Langgar Protokol, Pemenang Pilkada Bakal Ditunda Pelantikannya

Rizky Alika
8 September 2020, 17:30
Warga menunjukkan contoh surat suara saat simulasi pemungutan suara pemilihan serentak 2020 di Jakarta, Rabu (22/7/2020). Simulasi tersebut digelar untuk memberikan edukasi kepada masyarakat terkait proses pemungutan dan penghitungan suara Pilkada serenta
ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/pras.
Warga menunjukkan contoh surat suara saat simulasi pemungutan suara pemilihan serentak 2020 di Jakarta, Rabu (22/7/2020). Simulasi tersebut digelar untuk memberikan edukasi kepada masyarakat terkait proses pemungutan dan penghitungan suara Pilkada serentak 2020 yang akan dilaksanakan pada 9 Desember 2020 dengan menerapkan protokol kesehatan COVID-19.

Pemilihan Kepala Daerah atau Pilkada serentak 2020 akan digelar pada Desember mendatang di 270 wilayah. Di tengah pandemi, pemerintah harus mencegah penularan Covid-19 dalam ajang tersebut. Di antaranya adalah dengan memperingatkan para calon kepala daerah agar pendukungnya mematuhi protokol kesehatan.

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengatakan, pemenang pilkada yang tercatat melanggar protokol kesehatan sebanyak tiga kali atau lebih akan ditunda pelantikannya serta disekolahkan selama enam bulan. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

"Presiden dapat meminta Menteri Dalam Negeri untuk menunda pelantikan selama enam bulan dan mereka disekolahkan dulu," kata Tito usai menghadiri rapat terbatas Lanjutan Pembahasan Persiapan Pelaksanaan Pilkada Serentak, Selasa (8/9).

Menurutnya, Kementerian Dalam Negeri akan bekerja sama dengan Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) untuk menyiapkan sekolah tersebut. Hal ini diharapkan dapat membentuk calon pemimpin daerah yang baik dan taat terhadap protokol kesehatan.

Tito mengatakan, sejumlah petahana telah melanggar protokol kesehatan Covid-19. Salah satu pelanggaran yang terjadi ialah pengadaan konser oleh bakal pasangan calon Bupati Bulukumba.

Ia pun telah memberikan peringatan kepada 53 petahana yang mendaftar pilkada. Nantinya, Kemendagri juga akan memberikan sanksi lain kepada petahana yang melanggar protokol kesehatan berkali-kali.

Sedangkan, pencatatan pelanggaran protokol kesehatan oleh kontestan pilkada akan dilakukan oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu).

Tito menyebutkan, Kemendagri akan menunjuk pejabat sementara (PJS) dari pihak Kemendagri bagi petahana yang kerap melanggar protokol kesehatan. "Jadi PJS bukan dari daerah. Dari pusat supaya kendalikan kampanye sesuai protokol kesehatan," katanya.

Meski begitu, Kemendagri tidak bisa menindaklanjuti pelanggaran oleh bakal calon pasangan selain ASN. Oleh karena itu, teguran kepada kandidat non-ASN dilakukan oleh Bawaslu.

Ia pun menduga, ada dua penyebab bakal pasangan calon melanggar protokol kesehatan. Pertama, bakal pasangan calon belum mengetahui aturan yang berlaku lantaran sosialisasi aturan dilakukan dalam waktu singkat, yaitu selama dua hingga tiga hari.

Kedua, bakal pasangan calon kemungkinan sudah mengetahui aturan yang berlaku, namun ingin unjuk kekuatan hingga melanggar aturan Covid-19.

Ketua Bawaslu Abhan mengatakan, jajarannya telah melakukan sosialisasi masif tentang protokol kesehatan saat pendaftaran pilkada. Sosialisasi juga dilakukan dengan memberikan surat imbauan kepada pimpinan partai daerah.

"Intinya, pendaftaran bakal pasangan calon tidak membawa arak-arakan, namun masih ada yang melibatkan massa," kata Abhan.

Presiden Joko Widodo dalam pembukaan rapat mengatakan, penerapan protokol kesehatan harus diterapkan dalam pilkada. "Protokol kesehatan dalam pilkada harus ditegakkan dan tidak ada tawar menawar," ujar Mantan Wali Kota Solo tersebut.

Ia pun meminta seluruh pihak penyelenggara pilkada, jajaran keamanan, penegak hukum, serta organisasi masyarakat untuk displin mengikuti protokol kesehatan.

Di sisi lain, ia juga meminta proses pilkada dapat dilaksanakan secara demokratis. Oleh karena itu, ia meminta aparat TNI dan Polri untuk bersikap netral serta tidak memihak pasangan calon tertentu.

"Kami juga tidak membiarkan adanya simbol yang membahayakan persatuan masyarakat. Jangan gunakan politik identitas atau politik SARA," ujar Jokowi.

Reporter: Rizky Alika
Editor: Pingit Aria

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...