Permintaan Tinggi, Harga CPO Acuan November Naik 7% Jadi US$ 1.283,38
Kementerian Perdagangan menetapkan harga referensi produk crude palm oil (CPO) untuk periode November di level US$ 1.283,38 per metric ton (MT). Harga referensi ini menjadi pedoman penentuan tarif bea keluar dan tarif pungutan ekspor komoditii kelapa sawit, CPO, beserta produk turunannya selama bulan depan.
Harga referensi tersebut meningkat US$ 86,78 atau 7,25% dari periode Oktober 2021, yaitu sebesar US$ 1.196,60/MT.
Penetapan ini tercantum dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 62 Tahun 2021 tentang Penetapan Harga Patokan Ekspor (HPE) atas Produk Pertanian dan Kehutanan yang Dikenakan Bea Keluar (BK).
“Saat ini harga referensi CPO telah jauh melampaui threshold US$ 750/MT. Untuk itu, Pemerintah mengenakan BK CPO sebesar US$ 200/MT untuk periode November 2021,” kata Plt. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Indrasari Wisnu Wardhana dalam keterangan resmi, Senin (1/11).
BK CPO untuk November 2021 merujuk pada Kolom 12 Lampiran I Huruf C Peraturan Menteri Keuangan No. 166/PMK.010/2020 sebesar US$ 200/MT. Nilai tersebut berubah dari BK CPO untuk periode Oktober 2021.
Peningkatan harga referensi CPO dipengaruhi meningkatnya permintaan CPO di pasar internasional dan kebijakan Pemerintah India yang menurunkan tarif bea masuk pada produk CPO.
Permintaan CPO juga didorong oleh peningkatan harga minyak bumi.
Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), nilai ekspor produk minyak sawit bulan Agustus 2021 mencapai US$ 4,42 miliar atau Rp63,21 triliun.
Angka tersebut naik sebesar US$ 1,6 miliar atau sekitar 57% dibandingkan Juli.
Dari sisi volume, ekspor produk minyak sawit mencapai 4,274 juta ton di bulan Agustus, naik sebesar 1,53 juta ton atau 56% dibandingkan Juli.
Total ekspor sawit sepanjang Januari-Agustus tahun ini menembus 22,79 juta ton.
Sementara itu, kenaikan harga rata-rata CPO di bulan Agustus adalah US$ 1.226/ton CIF Roterdam. Harga tersebut naik sebesar $ 102/ton dari harga bulan Juli.
"Lonjakan kenaikan ekspor terutama terjadi di beberapa negara tujuan ekspor utama produk kelapa sawit. Ekspor ke Cina dan Afrika juga naik cukup besar," tulis GAPKI, dalam siaran pers.
Meningkatnya ekspor serta naiknya harga referensi CPO pada tahun ini berdampak besar terhadap penerimaan bea keluar.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, penerimaan bea keluar pada periode Januari-September menembus Rp 22,6 triliun atau melonjak 910,56% dibanding periode yang sama tahun lalu.
Pencapaian tersebut menjadi yang terbaik dalam beberapa tahun terakhir.
"Ini seperti kita duga, melonjaknya luar biasa. Ini karena CPO dan produk CPO," tutur Menteri Keuangan Sri Mulyani, pada konferensi APBN Kita, pekan lalu.
Sementara itu, harga referensi biji kakao pada November 2021 sebesar US$ 2.642,12/MT meningkat 0,8% atau US$ 21 dari bulan sebelumnya, yaitu sebesar US$ 2.621,12/MT.
Hal ini berdampak pada peningkatan HPE biji kakao pada November 2021 menjadi US$ 2.351/MT, meningkat sebesar 0,89% atau US$ 20 dari periode sebelumnya, yaitu sebesar USD 2.331/MT.
Peningkatan harga referensi dan HPE biji kakao sejalan dengan naiknya permintaan kakao dunia.
Peningkatan ini tidak berdampak pada BK biji kakao, yaitu tetap 5%. Hal tersebut tercantum pada Kolom 2 Lampiran I Huruf B Peraturan Menteri Keuangan No. 166/PMK.010/2020.
Sementara itu, HPE produk kayu mengalami perubahan dari bulan sebelumnya, sedangkan harga patokan ekspor produk kulit tidak mengalami perubahan dari bulan sebelumnya.
Begitu pula untuk BK komoditas produk kayu dan produk kulit. BK produk kayu dan produk kulit tercantum pada Lampiran II Huruf A Peraturan Menteri Keuangan No.166/PMK.010/2020.