• Pandemi Covid-19 membuat bioskop berkali-kali ditutup.
  • Protokol kesehatan saat pandemi menurunkan jumlah penonton bioskop.
  • Pandemi semakin menyuburkan bisnis nonton film lewat platform online.

Seperti pergulatan Rama dalam The Raid 2: Berandal yang harus menghadapi serangan bertubi-tubi dari musuhnya di penjara, begitulah gambaran perfilman Indonesia selama pandemi Covid-19. Belum habis perjuangan melawan kebijakan monopoli film impor, perfilman Indonesia mesti berjuang melawan perlambatan ekonomi yang berujung ke daya beli,  pembatasan mobilitas, budaya streaming ilegal, serta puncaknya penutupan bioskop.

Menyusul pandemi corona merebak di Tanah Air, pemerintah memutuskan untuk menutup bioskop pada 23 Maret 2020. Padahal, sepanjang kuartal pertama tahun lalu, sejumlah film Indonesia tayang dan mampu menarik banyak penonton seperti Milea: Suara dari Dilan, Nanti Kita Cerita Hari Ini, Akhir Kisah Cinta Si Deol, Mangkujiwo, hingga Mariposa.

Data FilmIndonesia.or.id menyebutkan pada Januari-Maret 2020, ada 28 judul film Indonesia yang tayang di bioskop dengan jumlah penonton menembus 12,5 juta, sebuah angka yang memberikan rasa optimisme di awal tahun.
Di bulan Maret, produser dan rumah produksi juga tengah menyiapkan film-film terbaiknya untuk tayang pada periode lebaran (Mei).

Seperti diketahui, berbeda dengan film Hollywood yang mengandalkan musim panas sebagai pendulang cuan, maka periode Lebaran adalah masa emas bagi perfilman Indonesia untuk mendongrak pendapatan. Namun, badai pandemi kemudian datang dan meruntuhkan semua optimisme. 

Pemerintah membuka kembali bioskop pada akhir Oktober 2020 menyusul penurunan kasus Covid-19. Kendati sudah dibuka, minat penonton untuk kembali ke bioskop belum pulih. Selain karena pelemahan daya beli masyarakat, penurunan jumlah penonton terjadi lantaran aturan protokol kesehatan (prokes) yang ketat seperti larangan makan dan minum dan pembatasan kapasitas tempat duduk. Pilihan film yang sedikit juga membuat penonton enggan balik ke bioskop.

Beberapa film Indonesia hadir di bioskop pada Januari-Maret tetapi kurang mampu menarik penonton seperti Bangkitnya Mayit: The Dark Soul serta Saidjah dan Adinda.  Kerugian akibat penutupan bioskop dari jumlah tiket penonton selama tujuh bulan pada tahun 2020 diperkirakan mencapai hampir Rp 2 triliun.  Kerugian dipastikan membengkak jika menghitung penjualan makanan dan minuman.

Besarnya kerugian tercermin dari laporan keuangan PT Graha Layar Prima yang mengelola jaringan CGV. Perusahaan tersebut membukukan kerugian sebesar Rp 455,83 miliar pada 2020, berbalik dari untung Rp 83,34 miliar pada tahun sebelumnya.

Pada awal Maret 2021, insan perfilman bahkan menyurati  Presiden Joko Widodo untuk turun tangan dan membantu membangkitkan kembali perfilman Indonesia. Surat ini juga menjadi bagian dari keprihatian bersama menjelang Hari Perfilman Nasional yang jatuh pada 30 Maret. 

"lndustri film adalah bagian penting dari Indonesia. Para pembuat film harus terus berkarya dan membuat film-film yang dicintai penontonnya sendiri dan dihargai di mata dunia. Bioskop harus bisa bertahan karena di sanalah film-film kami dipertemukan dengan penontonnya," demikian salah satu kutipan dalam  surat insan perfilman yang ditujukan kepada presiden.

Memasuki musim Lebaran 2021,  perfilman Indonesia mulai menggeliat terbukti dengan jumlah penonton yang mulai naik. Beberapa film mampu mendatangkan penonton dalam jumlah yang cukup signifikan terutama Tarian Lengger Maut serta Kuyang: The Movie.

Daftar film tayang pada tahun 2021
Daftar film tayang pada tahun 2021 (instagram/filmindonesia.or.id)




Ketika tengah berusaha bangkit, pemerintah kembali menutup bioskop  menyusul diberlakukannya PPKM Darurat pada 3 Juli 2021. Bioskop belum juga dibuka kembali sampai hari ini, Minggu (29/8) bahkan saat pemerintah sudah membuka kembali mal serta mengizinkan layanan dine in bagi restoran.

"Tolong bioskop dibuka. Selama ini kan terbukti, tidak ada kluster (Covid-19) yang terdeteksi karena pembukaan bioskop. Kami tidak cengeng, tapi tolong pertimbangkan," tutur Ketua Gabungan Pengusaha Bioskop Seluruh Indonesia (GPBSI) Djonny Syafruddin, kepada Katadata, Sabtu (28/8).

Djonny menambahkan penutupan bioskop dalam kurun waktu yang lama tidak hanya akan memukul industri perfilman tetapi juga berdampak besar terhadap 12.000 pekerja di bioskop. Asesmen untuk membuka dan menutup bioskop selama PPKM juga menurutnya kurang jelas. "Itu kan berubah-ubah, dulu PSBB, PPKM lah tapi kita diminta tutup. Kalau sudah sampai keterlaluan tutup-tutup terus, kita bisa tutup permanen," tandasnya.

Industri Film Jatuh, Bangkit, Bersemi, Kemudian Roboh Karena Pandemi

Produser film sekaligus CEO dari MD Pictures Manoj Punjabi mengatakan hantaman keras yang menimpa perfilman Indonesia di masa pandemi datang dalam bentuk berbagai rupa, mulai dari penutupan bioskop, keengganan masyarakat datang ke bioskop, sekaligus proses produksi.

"Yang paling berat tentu saja proses produksi. Bagaimana kami bisa syuting kalau ada pembatasan-pembatasan seperti PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat)," kata Manoj kepada Katadata, Jumat (27/8).

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement