Bisnis jasa pesan-antar makanan daring di Indonesia masih potensial bagi pemain baru di masa depan. Pandemi Covid-19 yang membuat masyarakat beradaptasi untuk berbelanja secara daring, menambah pasar konsumen sektor ini.
Dua pemain utama jasa layanan pesan antar-makanan daring di Indonesia sampai saat ini adalah Grab dengan Grabfood-nya dan Gojek dengan Gofood-nya. Berdasarkan data Momentum Works, Grab memimpin dengan menguasai 53% dari total nilai Gross Merchandise Value (GMV)—akumulasi nilai pembelian dari pengguna layanan pesan antar-makanan di negeri ini yang sebesar US$ 3,7 miliar pada 2020. Gojek menguasai sisanya.
Di tingkat Asia Tenggara, kedua platform tersebut juga bertaji. Total nilai GMV Grab di peringkat pertama se-kawasan dengan US$ 5,9 miliar pada 2020. Angka tersebut dihasilkan dari memimpin pasar di lima dari enam negara utama di kawasan, yakni Thailand, Indonesia, Singapura, Malaysia, dan Filipina. Di Vietnam, Grab kalah dari platform lokal bernama Now yamg menguasai 42% pasar.
(Baca Juga: Alaram Bahaya Deforestasi di Kalimantan dari Bencana Banjir)
Sementara total nilai GMV Gojek yang juga beroperasi di Thailand dan Vietnam, berada di peringkat ketiga se-Asia Tenggara dengan US$ 2 miliar. Di Thailand, Gojek menguasai 7% pasar. Di Vietnam, platform yang mempunyai tagline Karya Anak Bangsa ini menguasai 9% pasar.
Meski demikian, bukan berarti peluang pemain baru tertutup untuk turut mengambil berkah dari bisnis jasa layanan pesan-antar makanan daring di Indonesia. Sebaliknya kian terbuka seiring meningkatnya volume pasar.
Google, Temasek, dan Bain Company memproyeksikan total nilai GMV jasa pesan-antar makanan dan transportasi daring di Indonesia sebesar US$ 16 miliar atau setara Rp 225,6 triliun (kurs Rp 14.100 per dolar AS) pada 2025. Angka tersebut naik 28% dari tahun lalu yang sebesar US$ 5 miliar. Sebuah hal yang menunjukkan kian luasnya pasar sektor tersebut di masa depan.
Terlebih saat ini masyarakat Indonesia sudah kian terbiasa memesan makanan-minuman melalui jasa layanan pesan-antar daring. Hasi survei Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Indonesia terhadap 4.199 orang pada September 2020 mendapati pengeluaran rutin 97% responden selama pandemi Covid-19 untuk membeli makanan melalui layanan pesan-antar daring.
(Baca Juga: Pandemi Mengubah Masa Depan Peta Pasar Tenaga Kerja)
Survei tersebut juga mendapati pengeluaran bulanan terbesar masyarakat selama pandemi Covid-19 untuk membeli makanan melalui layanan pesan-antar daring. Angkanya mencapai Rp 1,5 juta per bulan.
Platform e-dagang Shopee salah satu yang menangkap peluang besar bisnis jasa layanan pesan-antar makanan daring di Indonesia. Shopee mengembangkan bisnis ke Shopeefood pada April 2020. Pada November 2020, platform ini pun mencari mitra pengemudi untuk ShopeeFood.
“Mitra pengemudi akan mengantarkan makanan dan/atau minuman dari penjual, baik berpartisipasi sebagai penjual yang terdaftar pada Shopee ataupun tidak kepada pelanggan,” tulis Shopee dalam situs resminya.
Katadata.co.id mencoba mengonfirmasi terkait hal itu ke Shopee. Namun, hingga berita ini ditulis belum ada tanggapan resmi dari Shopee. Terlepas dari ihwal iklan mencari mitra pengemudi yang belum terang, Shopeefood tetap potensial untuk berkembang di dalam negeri dan semakin meramaikan persaingan sektor jasa layanan pesan-antar makanan daring.
(Baca Juga: Peluang Merger Dua Unicorn Indonesia)
Bagaimanapun, Shopee telah kokoh sebagai merek dan memiliki pasar besar di Indonesia. Berdasarkan data Iprice, pengunjung Shopee tertinggi di antara platform e-dagang lain di negeri ini pada kuartal III-2020 dengan 96,5 juta kunjungan per bulan.
Dengan strategi yang tepat, Shopee sangat mungkin menyelaraskan pasarnya saat ini untuk Shopeefood. Jika itu terjadi, maka menjadi tantangan besar bagi Grab dan Gojek sebagai duo Goliath sektor bisnis jasa layanan pesan-antar makanan daring.
Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad berpendapat perlu pemberian harga menarik kepada konsumen dan efisiensi internal untuk menurunkan biaya (cost) dala persaingan di sektor jasa layanan pesan-antar makanan daring.
Peneliti INDEF Bhima Yudhistira pun menyatakan pendapat serupa. Ia pun menekankan pentingnya mengembangkan jumlah mitra penjual (merchant). Tren cloud kitchen menurutnya bisa membuka peluang sebuah platform layanan pesan-antar makanan daring meningkatkan jumlah mitra penjual.
“Semakin banyak jumlah merchant, maka tingkat GMV-nya semakin besar,” kata Bhima kepada Katadata.co.id.
Selain itu, kata Bhima, perusahaan juga harus menjadi first mover atau mengawali untuk menjangkau daerah dengan penetrasi layanan pesan-antar makanan daring yang rendah.
“Caranya, kerja sama dan pemasaran dengan pihak warung atau restoran,” kata Bhima.
Editor: Muhammad Ahsan Ridhoi