Industri otomotif dibayangi tekanan berkepanjangan seiring pandemi corona yang belum juga berlalu. Produsen mobil dunia menutup sementara beberapa pabriknya untuk keselamatan pekerja, di tengah stok yang berlebih imbas lesunya penjualan. Transaksi mobil global tahun ini diprediksi turun 15,5 juta unit dari tahun lalu.
Di Amerika Serikat, tiga produsen mobil besar –General Motor Company, Ford Motor Company, dan Fiat Chrysler Automobiles- secara sukarela menghentikan produksi di berbagai pabriknya mulai 20 Maret lalu. Meskipun kini, ketiganya tengah mempersiapkan diri untuk kembali berproduksi.
Wallstreet Journal memberitakan ketiganya tengah berdiskusi dengan pemerintah negara bagian Michigan dan serikat pekerja United Auto Workers terkait keberlanjutan produksi. Sebelumnya, Michigan memerintahkan penutupan bisnis tidak utama hingga 15 Mei.
Namun, informasi berbagai sumber menyebutkan, ketiga perusahaan belum mencapai kesepakatan dengan serikat pekerja untuk memulai kembali produksi. Terutama hal ini mengenai protokol keselamatan.
(Baca: Industri Tekstil RI saat Pandemi: Sudah Jatuh, Tertimpa Tangga)
Di sisi lain, produsen mobil asal Jepang yang tidak memiliki serikat pekerja berencana memulai produksi terbatas pada Mei. Toyota Motor Corp disebut-sebut bisa memulai lagi produksinya pada 4 Mei dan Honda Motor sepekan kemudian.
Sedangkan di negara asalnya, kedua produsen mobil ini juga menutup sementara beberapa pabriknya mulai pertengahan April, dan berencana memangkas hari serta jam operasional pabrik pada bulan depan. Sedangkan rivalnya, Nissan memilih untuk menghentikan sementara operasional pabrik selama 16 hari mulai Senin, 27 April.
Produsen-produsen mobil tetap mengurangi kegiatan produksi meski Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe mengizinkan industri manufaktur tetap beroperasi di tengah status darurat corona. Pengurangan produksi guna merespons anjloknya penjualan.
(Baca: Dunia di Ambang Krisis Ekonomi Terburuk)
Di Indonesia, penutupan pabrik juga dilakukan para produsen mobil pada April ini. Honda yang menutup pabriknya di Karawang selama dua pekan sejak 13 April lalu telah memperpanjang penutupan hingga 8 Mei. Keputusan ini diambil agar stok tidak menumpuk di tengah pemintaan yang menurun.
Berdasarkan data penjualan mobil global yang dirilis Statista.com, penjualan mobil tercatat turun tahun lalu, dari 78,9 juta unit pada 2018 menjadi 75 juta unit pada 2019. Hal tersebut seiring melemahnya pertumbuhan ekonomi global. Sedangkan tahun ini, produsen otomotif global memprediksikan penurunan lebih lanjut penjualan menjadi hanya 60,5 juta unit.
Penjualan Mobil Dalam Negeri Rontok, Industri Turunan Terdampak
Penjualan mobil di Indonesia melemah sepanjang tiga bulan pertama tahun ini. Penurunan tajam mulai terjadi pada Maret lalu. Namun, dua merek mobil asal Jepang, Honda dan Suzuki, masih mencatatkan kenaikan penjualan secara kumulatif.
Berdasarkan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), total penjualan mobil sepanjang Januari-Maret tahun ini hanya 236.825 unit, turun 6,9% atau lebih dari 17 ribu unit dari capaian tahun lalu 254.332 unit.
Bila dilihat per bulan, penjualan mobil mulai jatuh pada Maret. Realisasi penjualan hanya 76.800 unit, anjlok 15,01 % dibandingkan bulan yang sama tahun lalu. Penurunan penjualan juga terjadi pada Januari dan Februari yaitu masing-masing 2,1 dan 2,6 %.
Secara kumulatif, penjualan mobil merek Toyota dan Daihatsu sepanjang Januari-Maret turun masing-masing 2,45 dan 5,1 % dibandingkan periode sama 2019. Kedua merek ini memegang lebih dari 50 % pangsa pasar di Indonesia. Namun, Honda dan Suzuki masih mencatatkan kenaikan 25,56 dan 5,86 %.
Penjualan beberapa merek mobil mewah juga tercatat masih menanjak, seperti Lexus naik 7,9 %, Volkswagen 25,61 %, dan BMW 13,27%. Namun, ada juga yang turun, misalnya Audi yang baru mencatatkan penjualan lima unit dari periode sama tahun lalu delapan unit.
Seiring perkembangan tersebut, Gaikindo memangkas prediksi penjualan mobil tahun ini dari 1,08 juta unit menjadi hanya 600 ribu unit. Target baru ini lebih rendah 41,5 % dari realisasi tahun lalu 1,03 juta unit. Jika realisasi penjualan betul-betul hanya 600 ribu unit, akan menjadi yang terendah dalam 10 tahun terakhir.
Target penjualan 600 ribu unit itu pun dengan asumsi pandemi corona mereda pada Juli. “Bila virus corona terus berlanjut, penjualan akan lebih rendah dari target tersebut,” kata Ketua Umum Gaikindo Yohannes Nangoi kepada katadata.co.id, pertengahan April lalu.
Pemulihan sektor otomotif diperkirakan memakan waktu relatif lama setelah pandemi berakhir. Sebab, fokus utama masyarakat adalah pemulihan kondisi keuangan lebih dulu, bukan membeli barang tersier seperti mobil.
Seiring tertekannya kinerja produsen mobil, berbagai industri turunan bakal ikut terdampak. Produsen ban Goodyear Indonesia menyatakan setiap pelaku ekonomi akan mengevaluasi strateginya di tengah wabah global, termasuk industri pendukung sektor otomotif.
“Goodyear juga tidak kebal,” kata Head of Marketing and Corporate Communication Goodyear Indonesia Wicaksono Sobroto, seperti dikutip Bisnis.
Perusahaan menghentikan sementara operasional pabriknya di Jawa Barat seiring pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar oleh pemerintah setempat mulai 20 April lalu. Penghentian direncanakan hingga 3 Mei mendatang. Selama penghentian sementara, gaji pekerja tetap dibayarkan.
(Baca: Penjualan Mobil Ditarget hanya 600 Ribu Tahun Ini, Pekerja Dirumahkan)
Pada 2019, kinerja Goodyear Indonesia mengalami tekanan berat. Pendapatan turun hampir 13 %, imbas penurunan penjualan di domestik dan ekspor. Alhasil, perusahaan mencatatkan rugi bersih sebesar US$ 246,6 ribu, berbalik dari laba bersih US$ 505,3 ribu pada tahun sebelumnya.
Selain produsen ban, ada ribuan pelaku usaha di sektor otomotif yang berisiko terdampak oleh masalah pandemi, termasuk penurunan penjualan mobil.
Sebagai gambaran, berdasarkan data Kementerian Perindustrian pada 2017, terdapat lebih dari 50 ribu perusahaan dalam industri otomotif nasional. Daftarnya mulai dari produsen mobil, suku cadang, bengkel/workshop, hingga tempat penjualan mobil atau suku cadang resmi dan tidak resmi.
Di tengah melemahnya penjualan, dealer resmi Toyota Auto2000 ramai jadi pemberitaan setelah memberikan diskon besar terhadap berbagai mobil. Berdasarkan informasi di situsnya pada 29 April 2020, diskon diberikan dari belasan hingga puluhan juta untuk semua jenis mobil.
Toyota Fortuner 4X2 misalnya, dibanderol dengan harga mulai Rp 471,55 juta, dari semula Rp 496,55 juta. Kemudian, Toyota Yaris dijual mulai harga Rp 227,95 juta, turun dari harga Rp 247,95. Toyota Sienta dijual mulai harga Rp 237,75 juta, turun dari harga Rp 257,75 juta.
Insentif Pemerintah hingga Dorongan Produksi Ventilator
Di tengah pukulan yang dialami industri di berbagai sektor, pemerintah telah merilis kebijakan insentif, termasuk untuk industri otomotif. Pemerintah juga sempat menyarankan pergeseran produksi sementara ke alat kesehatan seperti ventilator.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah merilis aturan insentif pajak bagi industri yang terdampak corona. Insentif pajak yang diberikan terdiri dari pajak penghasilan alias PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah, pembebasan PPh Pasal 22 impor, pengurangan PPh Pasal 25 sebesar 30 %, dan percepatan pengembalian kelebihan bayar PPN atau restitusi.
Aturan ini berlaku enam bulan sejak April hingga September 2020. Namun, Kementerian Perindustrian dikabarkan mengusulkan perpanjangan waktu insentif menjadi 12 bulan yang berlaku untuk berbagai industri manufaktur, termasuk otomotif.
(Baca: Indofarma Segera Produksi 15 ribu Ventilator dan Alat Pelindung Diri)
Masuk dalam kategori industri otomotif yakni industri kendaraan roda empat atau lebih, termasuk industri suku cadang dan aksesorisnya, serta industri karoseri, trailer dan semi trailer. Selain itu industri sepeda motor serta perlengkapan dan komponennya. Asosiasi Sepeda Motor Indonesia menyebut penjualan sepeda motor pada Januari saja sudah turun 18 % secara tahunan.
Di sisi lain, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mendorong industri otomotif untuk turut memproduksi ventilator. Merespons dorongan tersebut, Gaikindo meminta cetak biru dan pendampingan dari rekanan yang kompeten.
Saat ini, ventilator menjadi barang langka di tengah pandemi corona. Hal ini seiring meningkatnya kebutuhan untuk penanganan pasien corona. Di AS, beberapa perusahaan otomotif dan teknologi seperti Ford and General Electric, serta General Motors mulai memproduksi alat bantu pernapasan itu.