“Kita ada BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional), BAPETEN (Badan Pengawas Tenaga Nuklir) dan di tingkat dunia diawasi juga IAEA (Badan Tenaga Atom Internasional),” kata Yudo.

PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF
PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF (ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal)

Akan tetapi, pembangunan pembangkit nuklir di Indonesia masih membutuhkan payung hukum. Menurut Yudo, rencana pembangunan PLTN di Indonesia akan tercantum dalam Rancangan Undang-Undang Energi Baru Energi Terbarukan (RUU EBET).
"Pembangunan nuklir tergantung kapan RUU EBET bisa keluar. Jika RUU EBET keluar, Indonesia bisa memulai langkah baru untuk mengembangkan nuklir," ujarnya.

Investor Antre Garap Proyek Nuklir di Indonesia

Sejumlah negara telah menyatakan minatnya untuk mengembangkan nuklir di Indonesia. Sebut saja Amerika Serikat, Korea Selatan, Prancis, dan Rusia.

Namun, ThorCon merupakan investor yang paling serius membangun reaktor nuklir di Indonesia. Sebelumnya, ThorCon International telah memiliki Kantor Perwakilan di Jakarta, Indonesia sejak 2018.

Djoko mengatakan, DEN tengah membahas proposal pembangunan PLTN. Namun sebetulnya Indonesia sudah memiliki roadmap PLTN dari PT ThorCon Power Indonesia. Dalam roadmap tersebut, Thorcon akan membangun PLTN dengan kapasitas 500 MW di Pulau Gelasa Bangka Belitung pada 2032.

Djoko mengatakan, rencana pembangunan PLTN Thorcon merupakan pihak yang paling produktif. Pasalnya, pembangunan PLTN tersebut berasal dari biaya sendiri, bukan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Thorcon juga sudah membangun laboratorium bahan bakar yang bekerja sama dengan Institut Teknologi Bandung (ITB). Laboratorium yang telah dibangun dalam bentuk dua kontainer itu akan menjadi cikal-bakal pabrik bahan bakar nuklir yang akan dibangun di Bangka Belitung.

“Realisasinya mereka sudah menyumbangkan Rp 10 miliar untuk laboratoriumnya dengan ITB,” ujarnya. Selain itu, Thorcon juga sudah melakukan sejumlah kajian nuklir mulai dari studi tapak dan studi penerimaan masyarakat di Pulau Gelasa. 

Pembahasan RUU EBET Tertunda Pemilu

Namun, lagi-lagi belum ada titik terang mengenai payung hukum untuk PLTN tersebut. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menunda pembahasan RUU EBET karena Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan pemerintah kini masih menunggu undangan dari DPR untuk melanjutkan kembali pembahasan RUU EBET.

Pembahasan Rancangan Undang-Undang atau RUU EBET antara pemerintah dan DPR hingga kini belum usai. Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Dadan Kusdiana mengatakan pihaknya masih menunggu DPR RI untuk kembali melakukan pembahasan.

Dadan mengatakan, Kementerian ESDM dan DPR RI memutuskan untuk kembali membahas draf RUU EBET di tingkat panja setelah rapat kerja pada November 2023. Namun, hingga saat ini hal itu belum terlaksana karena DPR menunda pembahasan RUU EBET hingga gelaran Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 rampung.

"Sejak raker November, seingat saya keputusannya itu dikembalikan ke Panja. Desember itu sudah sibuk sampai sekarang,” kata Dadan saat ditemui di kantor Kementerian ESDM, Jumat (23/2).

RAPAT KERJA RUU EBET
RAPAT KERJA RUU EBET (ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/nym.)

Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto mengatakan pembahasan RUU EBET ditunda hingga gelaran Pemilu 2024 rampung karena masa siding yang sempit. Menurutnya, pembahasan RUU EBET berlangsung alot, terutama menyangkut Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).

Pasalnya, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) masih berkukuh ingin memasukkan TKDN dalam persyaratan pembangunan pembangkit listrik EBET. Di sisi lain, Kementerian ESDM ingin fleksibilitas dalam penerapan syarat TKDN. “Nanti, setelah Pemilu kita bahas lagi. Semoga pada masa sidang dapat disahkan,” kata Mulyanto.

Sebelumnya, Kementerian ESDM tengah meninjau penerapan konten lokal atau TKDN di dalam RUU EBET. Ketentuan TKDN memiliki niat baik untuk mendorong industri dalam negeri bisa memenuhi kebutuhan untuk proyek-proyek energi baru dan terbarukan.

Namun, saat ini kapasitas industri dalam negeri masih belum mampu memenuhi spesifikasi dari komponen-komponen yang dibutuhkan dalam proyek-proyek tersebut.

Dikutip dari laman Kementerian ESDM, pada Pasal 24/39 DIM RUU EBET dijelaskan badan usaha yang mengusahakan energi baru dan energi terbarukan diharuskan mengutamakan produk dan potensi dalam negeri. Produk dan potensi yang dimaksud meliputi tenaga kerja Indonesia dan teknologi dalam negeri. Selain itu, TKDN mencakup bahan-bahan material dalam negeri, dan komponen dalam negeri lainnya terkait energi baru dan energi terbarukan.

Dalam rancangan regulasi tersebut, pemerintah juga telah memberikan syarat ketat kepada badan usaha untuk melakukan alih ilmu pengetahuan dan teknologi jika ingin berinvestasi di sektor energi baru dan energi terbarukan di Indonesia. Hal ini bertujuan demi meningkatkan pengembangan sumber daya manusia lokal. RUU EBET merupakan RUU inisiatif DPR yang menjadi prioritas pembahasan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2022 melalui Keputusan DPR RI Nomor 8/DPR RI/II/2021-2022.

Kelanjutan pembahasan RUU EBET di DPR bisa jadi bakal molor. Pasalnya, saat ini sejumlah partai politik tengah mengajukan Hak Angket Kecurangan Pemilu 2024. Dengan bergulirnya wacana tersebut, perhatian para anggota DPR dan partai politik bakal tersedot ke sana.

Padahal, pemerintahan Presiden Jokowi hanya tersisa beberapa bulan saja. Dalam waktu yang sempit ini, mungkinkah pembahasan RUU EBET dirampungkan dan disahkan di Sidang Paripurna agar memberikan kepastian bagi proyek PLTN yang sudah digadang-gadang sejak lama?

 

Halaman:
Reporter: Rena Laila Wuri
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement