini,” kata Assistant President Director CSI Zeng Shuo saat peluncuran Omoda E5, Senin (5/2).
Saat ini Omoda E5 telah memiliki TKDN sebesar 40%. Perakitan dan produksinya secara lokal (completely knocked down/CKD) di pabrik PT Handal Indonesia Motor (HIM), Bekasi, Jawa Barat.
Build Your Dream alias BYD baru saja mengumumkan harga untuk ketiga kendaraannya pada IIMS 2024. Angkanya mulai Rp 425 juta hingga paling mahal di Rp 719 juta.
Untuk BYD Dolphin, model ini bersaing dengan kendaraan segmen compact, seperti Citroen e-C3 dan Chery Omoda E5. Ada pula model Atto 3 dengan harga Rp 515 juta dan Seal seharga Rp 719 juta.
“Untuk ketiga kendaraan ini, harganya kami yakin sangat proporsional dengan berbagai keunggulan masing-masing,” kata General Manager BYD Asia-Pasific Liu Xueliang.
BYD merupakan pemain besar di mobil listrik. Berbagai tipe yang ditawarkan membuatnya menguasai angka penjualan global pada tahun lalu, mengalahkan Tesla.
Airlangga mengatakan, semakin banyak produsen mobil listrik masuk ke Indonesia, target penjualan kendaraan tersebut di dalam negeri dapat mencapai 200 ribu unit per tahun. “Sekarang penjualan masih 80 unit termasuk hybrid,” katanya.
Berdasarkan data Gaikindo, penjualan mobil listrik berbasis baterai (BEV) pada 2023 mencapai 17.051 unit, sedangkan hybrid 54.179 unit. Penjualan terbanyak masih Toyota Innova Hybrid. Untuk BEV, Hyundai Ioniq 5 menempati posisi puncak.
Kendaraan listrik tampaknya menjadi cara pemerintah untuk menggenjot angka penjualan mobil. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan sebelumnya pernah menyebut target 2 juta mobil listrik mengaspal di Indonesia pada 2030.
Target itu juga sejalan dengan rencana pengurangan emisi karbon di 2030. Indonesia telah menetapkan Enhanced-Nationally Determined Contribution (E-NDC). Pemerintah berencana melakukan pengurangan emisi karbon dari 29% atau 835 juta ton karbondioksida (CO2) menjadi 32% atau 912 juta ton CO2 pada 2030.
Anton optimistis pasar kendaraan listrik akan bergerak positif. Total penjualan elektrifikasi Toyota dan Lexus pada tahun lalu mencapai 37.736 unit secara wholesale. “Ini terdiri dari hybrid, plug-in hybrid, dan juga baterai,” katanya.
Angka tersebut berkontribusi sekitar 11,1% dari total penjualan perusahaan. Peningkatannya sangat signifikan dibandingkan 2022 yang berkisar 4 ribu unit.
Ia menyebut perusahaan cukup on-track dalam merespon tren elektrifikasi. “Penerimaan pasar juga semakin baik yang terlihat dari peningkatan penjualan dan banyaknya pemain baru,” ucap Anton.
Pengamat otomotif dari Institut Teknologi Bandung Yannes Pasaribu mengatakan masuknya berbagai merek ke pasar otomotif nasional menandakan transisi Indonesia menuju kendaraan ramah lingkungan.
Dampak lainnya, konsumen mendapat pilihan yang beragam untuk memilih kendaraan sesuai preferensi dan kebutuhan. Produsen juga semakin ketat bersaing dalam hal harga. “Hal ini yang ditunggu-tunggu oleh smart-buyers yang mayoritas masyarakat berdaya beli menengah,” katanya.
Ia menyebut stagnasi angka penjualan mobil yang terjadi saat ini tak lepas dari tingkat pendapatan per kapita yang rendah. “Mayoritas masyarakat memiliki kemampuan finansial yang lemah untuk membeli mobil,” kata Yannes.
Harga mobil di Indonesia juga cenderung lebih tinggi dibandingkan negara Asia Tenggara lainnya. Ditambah lagi dengan tingkat suku bunga yang tinggi membuat kredit mobil semakin tak terjangkau. Masyarakat lebih mengalokasikan pengeluarannya untuk kebutuhan hidup sehari-hari.