M Qodari: Suara Terbesar di Pemilu 2024 Adalah Suara Pendukung Jokowi

Image title
Oleh Tim Redaksi
13 Desember 2023, 11:55
Muhammad Qodari
Katadata/Bintan Insani
Muhammad Qodari, Direktur Eksekutif Indo Barometer

Nah, Anies itu bejana terpisah. Makanya, ada tesis bahwa sebetulnya kalau Gama itu menyerang Pak Jokowi secara intens, dan tingkat kepuasan kepada Pak Jokowi turun, maka yang akan dapat suara itu justru Anies. Begitu orang tidak puas dengan Jokowi, ya larinya ke Anies bukan ke Ganjar. Itu tesis dari saya, ya.

Kenapa bisa begitu?

Ya, karena kolam suara tadi. Kembali lagi, yang menstruktur suara itu pertama-tama bukan para calon ini tetapi Pak Jokowi. Jadi, Pak Jokowi ini memang istilah saya itu orang kuat Indonesia pada hari ini. Dia kuat di elite, tapi juga kuat di masyarakat. Memang syarat orang kuat itu harus kuat di dua-duanya.

Ini harus kuat di dua-duanya ya? Di elite maupun di masyarakat?

Menurut saya dua-duanya. Di elite, bagaimana Jokowi tidak kuat? Semua partai, semua calon masih punya perwakilan. Di dalam parlemen masih punya kaitan dengan Pak Jokowi. Kemudian, Pak Jokowi masih punya wewenang untuk menentukan ini itu, beliau kan masih jadi Presiden sampai dengan Oktober tahun depan.

Di masyarakat tingkat kepuasan terhadap Jokowi berapa? Menurun, tapi masih sampai ke 75%. Mungkin karena El Nino tetapi penurunannya belum sampai pada titik akan mengubah konstelasi. Kalau penurunannya sampai ke angka katakan lah yang puas cuma 50%, itu akan mengubah konstelasi.

Kalau tingkat kepuasan kepada Jokowi cuma 50% maka yang ranking 1 atau pole position itu adalah Amin. Karena, 50% dikekepin sendiri sama Amin. Sementara, yang 50% akan terbagi antara Prabowo dengan Ganjar. Tetapi, kalau kepuasan masyarakat 75%, itu kan kolam suaranya perubahan atau Anies masih 25%.

Jadi, saya lihat kan sekarang ada kecenderungan bahwa Ganjar dan PDI Perjuangan mulai menyerang Pak Jokowi. Di satu sisi, itu diharapkan menarik suara. Walaupun saya bilang tadi, suaranya justru lari ke Anies.

Di sisi yang lain, sebetulnya ada risiko juga. Yang senang dengan Pak Jokowi, begitu Ganjar menyerang, mereka tidak suka sama Ganjar. Malah tambah drop (suara Ganjar).

Om bayangkan, misalnya dari 75% itu, yang migrasi atau memilih Prabowo Gibran, katakanlah 55%. Yang ke Ganjar tinggal 20% kan. Maka, Prabowo ini 55%, Ganjar 20%, dan Anies 25%. Nah, Mas Ganjar ini terancam dari peringkat satu, divisi satu. Pernah kan di survei beberapa bulan yang lalu Ganjar turun ke peringkat kedua, divisi dua. Salah-salah bisa melawat ke divisi tiga kalau tren suara ini seperti yang berlangsung sekarang.

Kalau kita lihat pada 27 November lalu Megawati dalam pidatonya kan kencang (ke Jokowi)?

Walaupun belum eksplisit juga, tidak menyebut Pak Jokowi sebagai Orde Baru. Tidak menyebut nama lah.

Sementara itu, Ganjar kan juga pidato "Kita libas"...Kepuasan di bidang hukum cuma lima skornya, itu langsung ada reaksi?

Belum ada survei-nya. Kalau kita mau bicara bagaimana konkretnya, kita harus ada survei setelah itu. Tetapi buat saya, kita bisa membaca dampaknya itu berdasarkan teori struktur suara tadi itu. Jadi, ketika Mas Ganjar aktif menyerang Pak Jokowi, ya yang mendukung Mas Ganjar selama ini notabene adalah pendukungnya Pak Jokowi, bisa lari. Maaf, dengan segala hormat menurut saya suara Mas Ganjar itu sebetulnya suara (pendukung) Pak Jokowi.



Jadi, Ganjar tidak punya modal suara sama sekali?

Ada, ada. Tapi ini kan teori ini kan kita bicara sapuan-sapuan besar ya. Nanti bisa diundang yang berbeda pandangan dengan saya. Jadi begini, Pak Jokowi itu ketika menjalankan akhir masa jabatan tingkat kepuasannya tinggi bahkan masih banyak sekali yang menginginkan Pak Jokowi untuk menjadi presiden lagi.

Waktu dulu saya mengusulkan gerakan presiden tiga periode itu, teman-teman survei yang menginginkan Pak Jokowi menjabat tiga kali itu masih ada temuannya 30%, ada yang 40%. Kita ambil lah 35%, bayangkan di saat konstitusinya masih bilang dua periode, ada 35% yang mau Jokowi tiga periode.

Bagaimana kalau misalnya konstitusinya membolehkan? Ya, bisa 80%. Ketika tidak bisa lagi, masyarakat mencari-cari, siapa capres berikutnya? Masyarakat Jawa Tengah dan PDI Perjuangan itu mencari figur.

Nah, yang asosiasinya paling dekat adalah Mas Ganjar, sama-sama Jawa Tengah, sama-sama PDI Perjuangan. Jadi ketika Mas Ganjar itu kemudian antitesis kepada Pak Jokowi, sebetulnya nggak bahaya, ta? Kenapa? Karena orang-orang ini yang tadinya mendukung Mas Ganjar sebagai Jokowi Jilid II itu bisa kecewa atau marah. Ketika mereka kecewa atau marah, mereka kan bisa geser kepada figur yang didukung Pak Jokowi.

Oh, jadi bukan sebaliknya? Justru dengan sikap Ganjar yang seperti itu, suara Jokowi tidak ke Ganjar semuanya?

Ini menarik, tergantung teori mana yang Anda pakai. Justru itu menariknya Pemilu sekarang ini, karena kita menghadapi sebuah situasi yang baru.

Saya dengan keyakinan saya berdasarkan kuliah S2 saya kan memang political behavior. Salah satu topik utama dalam jurusan political behavior itu adalah voting behavior. Terus terang saya dulu dari CSIS bergabung ke Lembaga Survei Indonesia itu karena saya tertarik sekali, oh ini bidang yang saya pelajari.

Topiknya cocok, menghadapi Pemilu Presiden 2004. Waktu saya di Inggris, saya menemukan bahwa semua riset ilmu politik di jurnal-jurnal yang terkemuka baik di Eropa maupun di Amerika, itu semuanya adalah survei. This is opportunity of a life time. Menghadapi Pilpres pertama Indonesia yang bersejarah di 2004. Tahun 2003 mendirikan Lembaga Survei Indonesia dengan teman-teman. Itu ilmunya saya di situ.

Kedua, saya sudah 20 tahun di bidang ini. Saya sudah terbiasa melihat data dan pola. Pilpres 2004, 2009, 2014, dan 2019. Sudah biasa membaca tren. Pilkada, ratusan mungkin ribuan survei, saya sudah biasa lihat pola begitu. Tidak semua pertarungan itu polanya jelas. Tapi, pada tahun 2024 ini kalau bicara Pilpres polanya itu kita sebetulnya agak bisa membaca.

Jadi, sukses itu adalah bertemunya antara momentum, kesempatan, dengan kesiapan. Tugas manusia itu menyiapkan diri. Momentum itu namanya ma'rifat. Kalau momentumnya datang, tapi kita tidak siap, akan hilang, tidak menjadi sebuah sukses. Kalau momentumnya tidak ada, suksesnya kecil-kecil saja. Tetapi kalau kesiapan dengan momentum datang, itu suksesnya besar.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...