BPR Diimpit Keterbatasan dan Gempuran Digitalisasi Perbankan

Intan Nirmala Sari
18 Juli 2022, 12:10
BPR, bank, perbankan, kredit, digitalisasi, ipo, aset.
Katadata

Pemulihan ekonomi Tanah Air, termasuk di industri perbankan, makin terlihat seiring serangan pandemi Covid-19 mereda di awal tahun ini. Tak hanya bank-bank besar, performa Bank Perkreditaan Rakyat juga menunjukkan kenaikan.

Melansir Laporan Triwulan I-2022 Otoritas Jasa Keuangan, hingga Maret 2022 kinerja BPR cukup baik. Selain itu, laporan OJK menyatakan ketahanan BPR cukup solid, didukung permodalan yang tinggi di atas threshold.

Beberapa indikator kinerja BPR itu seperti kredit, penghimpunan dana pihak ketiga atau DPK dan aset yang makin besar pada Januari - Maret 2022. Meskipun begitu, peningkatan risiko kredit masih menjadi perhatian seiring penurunan rentabilitas serta efisiensi dibandingkan tahun sebelumnya.

Baca Juga ARTIKEL EDISI KHUSUS PERBANKAN LAINNYA:

Indikator Kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR) per Triwulan I-2022

NoKeteranganTriwulan I-2021Triwulan IV-2021Triwulan I-2022Persentase
qtqyoy
1DPKRp 107,98 TRp 117,01 TRp 119,64 T2,35 %10,79 %
2KreditRp 112,36 TRp 116,58 TRp 120,83 T3,64 %7,53 %
3AsetRp 156,90 TRp 168,44 TRp 170,69 T1,33 %8,79 %
4CAR34,02 %32,15 %38,17 %  

Sumber: Laporan Triwulan I-2022 OJK

Meningkatnya DPK pada kuartal pertama 2022 didukung oleh pertumbuhan deposito dan tabungan. Kedua produk tersebut masing-masing naik 9,82 % dan 13,06 % secara tahunan (yoy).

Berkat pertumbuhan DPK, aset BPR pada periode tersebut turut menanjak 8,8 % dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sekitar 59,73 % aset BPR tersentralisasi di Pulau Jawa, dengan porsi terbesar berasal dari Jawa Tengah dan Jawa Barat.

Selanjutnya, penyaluran kredit periode Januari-Maret 2022 juga meningkat 7,53 % yoy. Berdasarkan jenis penggunaan, 53,8 % penyaluran kredit mengalir ke kredit produktif, seperti kredit modal kerja (KMK) sebanyak 46 % dan kredit investasi 7,8 %.

Berdasarkan sektor ekonomi, penyaluran kredit BPR masih didominasi sektor perdagangan besar dan eceran, dengan porsi 20,7 %. Sementara penyaluran kredit untuk rumah tangga memiliki porsi 13,06 % per Maret 2022.

Adapun rentabilitas BPR sepanjang Januari - Maret 2022 menurun dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Hal itu tercermin dari rasio profitabilitas atau ROA yang turun menjadi 1,76 % dari 1,87 %. Data tersebut juga diikuti penurunan efisiensi BPR, dilihat dari biaya operasional dan pendapatan operasional atau BOPO yang naik dari 84,3 % menjadi 84,8 % per Maret 2022.

Di sisi lain, Bank Pembiayaan Rakyat Syariah atau BPRS mampu mencatatkan pertumbuhan aset dua digit, yakni 15,02 % yoy menjadi Rp 17,18 triliun rupiah. Salah satu penopangnya berasal dari pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK).

Baca Juga ARTIKEL EDISI KHUSUS PERBANKAN LAINNYA:

Indikator Kinerja Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) per Triwulan I-2022

NoKeteranganTriwulan I-2021Triwulan IV-2021Triwulan I-2022Persentase
qtqyoy
1DPKRp 9,82 TRp 11,59 TRp 11,60 T0,05 %18,10 %
2PembiayaanRp 10,93 TRp 11,98 TRp 12,64 T5,47 %15,59 %
3AsetRp 14,94 TRp 17,06 TRp 17,18 T0,7 %15,02 %
4CAR23,98 %23,79 %24,09 %  

Sumber: Laporan Triwulan I-2022 OJK

Ketua Umum Kompartemen BPRS Asosiasi Perbankan Syariah Indonesia (Asbisindo) Cahyo Kartiko mengatakan pencapaian kinerja BPRS melebihi target yang ditetapkan pada 2020. Bahkan, angka tersebut melampaui pertumbuhan sebelum pandemi, yakni pada 2018.

Sepanjang pandemi, BPRS hanya mematok pertumbuhan 10 % dan idealnya 5 %. Estimasi tersebut seiring jumlah BPRS yang hanya 164 kantor secara nasional. “Sehingga, meskipun nominal pertumbuhan tidak terlalu besar, mungkin (persentase) bisa mendongkrak pertumbuhan hingga 10 %,” kata Cahyo saat dihubungi Katadata.co.id, Kamis (30/6).

Efektivitas Rencana IPO

April 2022, usai pertemuan dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso mendorong BPR untuk dapat menghimpun dana di pasar modal melalui proses penawaran umum atau initial public offering (IPO). Harapannya BPR dapat go public melalui papan akselerasi.

Terkait rencana tersebut, Asbisindo menilai ada kekhawatiran saham bank pembiayaan dimiliki oleh warga negara asing (WNA). Bila itu terjadi, akan bertentangan dengan prinsip kepemilikan BPR.

“Mungkin IPO yang dimaksud terbatas. Saya setuju kalau itu diperbolehkan, jadi ada pilihan lain bagi permodalan BPRS,” kata Cahyo. Dengan demikian, dia melanjutkan, “Tidak hanya dari setoran modal pemegang saham existing, juga bisa dijual di pasar primer.”

Sedangkan Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Nailul Huda menilai efektivitas rencana IPO untuk menambah modal BPR tidak begitu besar. Apalagi, kondisi pasar saham saat ini sedang tertekanan, sehingga minat investor di pasar modal cenderung lesu.

Di samping itu, untuk menjadi perusahaan terbuka di pasar modal, BPR/BPRS memerlukan keandalan teknologi. Hal tersebut cukup penting, khususnya untuk bisa menggaet investor muda. Namun pemanfaatan teknologi pada BPR Tanah Air cenderung masih minim.

“Perbankan sudah banyak yang IPO, tapi kalau tidak ada teknologi, sulit untuk menggaet investor milenial. Takutnya, sudah IPO tapi enggak ada yang minat,” kata Huda saat dihubungi Katadata.co.id.

Halaman:
Reporter: Amelia Yesidora, Intan Nirmala Sari
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Video Pilihan
Loading...

Artikel Terkait