Upaya Pemulihan Ekonomi Nasional dan Beragam Kendalanya

Image title
21 Juli 2020, 19:09
ilustrasi. Pemerintah telah membuat program pemulihan ekonomi nasional, tapi beragam kendala mengiringinya.
ANTARA FOTO/Dedhez Anggara/aww.
ilustrasi. Pemerintah telah membuat program pemulihan ekonomi nasional, tapi beragam kendala mengiringinya.

Pemerintah telah membuat kebijakan pemulihan ekonomi nasional atau PEN di tengah pandemi virus corona. Kebijakan ini termuat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020 yang diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 9 Mei lalu. Namun, pelaksanaannya belum maksimal karena terkendala sejumlah hal.

Definisi PEN sebagaimana termaktub dalam Pasal 1 poin (1) beleid tersebut adalah, rangkaian kegiatan untuk mengurangi dampak covid-19 pada perekonomian dan stabilitas sistem keuangan. Sementara Pasal 2 menyatakan tujuannya untuk “melindungi, mempertahankan, dan meningkatkan kemampuan ekonomi para pelaku usaha dalam menjalankan usahanya.”

Prinsip pelaksanaan PEN, seperti termaktub dalam Pasal 3, yakni berasas keadilan sosial; untuk kemakmuran rakyat; mendukung pelaku usaha; menerapkan kaidah-kaidah kebijakan penuh kehati-hatian serta tata kelola yang baik, transparan, akseleratif, adil, dan akuntabel sesuai dengan peraturan perundang-undangan; tidak menimbulkan moral hazard; dan pembagian biaya dan risiko antar pemangkau kepentingan sesuai tugas dan kewenangan masing-masing.

Pemerintah pada mulanya menganggarkan PEN sebesar Rp 641,17 triliun dan mengalokasikannya kepada 10 instrumen kebijakan. Beberapa di antaranya untuk dukungan konsumsi yang meliputi Program Keluarga Harapan (PKH) dan bantuan sosial lain sebesar Rp 172,1 triliun, insentif perpajakan sebesar Rp 123,01 triliun, dan percepatan pembayaran kompensasi sebesar Rp 90,42 triliun.

Rincian anggaran selengkapnya seperti tertuang dalam Databoks di bawah ini:

Sumber dana anggaran, seperti tertuang dalam Pasal 4, adalah dari Penyertaan Modal Negara (PMN), penempatan dana, investasi pemerintah, dan penjaminan. Pasal 5 juga menyatakan, selain seluruh hal tersebut pemerintah juga dapat melakukan kebijakan melalui belanja negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Namun, dalam perjalanannya anggaran tersebut naik dua kali. Mulanya naik menjadi Rp 677,20 triliun, lalu naik lagi menjadi Rp 695,20 triliun. Menkeu Sri Mulyani menyatakan, peningkatan anggaran pun masih bisa terjadi lagi jika pandemi virus corona berlangsung lebih lama. Alasannya, selama pandemi masyarakat akan terus merasakan dampak ekonomi dan kesehatan, sehingga pemerintah wajib terus membantu.

“Jadi seluruh APBN dfikouskan untuk mengurangi tekanan berat di kuartal II, sehingga di kuartal III mulai terjadi pemulihan atau pengurangan tekanan,” kata Sri dalam video conference, 16 Juni lalu.

Secara garis besar, Plt Kepala Pusat Kebijakan Sektor Keuangan Kemenkeu Adi Budiarso pada 19 Juni lalu menyatakan, pengalokasian anggaran PEN untuk dua hal: sisi permintan dan pasokan. Sisi permintaan berwujud stimulus bantuan sosial untuk menggeliatkan konsumsi. Sementara sisi pasok berwujud stimulus untuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), korporasi, dan BUMN.

“Karena pandemi ini telah memukul dari sisi supply dan demand. Jadi pemerintah memastikan keduanya terjaga,” katanya dalam video conference.

Stimulus Permintaan

Pemerintah menganggarkan stimulus permintaan sebesar Rp 203,9 triliun. Anggaran tersebut mencakup delapan program bansos, yakni PKH Rp 37,40 triliun, kartu sembako Rp 43,60 triliun, bansos Jabodetabek Rp 6,80 trilin, bansos non-Jabodetabek Rp 32,40 triliun, Kartu Pra Kerja Rp 20 triliun, diskon listrik Rp 6,9 triliun, logistik/pangan Rp 25 triliun, dan BLT Dana Desa Rp 31,8 triliun.

Merujuk kepada data Kemenkeu, target penerima PKH adalah sebanyak 10 juta keluarga penerima manfaat (KPM) yang berada di desil pendapatan masyarakat 1-2. Bantuan ini diberikan selama 12 bulan mulai Mei lalu. Lalu, pemerintah menargetkan penerima Kartu Sembako sebanyak 20 juta KPM di desil 1-3 dengan nilai bantuan Rp 200 ribu/bulan selama setahun.

Pemerintah menggratiskan tarif listrik untuk pengguna 450 VA yang berjumlah 24 juta rumah tangga dan diskon 50% untuk pengguna 900 VA yang berjumlah 7,2 juta VA. Program ini berjalan selama 6 bulan mulai 1 April lalu sampai September mendatang.

Selanjutnya, bansos Jabodetabek diberikan dalam bentuk sembako untuk 1,3 juta KPM di DKI Jakarta dan 600 ribu KPM di Bodetabek. Sementara bansos untuk warga non-Jabodetabek berupa uang tunai dengan target 9 juta KPM. Besaran kedua bansos tersebut dibagi dua: April-Juni Rp 600 ribu/bulan dan Juli-Desember Rp 300 ribu/bulan.

Staf Khusus Menkeu Masyita Crystalin menyebut kepada Katadata.co.id pada 24 April, warga yang mendapat bansos ini bukan penerima manfaat PKH. Sehingga, menurutnya, tak terjadi tumpang tindih penerima bansos. Penerimanya juga sudah mencapai desil pendapatan 5.

BLT Dana Diberikan kepada 11 Juta KPM di luar penerima PKH. Bantuan ini diberikan selama 6 bulan dari April-September. Besaran bantuan pun dibagi dua: April-Juni Rp 600 ribu/bulan dan Juli-September Rp 300 ribu/bulan. Sedangkan, pemerintah menargetkan penerima Kartu Pra Kerja sebanyak 5,6 juta orang yang pendaftarannya dimulai pada 11 April lalu.

Rincian manfaat bagi peserta program Kartu Pra Kerja seperti dalam Databoks di bawah ini:

Stimulus UMKM

UMKM menjadi salah satu perhatian utama pemerintah dalam PEN. Sektor yang menjadi tulang punggung perekonomian nasional dalam menghadapai krisis 1998/1999 dan 2008 ini turut terseok menghadapi pandemi virus corona. Anggaran stimulus untuk sektor ini sebesar Rp 123,46 triliun.

Anggaran tersebut meliputi subsidi bunga sebesar Rp 35,28 triliun; penempatan dana untuk restrukturisasi sebesar Rp 78,78 triliun; belanja IJP sebesar Rp 5 triliun, penjaminan untuk modal sebesar  Rp 1 triliun; PPh final sebesar Rp 2,4 triliun; pembiayaan investasi kepada koperasi melalui LPDB KUMKM sebesar Rp 1 triliun.

Pasal 10 ayat (3) PP 23/2020 menyatakan penempatan dana dilakukan pemerintah bagi bank yang telah merestrukturisasi kredit UMKM dan menyalurkan kredit modal kerja tambahan atau baru. Program ini bersinambung dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019. Peraturan ini mengizinkan bank merestrukturisasi kredit UMKM terdampak corona dengan plafon maksimal Rp 10 miliar.

Data OJK per 23 Juni menyatakan 102 bank telah melakukan restrukturisasi kredit kepada UMKM dan non-UMKM. Debitur UMKM yang telah direstrukturisasi sebanyak 5,17 juta dengan nilai mencapai Rp 298,86 triliun. OJK pun memproyeksikan debitur UMKM yang bisa direstrukturisasi mencapai 12,69 juta dengan nilai total Rp 553,93 triliun. 

Penjaminan modal kerja dilakukan secara langsung oleh BUMN strategis dan badan usaha (Jamkrindo dan Askrindo). Total anggarannya Rp 6 triliun dengan rincian Imbal Jasa Penjaminan (IJP) sebesar Rp 5 triliun dan penjaminan untuk modal kerja atau stop loss sebesar Rp 1 trilun.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...