Pakar Hukum: Hak Subjektif Presiden Terbitkan Perppu Harus Terukur

Ade Rosman
3 Januari 2023, 11:24
Perppu Cipta Kerja
ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/YU
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto (tengah) bersama Menko Polhukam Mahfud MD (kiri) didampingi Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej (kanan) berbincang sebelum menyampaikan konferensi pers di Kantor Presiden, Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat (30/12/2022).

Pengajar Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STHI) Jentera, Bivitri Susanti menilai pernyataan Menko Polhukam Mahfud MD mengenai penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja merupakan hak subjektif presiden kurang tepat. Meski tidak menampik hal tersebut, Bivitri mengatakan hak subjektif presiden tetap harus disesuaikan dengan konstitusi yang diamini di Indonesia.

"Kita kan bukan negara monarki ya, jadi hak subjektif presiden itu tidak bisa dipahami seakan-akan itu titah raja. Tetap harus ada ukurannya," kata Bivitri kepada Katadata, Senin (2/1).

Advertisement

Bivitri mengatakan, bukan berarti segala titah presiden merupakan hukum. Menurutnya, bangsa Indonesia akan masuk rezim otoritarianisme bila menempatkan pernyataan presiden sebagai titah. 

Sebelumnya, dalam unggahan di akun Instagram pribadinya pada Jumat (30/12) lalu, Mahfud mengatakan bahwa penentuan keadaan genting dalam penerbitan Perppu merupakan hak subjektif presiden.

"Berdasar teori manapun, penentuan keadaan genting itu merupakan hak subjektif Presiden yang nanti akan dijelaskan dalam proses legislasi pada masa sidang DPR berikutnya," kata Mahfud.

Di sisi lain, Bivitru juga berpandangan penerbitan Perppu Cipta Kerja tidak masuk dalam kegentingan yang memaksa. Dia menilai konstruksi konstitusional Perppu berbeda dengan perundang-undangan seperti biasanya yang terdapat dalam pasal 20 Undang-undang Dasar (UUD). Sedangkan, Perppu diletakkan secara terpisah di pasal 22 UUD.

Ia mengatakan, Perppu tidak boleh dipakai dalam situasi normal. Perppu hanya bisa dikeluarkan dalam artian harus memenuhi ihwal kegentingan memaksa. Sedangkan, untuk alasan terdampak dari perang Rusia-Ukraina—yang jadi salah satu dalih terbitnya Perppu Ciptaker—tidak termasuk dalam ihwal kegentingan memaksa yang dikonstruksikan oleh UUD.

Halaman:
Reporter: Ade Rosman
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement