Harus Cukup Insentif untuk Menekan Emisi

Rezza Aji Pratama
28 September 2022, 07:00
Wakil Direktur Utama dan CEO Grup Indika Energy Aziz Armand
Ilustrator: Joshua Siringo Ringo | Katadata
Wakil Direktur Utama dan CEO Grup Indika Energy Azis Armand

Dalam climate change akan ada beberapa hal penting yang harus terjadi. Salah satunya pendanaan untuk pengembangan energi low carbon economy. Salah satu sumber pendanaan adalah restorasi ekosistem yang bisa menghasilkan carbon credit. Carbon credit sebenarnya side product, karena utamanya kita membangun atau melestarikan hutan baru.

Untuk hal tersebut, butuh pendanaan yang perlu regulasi. Misalnya, apakah pajak karbon yang ingin ditetapkan oleh pemerintah pada saat itu cukup insentif untuk melakukan dekarbonisasi, atau ya sudah, bayar pajak karbon saja.

Kedua, investor yang ingin melakukan renewable power plant, apakah cukup harganya secara ekonomi? Hal-hal ini butuh regulasi pengembangannya, karena ini suatu inisiatif yang mentransisikan satu titik ke titik lain. Untuk mempercepat itu, bisa saja terjadi secara natural tanpa regulasi, tapi saya rasa kita membutuhkan regulasi untuk mendorong percepatan ini.

Jadi salah satunya perlu regulasi yang mendorong pendanaan?

Betul. Harus ada cukup insentif bahwa itu bisa dikembangkan. Karena pendanaan bisa saja dari pemerintah atau swasta. Pemerintah pun harus punya justifikasi kenapa mereka mengalokasikan dana tertentu di bidang tertentu. Ini kan semua dari sisi ekonomi, harus justified juga.

Bentuk insentif yang tepat seperti apa? Apakah dalam bentuk tax holiday atau yang lain?

Saya rasa yang paling penting yakni emisi. Kenapa ada carbon price dan carbon credit, itu intinya meng-internalized harga karbon. Dalam teori ekonomi ada faktor eksternal yang di-internalized, jadi ada biaya yang harus dimasukkan dalam kegiatan ekonomi tertentu. Orang harus punya pilihan, apakah mereka membayar saja atau memilih insentif yang cukup buat dia mengalihkan alokasi dan ataupun capital resource-nya kepada yang tidak ada emisinya.

Aturan-aturan ini bisa diregulasi, karena pada akhirnya itu insentif. Apakah harga yang ditetapkan pemerintah adalah benar, apakah insentifnya cukup? Menurut saya, pasar yang akan menentukan. Misalnya, untuk menurunkan emisi, saya harus mengeluarkan biaya US$ 3 tapi kalau pajak US$ 2, ya sudah saya bayar pajak saja tidak usah kurangi emisi.

Salah satu yang penting dan belum diregulasikan terkait carbon capture tiap industri. Apa Indika Energy sudah ada diskusi dengan pemerintah atau asosiasi pertambangan soal ini?

Sudah dibicarakan karena kebetulan direktur utama kami juga ketua umum Kadin. Jadi kami ikut aktif berpartisipasi dalam diskusi-diskusi antara Kadin dan pihak-pihak terkait agar nilai ekonomi karbon bisa diterapkan di Indonesia.

Indika sudah bangun beberapa PLTS. Itu bagian dari program PLTS Atap yang dicanangkan pemerintah atau program berbeda?

PLTS kami saat ini terfokus pada komersial dan industri. Banyak sekali perusahaan yang melakukan tender untuk memasang rooftop solar panel untuk kemudian operasional mereka di-fuel oleh solar power. Itu lebih ke B2B.

Dengan PLN pun sudah mulai melakukan tender-tender untuk de-dieselisasi. Kami ikut berpartisipasi. Kami sudah instal di daerah operasional. Contoh di area tambang, kami sudah instal solar panel dan akan dikembangkan terus sebanyak mungkin, dan menggantikan kebutuhan listrik kami dengan renewable energy solar panel.

Terkait dengan PLN yang membatasi 15 % listrik dari kapasitas terpasang PLTS itu juga menjadi persoalan. Apa yang terjadi di lapangan?

Sebenarnya PLN punya tantangan berbeda. Kami harus appreciate tantangan itu sehingga bisa renegosiasi dengan para pengguna. Tadinya mereka kami pasangkan 10 sehingga sisa 2-3 yang dipakai. Pada akhirnya ada keekonomian yang terpengaruh.

Hal-hal ini harus didiskusikan, tapi intensi Indika Energy sebagai developer dan sebagai joint venture antara kami dan fourth partner salah satu developer solar panel terbesar di India. Kami memberikan solusi, tidak hanya pasang 10 kemudian selesai. Saya rasa, kami dan klien punya ide yang sama untuk meningkatkan penggunaan renewable energy untuk operasional.

Beberapa pelaku bisnis yang menggunakan PLTS menyatakan ada skema pembiayaan baru, PLTS tidak dijadikan capex yang besar tapi di opex. Apa dari sisi provider menguntungkan?

Pada akhirnya ada hitungan ekonomi berapa yang harus dibayarkan per kWh-nya. Ini yang baik capex dan opex. Beberapa usaha portofolio kami ada yang mix antara capex dan opex.

Grafik:

Berapa kapasitas yang telah terpasang?

Pipeline-nya hampir 50 mW. Ada yang sudah terpasang, sedang diproses, sedang di-install. Ada yang sudah di site di Sumatera, di beberapa perusahaan pulp and paper. Untuk perusahaan kayu juga ada di fasilitas pabrik mereka, kami pasangkan hal-hal ini.

Rencana kapasitas 50 mW sampai akhir tahun ini?

Kurang lebih, tergantung pengembang. Portofolio yang kami miliki sekarang kurang lebih seperti itu. Apakah nanti terpasang akhir tahun atau carry forward sampai tahun depan, saya tidak tahu.

Indika Energy telah meluncurkan motor listrik. Apa latar belakangnya bermain ke bisnis ini?

Penghasil emisi terbesar di Indonesia atau dunia salah satunya dari sektor transportasi. Jadi, solusi climate change adalah menurunkan emisi dari sektor transportasi. Kami lihat dan tertarik memulainya dari transportasi roda dua. Untuk itu, ekosistem harus terbentuk, dari pertambangan nikel, baterai, manufaktur, hingga distribusi.

Kita berfokus pada product development, kemudian branding, marketing, dan pada akhirnya akan memiliki manufacturing. Kita lihat rekrutmen untuk orang-orang manufacturing banyak banget, sehingga transisi di bidang human capital sangat menantang. Di Indonesia, butuh brand-brand yang tidak terbatas dengan pasar yang berbeda-beda untuk pengembangan tersebut.

Di bisnis trading nikel, Indika Energy masuk dari hulu hingga hilir?

Betul karena itu masih sektor yang baru dan familiaritas kami. Kami ingin membuat mafhum dulu dengan cara mengatur komitmen ke dalam sektor tersebut.

Indika Energy berani melompat dari tambang diversifikasi ke sektor-sektor lain. Apa tantangan sektor tambang secara umum dan bagaimana masa depan tambang batu bara yang sering dikambinghitamkan dalam polusi dan emisi karbon?

Semua berkaitan dengan transisi energi yang tidak bisa hanya loncat dari A ke B. Ada variabel ataupun parameter multi stakeholder yang berkaitan dengan penambangan batu bara. Ini harus bersama-sama bertransisi, bukan hanya Indika Energy sebagai investor atau sebagai pengembang.

Kedua, dari sisi produk, availability, affordability karena pengaruhnya ke pertumbuhan ekonommi-lingkungan dan masyarakat sekitar operasional. Transisi ini mencakup multi stakeholders, yang tidak hanya pengembang, human resources, pemerintah, pendanaan, juga perubahan teknologi.

Tantangannya, bagaimana kita bisa berkolaborasi untuk mencapai transisi tersebut. Kalaupun sektor pertambangan batu bara sudah dianggap tidak realistis, kita bersama-sama, no one left behind dari transisi ini. Sebagai penambang batu bara pun punya tanggungjawab sosial kepada masyarakat, pekerja, pemegang saham, pemerintah, dan multi stakeholder.

Pemerintah sedang berencana mempensiunkan dini PLTU. Tentunya sangat berpengaruh ke batu bara. Bagaiaman Indika melihat ini?

Saya melihatnya sebagai salah satu solusi. Di pertengahan tahun lalu dan di COP 26, pembicaraan mengenai energy transition mechanism itu sangat gencar. Tapi pada akhirnya di implementasi dan eksekusinya.

Pemerintah pun mengatakan ayo sama-sama, karena masalahnya bukan hanya Indonesia tapi dunia. Kalau hanya bertumpu pada kita, kita sudah komitmen, cuma hasil level komitmennya berbeda.

Setelah COP26, nanti pada November tahun ini ada COP 27. Kira-kira, pembahasan apa yang akan menjadi hot issu di sana?

Terkait komitmen semua negara yang harus diingatkan kembali. Setahun sekali harus diingatkan akan dampak climate change yang semakin, yang dalam satu tahun terakhir terjadi kekeringan di mana-mana. Tentu tantangannya berbeda-beda. Setelah komitmen-komitmen tersebut diingatkan lalu harus dilakukan implementasinya.

Halaman:
Reporter: Intan Nirmala Sari, Amelia Yesidora
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...