Banyak yang Senang Kalau Kilang Kita Rusak

Yura Syahrul
30 Oktober 2015, 15:09
No image
Donang Wahyu | KATADATA

Kita tidak bisa karena tidak memiliki tangki. Selain India, Cina sedang membangun storage gede-gedean. Awalnya mereka akan membangun tangki dalam kurun enam tahun untuk memiliki cadangan strategis dari  semula tiga bulan menjadi dua tahun. Karena harga minyak sedang murah, mereka sekarang mempercepat proyek tersebut.

Jadi, Indonesia perlu membangun cadangan operasional dan strategis?

Sebelum kita berbicara cadangan strategis, ada cadangan operasional. Sebaiknya berbicara dahulu  cadangan operasional. Pertamina harus menentukan kebutuhan cadangan operasionalnya. Ini jangan dicampur-adukkan dengan cadangan strategis. Cadangan strategis itu bener-bener duit mati. Namanya strategis, hanya untuk keadaan strategis. Kalau di Amerika, SPR itu seperti badan usaha. Ketika harga naik, cadangannya dilepas. Sedangkan saat harga  turun, minyaknya dibeli. Kalau di Cina dan India berbeda. Mereka ditanggung pemerintah.

Bagaimana dengan Indonesia?

Kalau Indonesia mau bikin SPR, siapa yang harus menanggungnya? Menyimpan dua juta barel saja, nilainya sudah US$ 100 juta. Menurut saya lebih baik kita konsentrasi pada cadangan operasional dulu. Yang punya “kemewahan” untuk  membangun SPR adalah negara maju, memiliki kepentingan strategis dan juga strategi perang. Seperti Cina, yang memiliki kebijakan strategis untuk menjaga ekonominya. Amerika juga seperti itu. Berbeda dengan Jerman dan Inggris yang damai. Mereka tak punya SPR.

Kalau tak ada cadangan strategis, bagaimana mewujudkan ketahanan energi?

Kita harus berbicara bukan mengenai ketahanan energi, tetapi keamanan energi. Energy security, yaitu mengamanankan semua mata rantai energi. Mulai dari produksi, transportasi, pengolahan dan distribusi. Jangan membuat SPR dengan emosi agar hati kita tenang. Kita harus mulai dengan stok operasi, baru kemudian SPR. Sesuai saran saya saat menjadi anggota tim transisi (Joko Widodo saat menjadi presiden terpilih), diawali dengan membangun tangki. Kedua, upgrade kilang minyak yang ada. Baru kemudian membangun kilang yang baru karena biayanya mahal, sekitar US$ 7 miliar.

Jadi tidak perlu membangun kilang sekarang?

Sekarang tidak terlalu urgent karena di pasar sedang banjir minyak. Jadi harga BBM di luar juga rendah. Berdasarkan prediksi terjadi oversupply yang terlalu besar. Tapi, kita tetap perlu membangun kilang untuk substitusi impor. Kita punya sumber daya energi berupa minyak mentah tetapi ini bukan siap pakai. Dari minyak ke BBM memerlukan proses yang panjang sehingga perlu infrastruktur produksi berupa kilang dan distribusi. Semakin banyak infrastruktur produksi dan infrastruktur distribusi yang handal akan membuat lebih aman. Jadi, pembangunan kilang harus dilihat dari sisi keamanan dan ketahanan energi, bukan untuk menghemat devisa karena harga BBM bisa menjadi lebih murah.

Apa yang perlu diperhatikan untuk membangun kilang?

Berdasarkan sejarah, kita membangun kilang dekat dengan bahan baku. Seperti kilang Balikpapan, Dumai dan Plaju. Pertimbangan kedua adalah dekat dengan konsumen, seperti kilang di Cilacap dan Balongan. Arun dapat menjadi pilihan untuk membangun kilang. Lokasinya masih dekat dengan pasar, tanah lebih rata, dan infrastrukturnya tersedia baik.

Setelah tim transisi bubar, masih sering memberikan saran kepada Presiden Jokowi?

Saya masih membantu, masih dimintai pendapat oleh Pak Sudirman Said (Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral). Begitu pula dengan Pertamina. Dieksekusi atau tidak, bukan urusan saya. Yang jelas, pertimbangan mereka banyak dan harus matang.

Halaman:
Reporter: Yura Syahrul, Manal Musytaqo
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...