Utang RI Melonjak ke Rp 6.361 T, Rasionya Rendah Dibanding Negara Lain
Jumlah utang pemerintah terus bertambah. Hingga Februari 2021, total utang mencapai Rp 6.361,02 triliun atau naik 28,55% dari periode yang sama tahun sebelumnya yang memcapai Rp 4.948,18 triliun.
Posisi utang pemerintah tersebut setara dengan 41,1% dari Produk Domestik Bruto (PDB). "Peningkatan rasio utang Indonesia di masa pandemi merupakan salah satu yang terkecil," bunyi buku APBN KiTa edisi Maret 2021 dikutip Senin (29/3).
Kepala Ekonom Permata Bank Josua Pardede menilai, rasio utang pemerintah terhadap PDB memang cenderung lebih rendah dari negara lain di masa pandemi ini. Pada 2020, rasio utang RI tercatat sekitar 38,5% dari PDB, lebih rendah dari negara berkembang lainnya.
Rasio utang berbanding PDB dari beberapa negara tetangga yakni Vietnam yang mencapai 46,6%, Malaysia (67,6%), Thailand (50,4%), dan Filipina (48,9%).
Di sisi lain sebagian besar negara maju memiliki rasio utang yang lebih tinggi lagi seperti AS sebanyak 131,2%, Jepang 266,2%, dan Jerman 73,3%. "Masih rendahnya tingkat rasio utang terhadap PDB Indonesia mengindikasikan bahwa pemerintah tetap prudent dan manageable dalam hal pengelolaan utang," kata Josua kepada Katadata.co.id, Senin (29/3).
Dia menilai pemerintah perlu mendorong percepatan pemulihan ekonomi nasional dengan peningkatan produktivitas belanja negara. Sehingga, aktivitas ekonomi dari sisi permintaan dan produksi bisa terus membaik.
Harapannya kondisi penerimaan negara bisa membaik agar skenario konsolidasi fiskal dapat terealisasi dan defisit APBN pada 2023 bisa kembali ke aturan fiskal 3% terhadap PDB. "Ini mengindikasikan bahwa beban utang pemerintah akan cenderung menurun dalam jangka menengah-panjang yang juga akan berkontribusi dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan," katanya.
Tahun ini, pemerintah menargetkan defisit hingga 5,7% dari PDB, lebih kecil dari realisasi tahun lalu yang mencapai 6,09%. Hingga Februari 2021, defisit fiskal telah mencapai 0,36% terhadap PDB.
Komposisi utang pemerintah pusat mayoritas berupa utang dalam bentuk surat berharga negara domestik yang hingga akhir Februari 2021 mencapai 66,59% dari total komposisi utang. Sementara itu, utang pemerintah pusat semakin didominasi utang dalam mata uang rupiah, yaitu mencapai 66,78%.
Secara perinci, total utang pemerintah terdiri dari SBN Rp 5.498,63 triliun dan pinjaman Rp 862,38 triliun. Dengan demikian porsi SBN mencapai 86,44% dan pinjaman 13,56% terhadap total utang pemerintah.
Lebih rinci, utang dalam bentuk SBN berasal dari domestik Rp 4.235,55 triliun yang meliputi surat utang negara (SUN) Rp 3.463,72 triliun dan surat berharga syariah negara (SBSN) Rp 771,83 triliun. Sedangkan SBN valas berupa SUN Rp 1.011,23 triliun dan SBSN Rp 251,85 triliun.
Adapun utang pemerintah dalam bentuk pinjaman terdiri dari pinjaman dalam negeri Rp 12,51 triliun dan pinjaman luar negeri Rp 849,87 triliun. Pinjaman luar negeri berasal dari bilateral Rp 331,164 triliun, multilateral Rp 473,4 triliun, dan bank komersial Rp 45,31 triliun.
Sepanjang 2021, realisasi pembiayaan utang telah mencapai Rp 273,02 triliun per Februari. Angka tersebut terdiri dari penerbitan surat berharga negara (SBN) neto sebesar Rp 271,39 triliun dan pinjaman neto Rp 1,63 triliun.
Pemerintah telah menerbitkan SBN sebesar Rp 298,47 triliun per Februari 2021 yang terdiri dari penerbitan SUN sebanyak Rp 238,97 triliun dan SBSN Rp 59,5 triliun, termasuk pembelian SBN oleh Bank Indonesia sesuai dengan Surat Keputusan Bersama I yang mencapai Rp 47,53 triliun, terdiri dari SUN sebesar Rp 24,76 triliun dan SBSN senilai Rp 22,77 triliun. Pemerintah juga gencar menerbitkan berbagai SBN ritel dalam dua bulan pertama tahun ini.
Selain itu, realisasi pinjaman selama tahun ini terdiri dari realisasi pembayaran cicilan pokok pinjaman dalam negeri sebesar Rp 200 miliar, realisasi penarikan pinjaman luar negeri Rp 7,86 triliun, dan realisasi pembayaran cicilan pokok pinjaman luar negeri Rp 6,21 triliun.
Pemerintah baru saja menandatangani perjanjian bilateral degan Pemerintah Jerman melalui Kreditansi fur Wiederaufbau (KfW) senilai 85,7 juta euro atau ekuivalen US$ 98,5 juta.
Pinjaman ini dimanfaatkan untuk membiayai pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Regional Wosusokas di Jawa Tengah yang bertujuan untuk meningkatkan debit air Waduk Gajahmungkur. Dengan begitu, kebutuhan air baku untuk air minum di Kabupaten Wonogiri, Sukoharjo, Karanganyar, dan Kota Surakarta Provinsi Jawa Tengah dapat terpenuhi.