Hadi Tjahjanto: Kami Tidak Takut Melawan Mafia Tanah

Dini Pramita
1 Agustus 2023, 16:16
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Hadi Tjahjanto
Katadata/Ilustrasi: Joshua Siringo Ringo
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Hadi Tjahjanto

Ada pula sebidang tanah yang bukan miliknya tapi dikuasai para preman. Ada juga yang melakukan modus dengan menyampaikan kepada BPN minta sertifikat pengganti karena sertifikat lama miliknya hilang.

Yang sudah dilakukan Kementerian ATR/BPN?

Apa yang sudah kami lihat di lapangan, kami tindaklanjuti dengan melibatkan aparat penegak hukum. Dari 2022, kami sudah menyelamatkan kurang lebih 54.600 hektare dari tangan mafia tanah, kurang lebih yang diselamatkan nilainya mencapai Rp 2,5 triliun.

Tahun 2023 ini kami sudah menyelamatkan 60 ribu hektare dengan target 70 ribu sekian hektare dari mafia tanah, dan memiliki target menyelamatkan uang negara kurang lebih Rp 13,5 triliun.

Kami juga membuat kota atau kabupaten lengkap. Semangatnya adalah seluruh wilayah dari kota atau kabupaten itu terdaftar. Kami kerja sama dengan pemerintah daerah, balai besar wilayah sungai (BBWS), KKP, KLHK, dan pemilik perkebunan untuk mewujudkan kota/kabupaten lengkap tersebut.

Ini menjadi penting dalam rangka mencegah mafia tanah sambil mengupayakan kesejahteraan masyarakat. Dalam satu pulau, misalnya, pasti ada sungai, pantai, kawasan hutan. Tetapi apakah BBWS sudah mengukur area sempadan sungainya, apakah KKP sudah mengukur batas sempadan pantai sampau 150 meter, dan apakah KLHK sudah melakukan pemetaan dan menetapkan seluruh kawasan hutannya.

Apakah ini juga berkaitan dengan Indonesia Bebas Tumpang Tindih 2025?

Untuk semangat itu, terus kita lakukan walaupun tidak semuanya selesai. Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL), misalnya, kami baru menyelesaikan 120 juta bidang dari 125 juta bidang di tahun 2024, enam juta bidang lagi akan selesai pada 2025.

Ini tidak mudah. Saat ini ada 25.843 desa yang berada di dalam kawasan hutan yang kami identifikasi. Mereka meminta agar diterbitkan sertifikat tanahnya, tentu kami tidak bisa.

Belum lagi ada masyarakat seperti di Wanatobi yang hidup di atas air. Mereka juga minta diterbitkan sertifikatnya.

Pekerjaan ini tidak mudah, kami harus koordinasi dengan KLHK dan KKP. Tetapi kami punya semangat kepastian hukum hak atas tanah harus benar-benar diberikan kepada masyarakat untuk melindungi hak masyarakat dan menyejahterakan masyarakat.

Menteri ATR/BPN serahkan sertifikat tanah
Menteri ATR/BPN serahkan sertifikat tanah (ANTARA FOTO/Fikri Yusuf/nym.)

Reforma agraria juga memiliki semangat yang sama, pendistribusian tanah yang lebih adil untuk masyarakat. Bagaimana kemajuan agenda reforma agraria saat ini?

Reforma agraria masuk dalam Proyek Strategis Nasional (PSN). Ada 4,5 juta hektare lahan yang diamanahkan untuk menjadi Tanah Objek Reforma Agraria (TORA).

Dari jumlah tersebut, 400 ribu hektare adalah eks HGU dan 4,1 juta hektare adalah pelepasan kawasan hutan. Untuk lahan eks HGU, sudah 1,3 juta yang didistribusikan kepada masyarakat. Artinya yang terealisasi adalah 333%.

Setelah kami mendistribusikan lahan eks HGU itu, kami melakukan pemberdayaan, pelatihan, dan mendekatkan masyarakat dengan akses permodalan seperti perbankan, koperasi. Kami melakukan itu untuk mencegah tanah yang sudah didistribusikan untuk masyarakat, jatuh ke para mafia tanah karena tidak dapat dikelola oleh masyarakat.

Kemudian dari pelepasan kawasan hutan, dari 4,1 juta hektare, baru 1,6 juta hektare yang beralih menjadi kawasan area penggunaan lain (APL-bukan kawasan hutan). Dari 1,6 juta hektare itu baru 8,5% yang selesai didistribusikan ke masyarakat.

Objek lahan antara Bank Tanah dengan Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) sama. Bagaimana sinergi kerja antara keduanya?

Bank Tanah saat ini perolehannya dari HGU dan tanah terlantar di luar dari pelepasan kawasan hutan. Fungsi Bank Tanah meliputi merencanakan, mengadakan, mendapatkan, mendistribusikan yang manfaatnya untuk kesejahteraan masyarakat.

Tahun lalu kinerja Bank Tanah melebihi target. Bank Tanah sudah mendapatkan tanah seluas sembilan ribu hektare dan merealisasikan 10 ribu hektare. Dari jumlah tersebut, 30% dapat diredistribusikan untuk kepentingan masyarakat.

Contohnya dalam program pembangunan perkebunan di Poso, Sulawesi Tengah. Masyarakat mendapatkan porsi redistribusi 30% dari situ.

Selain itu, Bank Tanah ini juga bersifat mengutamakan kepentingan masyarakat. Apabila masyarakat di suatu wilayah menginginkan prestasi sepak bolanya meningkat, Bank Tanah dapat menyerahkan tanah untuk dibangun lapangan sepak bola.

Bagaimana koordinasi dengan kementerian terkait yang lain untuk mempercepat realisasi reforma agraria?

Salah satunya nanti melalui Gugus Tugas Reforma Agarari atau GTRA Summit 2023 pada akhir Agustus 2023 yang dilaksanakan di Kabupaten Karimun, Kepulauan Riau.

Kami berharap para menteri dapat berbicara agar GTRA dapat mencapai tujuannya untuk memberikan kepastian hukum, pembangunan yang berkelanjutan, menyejahterakan masyarakat.

Dalam GTRA Summit 2023 di Karimun, isu apa saja yang akan dibawa?

Kami akan melanjutkan isu yang sudah dibahas sebelumnya di GTRA Summit 2022 di Wakatobi, mengenai kepastian hukum masyarakat di pesisir. Sembari memperhatikan keseimbangan ekologi.

GTRA di Karimun ini juga akan mengangkat isu-isu krusial yang kami utamakan yaitu memberikan kepastian hak atas tanah untuk masyarakat. Kemudian permasalahan lain di lapangan yang beririsan dengan BUMN, KLHK, misalnya pertambangan vs tanah milik rakyat, ini menjadi persoalan krusial yang harus diselesaikan.

Saya ingin menegaskan GTRA ini bukan hanya tugas ATR/BPN saja. Kementerian lain harus bisa memberikan kontribusi agar bisa memberikan perbaikan di lapangan.

Terkait dengan kepastian untuk investasi, masih banyak investasi di daerah terkendala oleh ketiadaan rencana tata ruang wilayah (RTRW). Bagaimana ATR/BPN menyelesaikan persoalan ini?

Tidak semua kabupaten atau kota memiliki Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). Pada 2022, baru 168 RDTR yang terintegrasi dengan sistem OSS (online single submission).

Apabila sudah memiliki RDTR, KKPR (Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang) mudah keluar. Kami hanya tinggal mengkonfirmasi saja secara terukur dengan OSS.

Jika tidak ada RDTR, tetapi sudah ada rencana tata ruang (RTR), kami bisa mengeluarkan KKPR dengan sejumlah penilaian. Tetapi, jika tidak ada RDTR, tidak ada RTR, namun masuk dalam proyek strategis nasional (PSN), kami akan memberikan rekomendasi.

Contoh rekomendasi yang kami berikan, apabila objek masuk dalam kawasan hutan, harus dikeluarkan dulu dari kawasan hutan. Dengan ini, kami bisa mengamankan investasi sehingga investor tidak out lagi. 

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...