Kumpulan Dongeng Si Kancil yang Lucu dan Sarat Pesan Moral

Ghina Aulia
17 September 2023, 15:05
dongeng si kancil
Youtube.com/ Riri Cerita Anak Interaktif
Ilustrasi, dongeng kancil.

Sorenya, Pak Tani terkejut karena ketimunnya tetap hilang. “Ulah siapa, sih, ini?” katanya geram.

“Sepertinya pencurinya sudah tahu jika ini orang-orangan dan bukan bapak,” kata Bu Tani. “Bagaimana jika kita melumuri orang-orangan ini dengan getah, sehingga akan membuat lengket pencurinya?”

Lalu mereka melumuri tubuh orang-orangan itu dengan getah buah Nangka.

Esoknya, Kancil datang lagi. “Wah, Pak Tani, kamu masih disitu,” katanya lalu mulai memetik ketimun dan mulai memakannya sambil menyenderkan tubuhnya. Selesai makan, ia berniat pergi. Tapi, oh-oh, badannya lengket menempel ke orang-orangan itu!

Tiba-tiba datanglah Pak Tani. Kancil tidak berkutik, dia harus siap-siap dihukum.

“Oooh, rupanya kamu yang memakan hasil jerih payahku?” Pak Tani berkacak pinggang.

“Ampun, Pak Tani, maafkan aku. Hutan kecil kami terbakar beberapa hari lalu.” Kancil memohon.

“Ya, tapi, tetap saja mencuri itu tidak baik. Enaknya, saya kasih kamu hukuman apa, ya?” Pak Tani tetap kesal.

“Bagaimana jika kita hukum dia membereskan ladang selama seminggu dan menanami bibit ketimun lagi, Pak?” usul Bu Tani.

Kancil pun menerima hukuman itu. Ia tahu bahwa memang dia bersalah. Dia bekerja dengan rajin dan berharap Pak Tani sungguh-sungguh memaafkannya. Akhirnya, hari terakhir hukuman si Kancil tiba.

“Terimakasih sudah bekerja dengan rajin, Kancil. Jangan mencuri lagi, karena perbuatan itu merugikan orang lain. Lebih baik kamu berusaha dengan jerih payahmu sendiri. Ini bekal ketimun untukmu di hutan nanti,” Kata Pak Tani sambil menyerahkan sekarung ketimun.

“Aku meminta maaf sekali lagi atas kesalahanku, Pak Tani. Terima kasih tidak menghukumku lebih berat. Aku berjanji tidak mencuri lagi.” Kancil berkata penuh penyesalan.

Kancil kembali ke hutan. Ketimun pemberian itu selain dia makan tapi juga juga menyisihkan sebagian untuk ditanam di kebunnya sendiri, supaya dia juga bisa panen timun.

4. Kancil dan Buaya

Suatu hari di sebuah hutan rimba, hiduplah seekor kancil yang cerdik. Si kancil sangat suka berjalan-jalan di hutan untuk mencari makanan. Tetapi, karena musim kemarau yang panjang, Si Kancil terpaksa pergi ke kawasan lain untuk mencari makanan. Ia harus melewati banyak rintangan untuk sampai di kawasan tersebut. Salah satu rintangannya adalah sebuah sungai.

Air di sungai itu memang tidak terlalu deras, tetapi ada kawanan buaya menakutkan yang tinggal di dalamnya. Kancil merasa takut, tapi ia tetap harus mencari makanan secepatnya. Ia berpikir sejenak dan langsung mendekat ke sungai penuh buaya itu.

“Halo raja buaya, apakah kau sudah makan?” tanya kancil dengan suara lantang.

“Siapa kau berani berteriak di siang bolong begini! Mengganggu tidur siangku saja!”

“Hei kancil licik, kau lebih baik diam! Kalau tidak, aku akan memakanmu sekarang juga!” sahut buaya lainnya.

“Hei hei jangan marah dulu, aku hanya ingin menyampaikan pesan dari raja hutan,” tegas si Kancil.

“Ada apa ini sebenarnya? Cepat katakan!” kata buaya.

“Simba menyuruhku menghitung kalian. Tampaknya, ia hendak memberikan hadiah untuk kalian, jadi cepat panggil semua temanmu,” kata si Kancil.

Semua buaya tentu sangat senang mendengar kabar gembira dari Si Kancil. Seluruh buaya dengan cepat berbaris berjajar di permukaan sungai tanpa sadar bahwa ternyata si Kancil berniat membohongi mereka.

Si kancil mulai melompati buaya satu persatu sambil pura-pura menghitung jumlah mereka. Setelah sampai di penghujung sungai, Si Kancil langsung pergi meninggalkan buaya-buaya yang kebingungan.

5. Kancil dan Jerapah

“Awas, minggir!” terdengar suara si Jerapah, mengusir tiga binatang – Kambing, Keledai, dan Domba, yang sedang minum di pinggir sungai “Kalian ini mengganggu hakku.”

Domba berbisik, “Memangnya, sungai ini milik dia sendiri?”

“Ssst, nanti kamu ditendang lagi seperti waktu itu,” kata Kambing dan Keledai memenangkan.

“Aah, aku ini memang ganteng. Badanku keren, leherku jenjang, kukuku rapi, buluku halus,” kata Jerapah memandangi pantulan dirinya di air sungai yang jernih “Wajahku, apalagi, selalu bersih bersinar.” Lalu mencela tiga ekor binatang yang sedang menunduk. “Memangnya kalian? Lihat, deh, sudah tidak tinggi ditambah badan kalian kotor… issh! Apa sih kelebihan kalian?”

“Padahal aku haus,” bisik Kambing gelisah setelah menunggu sekian lama dan Jerapah belum selesai minum.

Ini sudah ke sekian kalinya Jerapah bertindak semena-mena kepada mereka bertiga. Dia pernah menendang dan menghina si Domba saat Domba menegurnya karena si Jerapah menggosokkan kukunya di tumpukan bulu domba. Domba mulanya akan memberikan bulu itu untuk alas tidur beberapa anak kucing hutan yang baru lahir. Bulu-bulu domba itu menjadi kotor dan Domba batal memberikannya. Jerapah juga memakan rerumputan yang dikumpulkan si Keledai tanpa izinnya lalu pergi meninggalkan tempat Keledai dalam keadaan berantakan. Jerapah juga pernah dengan sengaja menendang ember-ember berisi susu milik si Kambing.

“Dia selalu menghina dan semena-mena terhadap kita,” bisik Keledai.

Datanglah seekor Kancil. Tanpa izin, dia mendekat lalu menyeruput air sungai, “Aaaah, segar sekali.”
“Hey, apa yang kamu lakukan? Ini sungaiku. Tidak boleh ada yang minum saat aku minum,” Jerapah berkata dengan sewot.

“Hah? Siapa bilang?” sanggah Kancil. “Sungai ini ada di hutan, dan aku tidak melihat papan tulisan jika sungai ini milikmu, jadi semestinya semua boleh minum.”

“Kamu binatang kecil, jelek, kotor yang menjengkelkan!” seru Jerapah. “Aku bisa menendangmu, atau menaruhmu di dahan pohon yang tinggi dengan kepalaku.”

“Ya, kamu memang tinggi, tapi aku tidak yakin jika kamu bisa berlari cepat untuk menangkapku.”

“Jangan menantang, kau akan menyesal, Kancil!” Jerapah berteriak marah.

“Ayo, buktikan. Kejar aku sekarang,” kata Kancil. Jerapah berjalan mendekati dan Kancil mulai berlari.

Kancil berlari sangat kencang, melewati batu-batu, pohon, ilalang, dengan zigzag. Meskipun kakinya sangat panjang, namun Jerapah agak kesulitan mengejar Kancil. Lehernya yang tinggi membuat dia kesulitan melihat ke bawah sehingga ia sering tersandung. Kadang lehernya juga tersangkut dahan tinggi. Ia juga sulit berlari zig zag, karena setiap belokan dia kesulitan berlari.

Kancil sampai ke sebuah gua, lalu masuk ke dalam. Jerapah menyusulnya. Semakin dalam, semakin gelap dan sempit. Batuan Stalaktit di atap gua menusuk-nusuk wajah dan kepala Jerapah.

“Aduuuh, kepalaku!” jerit Jerapah. Ia berhenti masuk gua, “Tolong, aku kesakitan”.

Kancil pun berhenti. Ia berbalik mencari si Jerapah.

“Aduh, kau menginjak badanku.” seru Jerapah, karena dia terbaring sementara kepalanya berdarah

“Maafkan aku. Disini gelap sekali,” kata Kancil. “Ayo, aku tolong kau untuk berdiri, dan menuju ke cahaya itu.”

Cahaya kecil itu adalah tempat mereka masuk ke gua. Kancil memapah Jerapah keluar dari gua. Ternyata di luar, sudah ada Domba, Keledai, dan Babi menunggu.

Cerita Kancil dan Buaya
Ilustrasi, dongeng kancil (Freepik)

“Teman kalian ini perlu pertolongan pertama, adakah yang bisa?”

“Aku bisa,” kata Keledai.

“Aku akan mengambilkan air untuk membersihkan luka-lukanya,” kata Kambing.

“Dan aku akan mengambilkan bulu domba untuk menutup lukamu dan alat P3K,” kata Domba.

“Kenapa kalian baik sekali?” tanya Jerapah dibalik derai air matanya dan wajahnya yang mengeluarkan darah. “Padahal aku sombong dan semena-mena kepada kalian.”

“Ya, memang kamu sombong terhadap kami,” kata Keledai, “Tapi dalam keadaan luka begini dan kamu membutuhkan pertolongan, tidak mungkin kami tinggalkan jika kami bisa menolongmu.”

“Jika dirimu tinggi, kamu bisa mengambil sesuatu dari tempat lebih tinggi, sementara jika kamu pendek, kamu bisa mudah melihat hambatan di bawah. Setiap makhluk memiliki kelebihan dan kekurangan, jadi kita harus saling bekerja sama, bukan malah menghina,” kata Kancil. “Nah, kamu sudah di tangah yang tepat, Jerapah. Aku pamit pergi dulu, ya.”

“Aku minta maaf atas kesombonganku, ya.” kata Jerapah. “Mulai sekarang, mari kita berteman.” Domba, Keledai, dan Kambing tersenyum mengiyakan.

Itulah sejumlah dongeng Si Kancil yang bisa dibacakan sebagai pengantar tidur Buah Hati di rumah. Meski menyajikan hewan sebagai karakter, dongeng tersebut tidak luput dari makna yang bisa dijadikan pelajaran hidup.

Halaman:
Editor: Agung
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...