Penelitian terkait Covid-19 selama ini menyatakan orang lanjut usia (lansia) lebih rentan terinfeksi. Salah satunya penelitian sejumlah epidemolog London School of Hygiene and Tropical Medicine berjudul Age-dependent Effects in the Transmission and Control of Covid-19 Epidemics, bahwa lansia dua kali lipat lebih berisiko mengidap penyakit ini ketimbang yang berusia muda.
Pusat Analisis Determinan Kesehatan (PADK) Kementerian Kesehatan pun menyatakan hal serupa. Hal ini karena kualitas tubuh manusia menurun seiring pertambahan usia, meliputi penurunan fungsi organ dan gerak serta imunitas. Membuat lansia lebih rentan terkena penyakit. Imbauan kehati-hatian terhadap Covid-19 pun lebih banyak kepada lansia.
Akan tetapi, data Satgas Covid-19 per 4 Oktober 2020 menunjukkan sebaliknya. Dari total 303.498 kasus Covid-19, 65,4% di antaranya berusia di bawah 45 tahun. Rinciannya 2,5% berusia 0-5 tahun, 7,7% berusia 6-18 tahun, 24,3% berusia 19-30 tahun, dan 30,9% berusia 31-45 tahun. Meskipun tingkat kesembuhan seluruh kelompok usia tersebut lebih tinggi ketimbang lansia, tapi tetap harus menjadi perhatian.
Tingginya kasus Covid-19 pada penduduk berusia muda, tak lepas dari masih minimnya kesadaran menerapkan protokol kesehatan. Hal ini sebagaimana termuat dalam hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) terhadap perilaku masyarakat di masa pandemi dalam rentang 7-14 September 2020.
Untuk memakai masker, 90,1% responden berusia 17-30 tahun dan 91,8% persen berusia 31-45 tahun yang sering atau selalu melakukannya. Lebih rendah dari yang berusia 46-60 tahun (94%) dan di atas 60 tahun (93,1%).
Padahal studi dari tim peneliti Texas A&M University, University of Texas, University of California, dan California Institute of Technology menyatakan, pemakaian masker mencegah 78 ribu kasus Covid-19 di Italia pada 6 April-9 Mei 2020 dan 66 ribu kasus di New York pada 17 April-9 Mei 2020. Penelitian ini terbit di Proceeding of the National Academy of Sciences.
Studi tersebut juga menyatakan, penggunaan masker efektif dalam mencegah penularan Covid-19 melalui udara atau airborne. Sementara menjaga jarak, menggunakan hand sanitizer, dan karantina atau isolasi, efektif mencegah penularan melalui kontak langsung. Sehingga, sangat direkomendasikan seluruhnya diterapkan bersamaan oleh anak muda dan lansia.
Masalahnya, survei BPS juga mendapati responden berusia muda juga lebih minim yang sering atau selalu menjaga jarak, menghindari kerumunan, dan menghindari jabat tangan ketimbang yang berusia di atas 45 tahun. Begitupun dalam menerapkan protokol menggunakan hand sanitizer dan mencuci tangan selama dua puluh detik dengan sabun.
Ditambah lagi frekuensi penduduk berusia muda keluar rumah saat masa adaptasi kebiasaan baru lebih tinggi ketimbang lansia. Di kelompok usia 17-30 tahun mencapai 25,05% dan 31-45 tahun 25,20% yang menyatakan lebih sering keluar rumah. Sebaliknya, 20,03% kelompok usia 45-60 tahun dan 9,78% di atas 60 tahun yang mengaku demikian.
Sebetulnya, tingginya frekuensi masyarakat berusia muda keluar rumah bisa dipahami karena masih dalam usia produktif bekerja. Tercermin dari mayoritas responden seluruh kelompok usia dalam survei BPS yang mengaku lebih sering keluar rumah untuk bekerja.
Oleh karena itu, ini perlu menjadi catatan khusus bagi pemerintah dan pemberi kerja memastikan protokol kesehatan berlaku di kantor atau perusahaan. Begitu juga di tempat-tempat publik. Karena, survei ini juga mendapati belum 100% tempat kerja dan tempat pelayanan publik menerapkan protokol kesehatan.
Presiden Joko Widodo perlu mengevaluasi pelaksanaan dan sosialisasi Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2020 tentang Peningkatan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan. Terlebih, menurut BPS, 51% atau mayoritas masyarakat berusia 17-30 tahun mengabaikan protokol kesehatan karena tak ada sanksi pemerintah. Jika itu tidak dilakukan, maka penularan Covid-19 di usia muda semakin banyak dan bisa berimbas kepada melambatnya penanganan pandemi.
Editor: Muhammad Ahsan Ridhoi