UU Cipta Kerja Tanpa Upah Minimum Sektoral Obati Kepusingan Pengusaha

Rizky Alika
10 Oktober 2020, 06:15
Ratusan buruh berunjuk rasa di kawasan Jatiuwung, Kota Tangerang, Banten, Senin (5/10/2020). Dalam aksinya mereka menolak 'omnibus law' dan mengancam akan melakukan mogok kerja pada 6-8 Oktober 2020.
ANTARA FOTO/Fauzan/wsj.
Ratusan buruh berunjuk rasa di kawasan Jatiuwung, Kota Tangerang, Banten, Senin (5/10/2020). Dalam aksinya mereka menolak 'omnibus law' dan mengancam akan melakukan mogok kerja pada 6-8 Oktober 2020.

Pemerintah menghapus ketentuan upah minimum sektoral melalui Undang-Undang (UU) Cipta Kerja. Pengusaha menilai ketentuan berlapis ini tak perlu, sebab sudah ada upah minimum provinsi (UMP) dan upah minimum kota/kabupaten (UMK).

Anggota Tim Perumus Omnibus Law Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Aloysius Budi Santoso menilai, ketentuan upah sektoral selama ini memusingkan. Sebab, selain UMP dan UMK, ada juga Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMSP) dan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/kota (UMSK) 

"Selama ini kita sebagai pengusaha agak pusing karena selama ini negosiasi dagang sapi," kata dia dalam sebuah diskusi virtual, Jumat (9/10).

Aloysius juga menyebutkan, pengusaha telah meminta pemerintah untuk mengubah ketentuan UU 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan sejak 4 tahun lalu, namun hal ini sulit dilakukan.

Ia pun mengatakan, saat ini ketentuan upah sektoral dapat dilakukan melalui ruang bipartite antara pengusaha dan buruh. Hal ini dinilai baik lantaran masing-masing industri memiliki kemampuan yang berbeda-beda, seperti industri otomotif yang terdiri dari pabrik besar hingga pabrik komponen yang lebih kecil.

Sebelumnya, pengaturan tentang upah minimum berdasarkan sektor sebelumnya diatur dalam Pasal 89 UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Namun, UU Cipta Kerja melalui Pasal 81 poin 26 menyebutkan penghapusan ketentuan Pasal 89.

Selanjutnya, pasal 90A UU Cipta Kerja menyebutkan, upah di atas upah minimum ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja/buruh di perusahaan.

Aloysius pun menambahkan, pengusaha juga tetap memberikan upah kepada pekerja yang cuti haid. "Di UU Cipta Kerja tidak dicantumkan, berarti pasal di UU Ketenagakerjaan masih berlaku," ujar dia.

Halaman:
Reporter: Rizky Alika
Editor: Pingit Aria
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...