Elon Musk, Bitcoin, dan Perseteruan Desentralisasi Uang Kripto
Sepanjang 2021, Elon Musk membuat pasar uang kripto seakan sebagai lawakan. Mengutip Bloomberg awal pekan ini, cuitan bos Tesla itu dianggap membuka kembali luka lama dengan menyinggung skalabilitas desentralisasi uang kripto.
Selama ini aset kripto mengusung desentralisasi yang berarti tidak ada pihak perantara dalam kegiatan transaksi di dalamnya. Di sini, sistem pembayaran yang dilakukan secara digital berlangsung secara peer to peer atau dari pengirim langsung ke penerima.
“Idealnya, Doge mempercepat block time 10 kali, meningkatkan block size 10 kali dan menurunkan biaya 100 kali,” demikian cuitan Musk di Twitter, Ahad lalu.
Musk menambahkan, kalau mereka yang buruk dalam hal matematika bisa tahu volume transaksi yang 100 kali lebih besar dengan biaya 100 kali lebih murah, maka total fee-nya tetap sama. Dia menekankan biaya yang rendah dan volume transaksi yang tinggi diperlukan untuk menjadi mata uang di Bumi.
Menyangkut visi mata uang kripto, selama periode 2015 hingga 2017 dunia Bitcoin nyaris terbagi menjadi dua. Satu kelompok yakni the small blockers menilai bitcoin harus menjadi aset lindung nilai yang terdesentralisasi. Termasuk, jika harus mengorbankan biaya yang tinggi dengan waktu transaksi yang panjang.
Adapun kelompok lain yakni big blockers cenderung mendukung penggunaan Bitcoin sebagai platform pembayaran yang cepat dan murah. Visi tersebut mengusung perluasan ukuran blok atau jaringan Bitcoin dan memungkinkan banyaknya ruang transaksi yang dapat memangkas tarif kepada penambang.
Big blockers menilai ada cara yang lebih baik untuk menskalakan Bitcoin sebagai alat pembayaran. Salah satunya dengan menambahkan lebih banyak pembayaran langsung ke rantai itu sendiri dengan mengorbankan desentralisasi. Sistem tersebut nyatanya sudah diterapkan lebih dulu oleh perusahaan jaringan kartu kredit PayPal.
Menyusul gagasan tersebut, big blockers akhirnya meluncurkan Bitcoin Cash yang dalam tiga tahun terakhir pergerakan harganya cenderung tertekan. Namun, cuitan Musk pekan lalu dipandang telah menyinggung pertarungan visi mata uang kripto yang sempat redup tersebut.
Mantan CEO Bitman -perusahaan penambang chip bitcoin- Jihan Wu selaku pendukung big blockers dan kekuatan di balik Bitcoin Cash ikut bereaksi dengan cuitan Musk. JihanWu menekankan Dogecoin tidak menerapkan segregated witness atau SegWit. Itu merupakan protokol yang diciptakan untuk memperkecil ukuran file transaksi Bitcoin dan bertugas melakukan segregasi atau pemisahan transaksi antara bitcoin dan digital signature atau tanda tangan digital.
“Mudah untuk ditingkatkan dan mengurangi kerumitan teknik jika ukuran blok bertambah 100 kali. Segwit bagus untuk blok kecil, buruk untuk blok besar,” cuit Wu beberapa waktu lalu.
Pengguna Bitcoin lainnya ikut meramaikan Twitter, namun dengan menyerang Musk dan menganggap langkah bos Tesla dalam hal skalabilitas uang kripto sudah ketinggalan zaman. Naiknya harga Bitcoin karena cuitan Musk yang menyinggung pertarungan lama blocksize pun dipandang sebagai gangguan bagi komunitas Bitcoin.
Sebelumnya, Musk sempat menjadi pahlawan di awal tahun karena mengumumkan Bitcoin sebagai alat pembayaran untuk mobil listrik Tesla. Sentimen tersebut berhasil mendorong harga Bitcoin menyentuh level tertingginya di US$ 64.000 per btc atau setara Rp 915 juta pada April 2021.
Namun, pekan lalu Musk menyatakan akan menghentikan penggunaan bitcoin sebagai alat pembayaran Tesla. Dengan begitu, harga Bitcoin yang sempat naik bulan lalu kini tersungkur di kisaran US$ 45.000 per btc atau setara Rp 643 juta, mengutip data Coinmarketcap.com, Senin (17/5).
Belum berhenti di sana, uang kripto lainnya yakni Dogecoin sempat menjadi bahan guyonan Musk di salah satu acara komedi televisi Amerika Serikat. Dia juga menyebut Dogecoin sebagai hustle atau euphoria sesaat. Kondisi tersebut membuat Doge yang sempat menyentuh level tertinggi US$ 0,7 per doge atau sekitar Rp 10 ribu di awal Mei 2021, harus turun ke kisaran Rp 6.800 per Senin (17/5).