Pemerintah berencana memangkas jumlah bidang usaha tertutup dalam daftar negatif investasi (DNI) dari 20 menjadi hanya enam bidang usaha. Hal ini bertujuan memperlebar pintu masuk investasi asing.
Indonesia memang tercatat memiliki DNI terbanyak di Asia Tenggara. Selain bidang usaha tertutup, ada 495 bidang usaha terbuka bersyarat. Lebih tinggi dibandingkan Vietnam di urutan kedua yang memiliki total 249 DNI. Sedangkan, DNI Thailand, Singapura, Malaysia, dan Filipina terdiri kurang dari 50 bidang usaha.
Pengurangan pernah terjadi sebelumnya, yakni dari 24 bidang usaha pada 2010 menjadi 20 bidang usaha pada 2014. Jumlah itu dipertahankan pada Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2016 hingga sekarang.
Namun, data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) justru menunjukkan total realisasi investasi asing masih berfluktuasi. Nilai investasi asing bahkan mencapai titik terendah dalam lima tahun terakhir pada 2019 dengan US$ 28,2 miliar.
Proporsi investasi asing terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pun terus melambat setelah 2014. Pada 2014 tercatat sebesar 2,82%, menjadi 2,98% pada 2015, lalu anjlok ke 0,48% pada 2016. Peningkatan mulai terlihat pada 2017 menjadi 2,01%, tapi kemudian turun lagi menjadi 1,81% pada tahun berikutnya.
Pada 2019 yang kembali tumbuh menjadi 2,19%, pun belum mampu menyentuh level lima tahun sebelumnya. Kajian Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menyatakan, peningkatan 0,3% rasio investasi asing terhadap PDB mampu mendorong pertumbuhan ekonomi hingga 0,2-0,7%. Ketika rasio tumbuh melambat, maka dorongan ke laju ekonomi tak maksimal.
Berkaca kepada data-data tersebut, berarti pemangkasan jumlah bidang usaha tertutup di DNI belum optimal memacu investasi asing di Indonesia. dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Editor: Muhammad Ahsan Ridhoi