Pandemi Covid-19 yang memicu resesi ekonomi ternyata tidak menyurutkan minat masyarakat mengikuti Hari Belanja Online Nasional (Harbolnas) pada 12 Desember 2020. Hal ini terlihat dari Shopee yang mencatatkan 3 juta kunjungan dalam satu jam pertama gelaran tersebut.
Catatan kunjungan pengguna ke Shopee tersebut meningkat hingga delapan kali lipat dibandingkan Harbolnas 12.12 pada 2019. E-commerce ini pun berhasil menjual 12 juta produk dalam waktu 24 menit pertama Harbolnas 2020.
“Rekor penjualan tertinggi di satu juta produk terjual dalam satu menit,” kata Direktur Shopee Indonesia, Christin Djuarto, dalam jumpa pers secara virtual, Senin (14/12).
Rekor lain yang berhasil dicetak Shopee, menurut Christin, adalah penjualan 4 ribu produk perawatan wajah atau kecantikan setiap menit pada 12 Desember. Produk yang banyak dibeli adalah masker wajah dan lipbalm atau pelembab bibir.
Pada Harbolnas tahun lalu, produk kecantikan juga mendominasi penjualan. Nielsen Indonesia mencatat penjualan produk kategori fashion dan kosmetik rata-rata meningkat 6% pada 2019.
Hasil riset Katadata Insight Center (KIC) bersama Kredivo terhadap perilaku konsumen e-commerce di Indonesia menjelaskan dominasi penjualan produk fashion dan kosmetik dalam Harbolnas. Dari lebih dari 10 juta sampel transaksi di sejumlah e-commerce, jumlah transaksi tertinggi untuk kategori produk busana dan aksesori. Di posisi kedua adalah produk kesehatan dan kecantikan.
Untuk produk kategori perlengkapan rumah, Shopee mencatat penjualan tempat penimpanan mencapai 2,5 juta buah. Lalu, aksesoris ponsel pintar terjual lebih dari 1,2 juta buah selama 24 jam pertama gelaran Harbolnas 12.12.
Shopee mencatat penjualan tertinggi berdasarkan wilayah dari Jawa Barat dengan lebih dari 1,3 juta produk terjual dalam satu jam. Selain itu, e-commerce ini mencatat peningkatan transaksi menggunakan ShopeePay hingga 18 kali lipat.
Kesuksesan Shopee memang bisa menjadi gambaran meningkatnya minat masyarakat dalam Harbolnas tahun ini. Hal ini lantaran e-commerce ini menduduki peringkat pertama di Indonesia dalam Map E-Commerce yang dirilis iprice dalam tiga tahun ke belakang. Unggul dari Tokopedia yang berada di peringkat kedua dan Lazada di posisi ketiga.
Pada kuartal ketiga 2020, Shopee pun berada di peringkat pertama situs dengan jumlah kunjungan bulanan terbanyak dengan 96,5 juta pengunjung. Tokopedia menempati urutan kedua dengan 85 juta pengunjung bulanan. Di peringkat ketiga adalah Bukalapak dengan 31,4 juta pengunjung bulanan.
Antusiasme masyarakat di Harbolnas 2020 melanjutkan tren peningkatan yang telah terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. Pada 2013, nilai transaksi Harbolnas hanya mencapai Rp 740 miliar. Peningkatan kemudian terus terjadi pada gelaran di tahun-tahun setelahnya hingga mencapai Rp 9,1 triliun pada 2019.
Ada dua penyebab Harbolnas 2020 tetap mencetak penjualan tinggi meskipun krisis ekonomi sedang melanda Indonesia. Pertama, adalah faktor promo dan diskon harga yang memungkinkan masyarakat membeli barang di tengah penurunan pendapatan.
Survei BPS menujukkan bahwa masyarakat miskin, rentan miskin, dan yang bekerja di sektor informal merupakan yang paling terdampak dari pandemi Covid-19. Berdasarkan kelompok pendapatan, sebanyak 70,53% responden dalam kelompok berpendapatan rendah atau di bawah Rp 1,8 juta mengaku mengalami penurunan pendapatan.
Hal yang sama juga terjadi pada masyarakat berpendapatan tinggi. Sebanyak 30,34% atau 3 dari 10 responden mengaku mengalami penurunan pendapatan.
Dalam Harbolnas 2020, Shopee menawarkan gratis ongkos kirim Rp 0-120 ribu, cashback 100 persen hingga Rp 1,2 juta, checkout Rp 100 ribu, ShopeePay Deals Rp 1, hingga banting harga Rp 12.
Lazada menawarkan diskon hingga 99 persen, flash sale mulai dari Rp 12, promo bebas ongkos kirim, dan penawaran menarik lain dari brand-brand premium. Tawaran lebih kurang serupa juga diberikan oleh e-commerce lain. Masyarakat pun bisa membeli barang dengan lebih murah.
Sementara, Riset KIC pada November lalu mencatat, harga adalah faktor yang paling menentukan minat membeli produk secara daring. Selanjutnya baru kualitas barang tersebut.
Riset GlobalWebIndex pun mencatat faktor utama konsumen berbelanja daring karena gratis dan promosi dan diskon. Faktor lain adalah ulasan dari pembeli lain hingga jumlah likes produk di media sosial.
Kecenderungan tersebut juga terlihat dari ajang belanja daring 10.10 dan 11.11 tahun ini. Dalam keduanya, sejumlah e-commerce juga menawarkan aneka promosi dan diskon harga. Hasilnya Bukalapak mencatat kenaikan transaksi lebih dari 70% pada ajang 10.10 tahun ini.
“Pada ajang 11.11 kali ini, kami mencatatkan kenaikan GMV (Gross Merchandise Value/nilai total transaksi) sebesar 100% dibanding periode yang sama tahun lalu,” ujar VP of Marketing Bukalapak Erick Wicaksono kepada Katadata.co.id, Jumat (4/12).
Kemudian Shopee mencatat peningkatan transaksi hingga enam kali lipat dibandingkan pada 2019 dalam pesta belanja 11.11 tahun ini. Lazada pun menyatakan ajang tersebut mendongkrak transaksi mitra penjual hingga empat kali lipat.
Penyebab kedua konsumsi masyarakat di Harbolnas 2020 tetap tinggi, adalah perubahan perilaku belanja dari luring ke daring selama pandemi Covid-19. Hasil survei konsumen Bank DBS pada Oktober 2020 menemukan, 66% masyarakat berencana beralih berbelanja di e-commerce usai pandemi. Sebaliknya, hanya 24% yang berencana berbelanja di toko fisik usai pagebluk.
Survei tersebut juga menemukan peningkatan jumlah konsumen yang berbelanja melalui media sosial. Sebelum pandemi, hanya 1% yang mengaku melakukannya. Namun, setelah pandemi meningkat jadi 3% yang akan melakukannya.
Penyumbang terbesar perekonomian ekonomi Indonesia adalah konsumsi domestik. Hal ini tercermin dari rasio konsumsi rumah tangga terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang mencapai 56,86%. Pada kuartal III 2020, konsumsi rumah tangga terkontraksi 4,04% (yoy) dan menyebabkan ekonomi Indonesia tumbuh minus 3,49%.
Berkaca kepada Harbolnas 2020, semakin menjadi penting bagi pemerintah mengakselerasi digitalisasi ekonomi untuk menggenjot lagi ekonomi domestik. Dengan begitu, peluang pembalikan ekonomi usai resesi bisa semakin cepat.
Editor: Muhammad Ahsan Ridhoi