Memahami Adzan sebagai Panggilan Sholat
Adzan adalah panggilan atau seruan yang diberikan oleh seorang muadzin (pemberi adzan) untuk mengumumkan waktu-waktu shalat dalam agama Islam. Adzan dilakukan secara terbuka di masjid atau tempat ibadah Islam lainnya dengan tujuan untuk mengajak umat Muslim melakukan shalat sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Biasanya, adzan dilakukan lima kali sehari untuk mengingatkan umat Islam akan kewajiban shalat pada waktu yang telah ditetapkan, yaitu Subuh, Dzuhur, Ashar, Maghrib, dan Isya. Adzan umumnya berisi ajakan umat Islam untuk shalat. Seperti yang dinyatakan oleh Allah dalam Surah At-Taubah ayat 3:
وَأَذَانٌ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ إِلَى النَّاس
Wa adzanun minallahi wa rasulihi ila an-nas.
Artinya: "Dan (ini adalah) pengumuman dari Allah dan Rasul-Nya kepada manusia."
Secara terminologi, adzan adalah panggilan yang menandai awal masuknya waktu-waktu shalat lima kali sehari, dan diucapkan dengan kalimat-kalimat khusus.
Hukum dan Syarat Adzan
Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang status hukum Adzan. Beberapa ulama menyatakan bahwa Adzan adalah sunnah muakkadah, tetapi pendapat yang lebih kuat menyatakan bahwa Adzan adalah fardu kifayah. Namun, penting untuk diingat bahwa hukum ini hanya berlaku bagi laki-laki. Wanita tidak diwajibkan atau disunnahkan untuk melaksanakan Adzan.
Berikutnya, simak syarat adzan berikut ini:
1. Saat Waktu Shalat Telah Tiba
Syarat sah untuk melakukan adzan adalah ketika waktu shalat telah tiba. Oleh karena itu, adzan yang diucapkan sebelum waktu shalat masuk dianggap tidak sah. Namun, terdapat pengecualian untuk adzan subuh. Adzan subuh dapat diucapkan dua kali, yaitu sebelum waktu subuh tiba dan ketika fajar shadiq terbit.
2. Mempunyai Niat untuk Melakukan Adzan
Seorang individu yang akan mengumandangkan adzan seharusnya memiliki niat dalam hatinya (tanpa diucapkan dengan kata-kata tertentu) bahwa ia akan melaksanakan adzan dengan ikhlas semata-mata untuk Allah.
3. Dikumandangkan dalam Bahasa Arab
Menurut beberapa ulama, adzan dianggap tidak sah jika diucapkan dengan bahasa selain bahasa Arab. Sejumlah ulama dari Madzhab Hanafi, Hambali, dan Syafi'i juga berpendapat demikian.
4. Tidak Ada Kesalahan dalam Pengucapan Lafaz Adzan yang Mengubah Makna
Adzan hendaknya dilafalkan tanpa kesalahan dalam pengucapan yang dapat mengubah maknanya. Lafaz-lafaz adzan harus diucapkan dengan jelas dan benar.
5. Lafaz Adzan Dikumandangkan dalam Urutan yang Tepat
Lafaz-lafaz adzan hendaknya dikumandangkan dalam urutan yang benar seperti yang dijelaskan dalam hadis-hadis yang sahih.
6. Lafaz-lafaznya Dikumandangkan Tanpa Jeda
Lafaz Adzan dikumandangkan bahwa antara setiap lafadz adzan seharusnya diucapkan secara berkelanjutan tanpa dipisahkan oleh kata atau tindakan di luar adzan. Namun, masih diperbolehkan untuk melakukan tindakan kecil seperti bersin.
7. Adzan Dapat Didengar oleh Orang yang Tidak Berada di Tempat Muadzin
Adzan yang diucapkan oleh muadzin harus dapat didengar oleh orang-orang yang tidak berada di lokasi tempat muadzin melakukan adzan. Ini dapat dilakukan dengan meningkatkan volume suara atau menggunakan alat pengeras suara.
Kriteria Muadzin
Muadzin adalah seorang individu yang bertanggung jawab untuk mengumandangkan adzan, panggilan atau seruan untuk shalat, di masjid atau tempat ibadah Islam lainnya. Tugas seorang muadzin sangat penting dalam praktik keagamaan umat Islam, karena adzan menjadi penanda penting bagi umat Islam untuk memulai shalat pada waktu yang ditentukan.
Muadzin biasanya memiliki suara yang lantang dan jelas agar adzan dapat didengar oleh umat Muslim di sekitarnya. Selain itu, muadzin juga diharapkan memiliki pengetahuan tentang waktu-waktu shalat dan tata cara pengucapan adzan yang benar.
1. Muadzin Seorang Muslim
Seorang muadzin diwajibkan menjadi seorang muslim. Adzan tidak akan sah jika diucapkan oleh seorang yang kafir.
2. Niat Ikhlas hanya untuk Allah
Seorang muadzin seharusnya mengumandangkan adzan dengan niat ikhlas hanya untuk Allah semata. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Tetapkanlah seseorang muadzin yang tidak mengambil upah dari adzannya itu."
3. Keadilan dan Keandalan
Muadzin haruslah adil dan dapat dipercaya dalam melaksanakan tugasnya pada waktu-waktu shalat.
4. Memiliki Suara Berkualitas
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menyuruh sahabat Abdullah bin Zaid: "Pergilah dan ajarkanlah kepada Bilal apa yang kamu lihat (dalam mimpi), karena suaranya lebih bagus daripada suaramu."
5. Mengetahui Waktu Masuknya Shalat
Seorang muadzin diharapkan memiliki pengetahuan tentang kapan waktu shalat dimulai, sehingga dia dapat mengumandangkan adzan pada awal waktu dan menghindari kesalahan.
3 Cara Melafalkan Adzan
Ada tiga cara dalam melafalkan adzan, yaitu:
1. Adzan dengan 15 kalimat
Ada tiga metode adzan yang umumnya digunakan dalam praktik keagamaan Islam:
4x اَللهُ اَكْبَرُاَشْهَدُ اَنْ لاَاِلَهَ اِلاَّ اللهُ ×2
اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَّسُوْلُ اللهِ ×2
حَيَّ عَلَي الصَّلاَةِ ×2
حَيَّ عَلَي الْفَلاَحِ ×2
2x اَللهُ اَكْبَرُ
1x لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ
2. Adzan 19 kalimat
Cara adzan ini mirip dengan metode pertama, tetapi dengan penambahan tarji' pada syahadatain. Tarji' adalah mengucapkan syahadatain dengan suara pelan yang masih terdengar oleh orang-orang yang hadir, kemudian mengulanginya dengan suara keras.
Lafaz "asyhadu alla ilaha illallah" dan "asyhadu anna muhammadarrasulullah" masing-masing diucapkan empat kali. Metode adzan seperti ini dipilih oleh Imam Asy Syafi'i.
3. Adzan 17 kalimat
Metode adzan ini serupa dengan metode kedua, tetapi takbir pertama hanya diucapkan dua kali, bukan empat kali seperti pada metode sebelumnya. Metode adzan seperti ini dipilih oleh Imam Malik dan sebagian ulama dari Madzhab Hanafiah. Namun, menurut penulis Shahih Fiqh Sunnah, hadits yang menjelaskan prosedur ini tidak sahih. Oleh karena itu, penggunaan metode adzan ini tidak disyariatkan.